Memang Beda

MERINDING rasanya mendengar dua bocah menyampaikan impiannya saat peringatan HUT ke-70 Kemerdekaan RI di Istana Merdeka, Jakarta.

Editor: BPost Online
zoom-inlihat foto Memang Beda
dokbpost
H Pramono BS

Oleh: Pramono BS

MERINDING rasanya mendengar dua bocah menyampaikan impiannya saat peringatan HUT ke-70 Kemerdekaan RI di Istana Merdeka, Jakarta.

Di depan presiden, wapres, menteri, pejabat tinggi, perwakilan negara asing dan masyarakat, kedua bocah itu membacakan impian 10 tahun ke depan Indonesia bebas korupsi.

Yang disampaikan kedua bocah yang masing-masing pelajar kelas VIII SMP dan kelas VI SD itu kemudian dimasukkan ke kapsul mimpi yang akan dibuka 70 tahun mendatang.

Anak cucu kita akan membuktikan apakah impian kakek dan neneknya itu terbukti atau tidak. Mungkin ide itu bukan datang dari mereka tapi setidaknya mereka tahu korupsi itu berbahaya bagi negara dan sekarang lagi marak di negeri ini dengan pelaku dari berbagai kalangan.

Selang sehari setelah pernyataan kedua bocah tadi, mantan Presiden Megawati Soekarnoputri justru menyatakan hal sebaliknya. Dia minta lembaga ad hoc semacam Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibubarkan saja karena korupsi toh ada terus.

KPK berdiri saat Megawati menjadi presiden untuk menjawab rasa keprihatinannya terhadap maraknya korupsi kala itu dan KPK telah membuktikan kedigdayaannya.

Kalau boleh ditarik garis, secara ekstrem kedua sikap itu mencerminkan pandangan serupa tapi tak sama, kalau tidak boleh dibilang bertentangan. Yang muda melihat korupsi sebagai hal membahayakan kehidupan bangsa sehingga harus dibasmi. Yang tua melihat sebagai hal biasa saja, pemberantasan perlu tapi tidak secara khusus.

Anak-anak muda itu ingin membandingkan, 70 tahun pertama setelah kemerdekaan Indonesia menjadi sarang koruptor, bagaimana dengan 70 tahun kedua. Masihkah pemberantasan korupsi tetap menjadi prioritas? Yang tua-tua mungkin sudah tak sempat bermimpi.

Korupsi itu ibarat pelacur. Pelacuran sudah ada sejak ada sejarah manusia, pemberantasan dilakukan dengan segala cara. Tapi toh ada terus dengan berbagai cara, modus dan bentuk yang berbeda-beda. Begitu juga korupsi, sejak zaman dulu korupsi sudah ada.

Pemberantasan korupsi juga selalu ada tapi korupsi tetap jalan terus. Tidak perlu menyentuh APBN/APBD, banyak sektor lain yang bisa jadi lahan basah bahkan bisa lebih besar.

Apakah kalau sudah begitu berarti korupsi tak perlu dicegah atau diberantas, akankah korupsi kita biarkan saja karena toh akan ada terus? Justru karena korupsi, pelacuran akan tetap ada maka lembaga yang menangani ini juga harus tetap ada, tak terkecuali KPK. Mengapa dibentuk KPK semua orang juga tahu sebabnya. KPK boleh dibubarkan kalau tidak ada lagi korupsi, tapi kapan?

Kita fair saja, anak-anak itu mengingatkan kepada para orangtua agar berlaku jujur. Para pejabat tidak mengambil uang negara yang bukan haknya, pencari kerja tidak perlu menyogok, para penegak hukum juga tidak menjadi contoh yang buruk dalam pemberantasan korupsi.

Karena itu jangan sok bilang tidak ada pungutan dalam rekruotmen pegawai karena masyarakat merasakan tingkah laku mereka.

***

Beruntunglah kesadaran itu kini mulai tumbuh di kalangan anak-anak. Mereka selama ini mendapatkan pembelajaran dari media cetak dan tayangan televisi yang mempertontonkan pejabat pakai baju tahanan, atau melalui pendidikan kejujuran di sekolah.

Misalnya, mereka makan di kantin sekolah mengambil sendiri, membayar dan mengambil uang kembalian sendiri. Mereka diajari malu karena dari malu itu kejujuran akant ertanam. Sekali saja mereka ambil kue tidak bayar sudah akan menjadi stigma baginya.

Ini berbeda dengan lingkungan orangtuanya. Tempatnya bekerja tidak mendukung orang untuk bersikap jujur. Korupsi dianggap biasa, bendahara proyek menaikkan harga pembelian barang itu tidak haram, komisi itu sah, memotong anggaran tidak dilarang, gratifikasi itu rezeki dari Tuhan.

Yang namanya proyek fiktif, kegiatan fiktif, perjalanan dinas fiktif dan fiktif-fiktif lain terjadi di semua kantor pemerintah. Jadi lingkungan kerjanya sangat buruk, koruptif dan menciptakan persaingan tidak sehat bukan dalam prestasi tapi dalam hal rezeki. Kasihan anak-anaknya yang dijejali rezeki haram.

Benar juga kalau korupsi itu tidak habis-habis karena ‘materialnya’ seperti itu. Generasi selanjutnya terlalu sulit untuk tidak hanyut dalam arus deras korupsi karena peluang itu ada.

Sejumlah narapidana korupsi juga terdiri atas anak muda seperti Gayus Tambunan, Nazarudin, Anas Urbaningrum, dan Angelina Sondakh.

Banyak orang ingin KPK dibubarkan. Lembaga antirasuah itu dianggap berbahaya dan melanggar HAM. Beruntunglah anak-anak mulai sadar.

Kesadaran itu muncul dari bawah karena yang tua-tua tidak ada keinginan itu, apalagi yang memusuhi KPK. Memang beda. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved