Martabat dan Ironi Dokter

PADA 27 November 2013 kemarin, para dokter melakukan aksi mogok nasional sebagai ungkapan solidaritas

Editor: Dheny Irwan Saputra

Persekongkolan terus meningkat ketika ia sudah menjadi dokter spesialis. Ia juga membuka praktik sepanjang hari, dan menerima pasien tanpa batas, tak peduli dengan kualitas pelayanan yang diberikan.

Semua catatan Pribakti di atas mengingatkan saya pada percakapan dengan seorang peneliti di Paris, Mei 2012 silam. Dia bilang, isterinya adalah seorang dokter.

“Kuliah kedokteran tentu mahal,” kata saya.

“Oh tidak. Di sini, kuliah kedokteran gratis. Tapi seleksi calon-calon mahasiswanya sangat ketat, jujur dan fair,” katanya serius. Saya sungguh terkesima mendengar pernyataannya itu.

Mungkin dalam pandangan pemerintah Perancis, dengan beasiswa penuh yang diperebutkan, kualitas dokter akan lebih terjamin, dan balas dendam dokter memeras pasien, lebih bisa dihindari.

Tetapi Indonesia bukanlah Perancis. Menurut Pribakti, meski didera oleh berbagai kesulitan, sebenarnya masih banyak dokter di negeri ini yang benar-benar melayani dengan tulus.

Selebihnya, tak ada salahnya kita berguman, “Andai dokter Indonesia seperti di Perancis!” (*)

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved