Bukan Objek Bisnis Obat

Jadi tak heran jika banyak anak-anak ketika ditanya tentang cita-citanya, menyebut ingin menjadi dokter.

Editor: BPost Online

MENJADI seorang dokter adalah profesi yang sangat mulia. Menolong orang demi kemanusiaan, adalah darah yang mengalir dalam diri para dokter.

Jadi tak heran jika banyak anak-anak ketika ditanya tentang cita-citanya, menyebut ingin menjadi dokter. Bahkan tidak sedikit pula yang meminta orangtuanya baju dokter dan bahkan mainanan alat kedokteran.

Namun sayang memang, kenyataan pahit di lapangan menyebutkan, tidak sedikit dokter justru berbisnis obat. Mereka menjalin hubungan bisnis dengan perusahaan obat. Sebuah bisnis yang tentu jelas akan merugikan pasien.

Sudah bukan rahasia lagi jika ada dokter yang mendapat service atau pelayanan lebih dari perusahaan obat melalui para medical representative atau dikenal dengan sebutan medrep.

Pengalaman John --bukan nama sebenarnya-- seorang medrep yang beroperasi di wilayah Jakarta seperti diberitakan Tribun Manado, Senin (23/11), membuat mata kita terbelalak.

Bagaimana tidak, John harus menjamu sembilan dokter dengan pelayanan ‘ekstra istimewa’ atas perintah perusahaan obatnya. Para dokter itu memiliki komitmen menggunakan obat perusahaan obat tersebut yang jelas harganya mahal.

Disebut ‘sangat istimewa’ karena John tanpa sungkan menjamu mereka dengan memberi fasilitas membooking wanita-wanita asing. Sungguh membuat kepala ini geleng-geleng.

Ngerinya lagi, dalam sebuah riset, perusahaan obat mengeluarkan Rp 900 miliar untuk memuluskan penjualan obatnya.Kita ingin Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tak henti-hentinya mengingatkan para dokter yang berbisnis obat ini. Atau boleh dibilang kong kalingkong dengan perusahaan obat ini.

Kita mendukung penuh Ketua IDI, Zainal Abidin yang mengingatkan para dokter agar tidak menulis resep berdasarkan pesanan perusahaan farmasi.

Dokter juga dilarang melakukan diagnosa abu-abu yang bisa menjadi dasar untuk menggiring pasien menebus obat sesuai pesanan perusahaan farmasi.

Menurut Zainal, dokter harus jujur dan melakukan diagnosa sesuai pertimbangan profesional. Ia juga minta para dokter senantiasa memilih obat yang paling murah untuk pasiennya.

Semoga peringatan sekaligus ajakan Zainal didengarkan dan dilaksanakan. Sebab, kontrol sepenuhnya ada di tangan IDI. Dan pasien tidak lagi dijadikan objek pasar obat. Semoga. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

Hari-hari Terakhir

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved