Kalsel Menuju 2017
APBD Kalsel Selalu Ingin Efisiensi dan Memihak Rakyat
Penyusunan anggaran dalam hal ini Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) tentu menjadi kebijakan dan kesepakatan antara eksekutif dan legislatif.
BANJARMASINPOST.CO.ID - Anggaran daerah menjadi sorotan dalam pembangunan infrastruktur serta pembangunan lainnya dalam mengembangan daerah. Tentu saja, penyerapan anggaran harus sesuai dengan kebutuhan pembangunan.
Bahkan, kebutuhan pembangunan yang dimaksud merupakan pembangunan yang memihak kepada rakyat, terutama masyarakat miskin dan terbelakang agar tak terjadi lagi kesenjangan sosial.
Penyusunan anggaran dalam hal ini Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) tentu menjadi kebijakan dan kesepakatan antara eksekutif dan legislatif. Seakan dua lembaga ini menetukan masa depan daerah dan masa depan rakyat miskin.
Namun, ketika semangat belanja pegawai tidak bisa diotak-atik untuk diefisiensi, kebijakannya malah tidak pro-rakyat. Sebab, anggaran untuk dana pendampingan orang miskin yang sakit dipangkas.
Cukup fantastis, angkanya turun drastis dipotong Rp 4 miliar. Ini terungkap ketika Rumah Sakit Milik Daerah ini mengusulkan Rp 7,8 miliar yang direalisasi hanya Rp 3,4 miliar.
Rencana untuk pembuatan gedung cucian atau laundry dan ruang dua lantai untuk dapur sekitar Rp 50 miliar dicoret dan dihapus.
Pembahasan ini pun sempat berjalan alot. Tim anggaran antara Badan Anggaran DPRD Kalsel mencoba kompromi dan berjanji akan dikatrol namun tidak bisa. Ini mengingat anggaran dalam APBD cukup ketat.
Akhirnya pun dicarikan solusi. Anggaran pendampingan itu disepakati dimasukkan kembali ke APBD Perubahan 2017.
"Ya, setelah ada pembahasan, lalu disepakati akan ditambah di anggaran perubahan tahun 2017. Gubernur sudah memahami, dan dean pun memahaminya kalau untuk orang miskin ini tidak bisa ditoleransi. Ini tetap akan diajukan pada anggaran perubahan disesuaikan dengan kebutuhan yang ada," kata Direktur RSUD Ulin Banjarmasin, Suciati.
Suciati juga membenarkan untuk membuat dapur dua lantai dengan CCS Laundry, juga dicoret. Diterangkan Suciati, idealnya untuk dana pendamping tersebut Rp 3,4 miliar itu kurang dengan peraturan baru BPJS.
"Sekitar Rp 7 miliar itu, saya rasa sangat ideal. Mudahan untuk orang miskin ini tidak kurang lagi, kasihan mereka," kata Suciati.
Di sisi lain, RSUD Ulin Banjarmasin ini, ditengarai belanja langsungnya paling besar sekitar Rp188 miliar lebih. Ada juga belanja langsung dari sektor BLUD itu Rp 286 miliar lebih. Menurut Suciati, BLUD itu dianggarakan untuk beli obat yang tidak dianggarkan di pemda di BLUD.
"Selain obat, juga makan pasiean, pemeliharaan gedung, pegawai, dan menyekolahkan pegawai S2 dan pegawai yang bisa merengkuh S3," katanya.
Sementara, dengan gedung baru, dan delapan lantai penambahan ruangan 40 kamar diteruskan dengan dana multiyear, dengan anggaran total Rp 170 miliar.
Jika dibandingkan dengan belanja langung di RSUD Ansari Saleh lebih kecildari RSUD Ulin yang hanya Rp 18 miliar untuk belanja langsung termasuk lebih kecil juga RSUD Sambang Lihum yang mana belanja langsungnya berkisar Rp 24 miliar.
