Kisah Buser Polres HST Hadapi Kejahatan

Ada Pergolakan Batin, Jika Terpaksa Petugas Buser Harus Menembak dan Akhirnya Mati

Berhadapan dengan pelaku kejahatan, terutama saat hendak melakukan penangkapan berisiko mendapat perlawanan dari tersangka.

Penulis: Hanani | Editor: Elpianur Achmad
Buser Polres HST untuk Banjarmasinpost.co.id
Tim Unit Buser Polres Hulu Sungai Tengah (HST) saat dipimpin Aipda Puryadi (bertopi). 

BANJARMASINPOST.CO.ID, BARABAI - Berhadapan dengan pelaku kejahatan, terutama saat hendak melakukan penangkapan berisiko mendapat perlawanan dari tersangka.

Jika tak berhati-hati dan waspada, nyawalah taruhannya. Menghadapi kondisi tersebut, anggota Buser  Satreskrim Polres HST mengatakan tak boleh lengah.

“Jika kondisinya tak memungkinkan, melepaskan tembakan adalah pilihan terakhir, setelah tembakan peringatan ke atas tak diindahkan,”kata Aipda  Puryadi, yang kini Kepala Unit Propam Polres HST, setelah sekitar 15 tahun bertugas di Unit Resmob Polres HST.

Dia mengaku, selama melaksanakan tugas menangani kasus kejahatan, baru sekali melepaskan tembakan yang membuat tersangka terpaksa dilumpuhknan dengan ditembak, hingga akhirnya tewas.

Baca: 35 Kumpulan Ucapan Natal 2018 Untuk Sahabat Terdekat Pas Untuk Whatsapp Facebook Twitter Instagram

Baca: Kisah Anggota Buser Polres HST Hadapi Kejahatan, Sering Dapat Ancaman Balas Dendam dari Tersangka

Baca: Aipda Puryadi Pernah Terpaksa Tinggalkan Anak Istri Saat di Pasar Saat Tugas Mendadak

Baca: Naluri Pengendus Kejahatan Sudah Terlatih, Anggota Buser Bisa Tahu Orang Jahat dari Gerak Geriknya

“Saat itu, ada kasus jambret, tersangkanya  sudah terkepung di rumahnya. Tapi dia tak mau menyerah. Diajak negosiasi malah mengancam anggota kami di hadapan masyarakat banyak. Diberi tembakan peringatan malah mengamuk pakai senjata tajam, dan hendak menyerang. Akhirnya terpaksa ditembak, dan tewas di rumahnya,”tutur Puryadi.

Puryadi mengatakan, tindakan tersebut sangat terpaksa dilakukan. Meski hal tersebut sah secara hukum, namun ada rasa sedih juga melihat tersangka meninggal dunia.

“Ada pergolakan batin, mengapa orang itu harus mati dengan tembakan saya. Sedih liat keluarganya.  Tapi setelah kembali ingat tugas kepolisian dan amanah masyarakat  saya pun jadi memaafkan diri sendiri,”tuturnya.

Hal yang sama dirasakan Brigadir M Jerianto, yang mengaku pernah terpaksa melumpuhkan tersangka residivis dengan tembakan di kaki, karena mau kabur dan melawan saat hendak ditangkap.

“Setelahnya, dalam hati ada rasa iba juga melihat tersangka kesakitan setelah ditembak. Tapi karena ini tugas, dan jika kami tak melumpuhkan, kitalah yang bisa-bisa jadi korban,”kata Jeri. (banjarmasinpost.co.id/hanani)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved