Bharatayuda
BEGITU bersemangatnya untuk segera memenangi pertarungan pada 9 Juli 2014, salah seorang calon presiden
BEGITU bersemangatnya untuk segera memenangi pertarungan pada 9 Juli 2014, salah seorang calon presiden (capres), Prabowo Subianto, mengibaratkan pemilihan presiden kali ini sebagai perang Bharatayuda.
Yakni, perang besar antara keluarga Pandawa dan Kurawa, dalam kisah Mahabarata, untuk memperebutkan kekuasaan di negara Hastina. Prabowo seperti sudah tidak sabar untuk ‘menumpas’ lawannya.
Adalah Abiyasa, maharaja negara Hastina yang menurunkan dua anak laki-lakinya, Destarasta dan Pandudewanata. Destarasta memiliki 100 anak yang disebut keluarga Kurawa. Pandudewanata menurunkan 5 anak yang disebut keluarga Pandawa.
Ketika lengser keprabon Abiyasa tidak menyerahkan takhta kepada anak tertuanya, Destarasta karena ia buta sejak lahir sehingga tidak layak menjadi raja. Singgasana pun diserahkan kepada adiknya Pandudewanata.
Pandu memerintah secara adil dan bijaksana, tapi dalam perjalanan pemerintahannya Pandudewanata mendapat musuh besar, yakni raja Negara Pringgandani yang bernama Tremboko yang berwujud raksasa.
Keduanya berperang, sama kuat dan sama saktinya sampai akhirnya keduanya mati sampyuh (mati bersama-sama).
Pandu meninggalkan kerajaan dengan anak yang masih kecil-kecil sehingga belum bisa diberi tanggung jawab memerintah. Akhirnya Destarasta tampil menggantikan sebagai Plt Raja Hastina dengan janji setelah anak-anak Pandawa dewasa tampuk kekuasaan akan diserahkan.
Tapi janji tinggal janji karena Destarasta sendiri sejak awal memang menginginkan singgasana. Di bawah pengawasan Destarasta, anak-anak Pandawa (Puntadewa, Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa) selalu jadi bulan-bulanan anak-anak Kurawa (Duryudana, Dursasana dll).
Kurawa senang memfitnah, mencaci maki dan mencelakakan Pandawa. Dua penasihat ulungnya adalah Sengkuni dan Pandita Durna. Dalam lingkungan keraton, Pandawa hidup tersiksa.
Ketika anak-anak Pandawa menginjak dewasa, Destarasta lupa janjinya untuk menyerahkan kekuasaan kepada Pandawa. Singgasana justru diberikan kepada anak sulungnya, Duryudana. Sejak itulah pertentangan Pandawa-Kurawa semakin nyata sampai akhirnya Pandawa diusir keluar dari negara Hastina.
Kurawa hidup bermewah-mewah, uang harta dan kekayaan berlimpah, sementara Pandawa hidup kekurangan. Kurawa bertekad tidak menyerahkan Kerajaan Hastina sampai kapan pun. Akhir dari cerita ini adalah perang Bharatayuda, perang saudara.
Kurawa dibantu raja-raja kecil yang sebelumnya sudah ditaklukkan. Ada juga saudara Pandawa lain ayah yang kecewa ikut begabung bahkan menjadi senopatinya kurawa, yakni Adipati Karna.
Singkat cerita kurawa kalah telak, Duryudana dan adik-adiknyatermasuk Sengkuni dan Pandita Durna binasa. Negara Hastina pun kembali ke pangkuan Pandawa.
**
Nah bagaimana dengan Bharatayuda pada 9 Juli 2014 nanti. Pandawa itu bersifat ikhlas, tidak mengutamakan kepentingan sendiri dan dicintai rakyatnya. Sebaliknya Kurawa adalah perwujudan dari sifat angkara murka, senang berfoya-foya, memfitnah dan mencelakai orang lain.
Kurawa memiliki pendukung yang jauh lebih banyak termasuk mereka yang ingin mendapat kedudukan. Pandawa hanya berlima dibantu saudara-saudara, simpatisan dan anak cucu. Tapi ia punya penasihat ulung, Batara Kresna dan diayomi para dewa karena kejujuran dan kebaikan hatinya.
Pandawalah yang bisa memakmurkan rakyat. Oleh karena itu Prabowo mengingatkan rakyat agar bisa membedakan Pandawa dan Kurawa. Pandawa akan menyejahterakan rakyat dan Kurawa sebaliknya. “Jangan mau dipimpin oleh para maling,” cetus Prabowo dalam suatu kesempatan.
Beda dengan Prabowo, Sultan Hamengkubuwono X justru sebaliknya. Pemilu, katanya, bukan Perang bharatayuda. Sebab perang Bharatayuda itu saling membunuh, saling membinasakan.
Sedang pemilihan presiden adalah proses pembelajaran dalam berdemokrasi sehingga siapa pun yang kalah harus ikhlas menerima kekalahannya. Yang menang jangan lantas menepuk dada.
Genderang perang sudah ditabuh, kurawa dengan peralatan yang canggih, pasukan berkuda dan prajurit terlatih sudah menuju medan perang. Sedang Pandawa yang lebih mengandalkan ilmu dan kesaktian, berangkat ke medan laga dengan percaya diri.
Tidak ada yang bisa mengubah kisah perang Bharatayuda. Pandawa pasti akan tampil sebagai pemenang. Masalahnya, siapa Pandawa dan siapa pula Kurawa. Mulai sekarang boleh ditebak-tebak. (*)