Jawa Tengah
Mengerikan, Cerita Pecandu Tembakau Gorila Rasakan Efeknya di Tubuh
Berawal dari rasa penasaran karena menjadi trending topik di pemberitaan, pria 24 tahun berinisial AB mencoba mengonsumsi tembakau gorila
Ia menjelaskan sejarah Synthetic Cannabinoid dimulai sejak 1990-an.
Seorang doktor di bidang kimia organik, Jhon W Huffman merupakan ahli Riset Universitas Clemson di Amerika.
Jhon dan timnya berhasil mensintesa 20-an jenis Synthetic cannabinoid.
Tujuan penelitiannya sebenarnya mencari obat sintetis untuk menyembuhkan penyakit multisklerosis.
Lalu, ia juga ingin mencari pereda nyeri pada pasien HIV/AIDS maupun kanker yang menjalani kemoterapi. Dalam perjalanan, zat sintetik temuannya banyak disalahgunakan.
"Jhon bahkan menganggap para penyalahguna sangat bodoh karena sembarangan menggunakan zat itu," tambah Susanto.
Hasil risetnya rupanya menarik ahli farmasi di berbagai universitas dan industri farmasi melakukan riset sejenis.
Dari situlah,muncul seri-seri Synthetic cannabinoid yang penamaannya bermacam-macam.
Contohnya JWH-018, JWH-073, JWH-398, JWH -015, JWH-122, JWH -210, JWH -081,JWH -200, JWH-250, dan JWH-251. Seri JWH merupakan penamaan dari pembuatnya Jhon W Huffman.
Terdapat juga seri HU-210 yang diambil dari nama Hebeew University.
Kemudian seri AM-906,AM-411, AM-4030, dan AM 694 yang diambil dari nama Alexandros Makriyanis.
"Ada juga seri sintetik AKB-Fluoro 48 yang diangkat dari nama grup idol terkrnal jepang AKB 48. Seri ini juga beredar di Indonesia," kata Susanto.
UNODC dalam bukunya The Challenge of New Psyhoactive Substance sudah mempublikasikan 60 jenis synthethic Cannabinoid. Delapan di antaranya sudah beredar di Indonesia. (*)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/banjarmasin/foto/bank/originals/tembakau-gorila_20170113_134216.jpg)