Pascatsunami, Nelayan Kecil Semakin Tersisih

26 Desember 2004, tsunami dahsyat meluluhlantakkan pesisir Banda Aceh.

Editor: Eka Dinayanti

Tidak heran, saat ini banyak nelayan kecil di Lampulo memilih bekerja sebagai buruh dari pemilik kapal besar. Itu pun mereka harus bersaing dengan pendatang dari luar Banda Aceh, yang juga turut beradu nasib.

”Mungkin orang asli Lampulo yang bertahan sebagai nelayan pemilik kapal sekarang tinggal kurang dari 1 persen. Lainnya pendatang. Banyak yang tersisih. Padahal, warga asli ini semuanya juga korban tsunami. Kasihan mereka. Pemerintah harus memperhatikan,” kata Iwan.

Sejak tahun 2006, BRR Aceh dan Nias sebenarnya membangun sejumlah infrastruktur pendukung perikanan di area Pelabuhan Pendaratan Ikan Lampulo, seperti docking kapal, gudang penyimpanan, pengawetan, dan pengolahan ikan. Namun, bangunan itu sekarang mangkrak tak berfungsi. Akibatnya, geliat tangkapan di Lampulo belum memiliki nilai tambah bagi perekonomian sekitarnya secara signifikan.

Namun, tak semua warga pesisir korban tsunami di Banda Aceh kehilangan elan untuk bangkit dan menempuh kehidupan yang lebih baik setelah bencana besar itu. Ada di antaranya kini mampu menunjukkan diri, bisa sukses seusai bencana. Mahyedin (60), warga Desa Alue Naga, misalnya, perusahaan kapal kayu tradisionalnya mampu menembus sejumlah daerah di Aceh. Padahal, sembilan tahun silam, dia tidak menyangka bakal bisa bangkit kembali. Istri dan tiga anaknya meninggal. Pabrik kapal, rumah, dan harta bendanya hilang diterjang tsunami.
Ia kini mengajak saudara dan tetangganya belajar membuat kapal tradisional. Dia berharap mereka bisa sukses mandiri. ”Bencana dan rezeki itu kehendak Tuhan. Namun, manusia harus berusaha,” ujar dia.

Sumber: Kompas.com
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved