Ekonomi dan Bisnis
Lindungi UMKM dari Rentenir dan Fintech Ilegal Ditengah Pandemi, OJK Bentuk 16 TPAKD
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membentuk 16 TPAKD untuk melindungi UMKM dari rentenir maupun fintech ilegal
Penulis: Mariana | Editor: Hari Widodo
Editor : Hari Widodo
BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARMASIN - Usaha mikro, kecil, dan menengah ditengah Pandemi Covid-19 ini semakin rentan terjebak hutang dari rentenir maupun fintech ilegal.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merespon mempercepat penyediaan akses keuangan yang di antaranya dilakukan melalui optimalisasi peran dari Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD).
Kepala Departemen Literasi dan Inklusi Keuangan OJK Kristrianti Puji Rahayu menyampaikan, kredit atau pembiayaan diberikan oleh lembaga jasa keuangan formal kepada pelaku usaha mikro dan kecil dengan proses cepat, mudah, dan berbiaya rendah.
"Peran TPAKD untuk business matching dan melundungi UMKM dari segala bentuk praktek rentenir terlebih di saat pandemi Covid-19 sekarang ini," ujarnya dalam keterangan pers virtual Perkembangan dan Program Peningkatan Literasi dan Inklusi Keuangan, Rabu (19/8/2020).
• Pelaku UMKM Kuliner di Banjarmasin Ini Bersyukur Pelanggan Datang Lagi
• Dukung UMKM, IMA Chapter Banjarmasin Rencanakan Pelatihan Hingga Mentoring Bagi Peserta Webinar
• Siap-siap Dapat BLT Rp 2,4 Juta, Ini Kreteria UMKM Calon Penerima versi Satgas Pemulihan Ekonomi
Proses pencairan kredit mulai 3 hari sampai maksimal 12 hari kerja, disertai suku bunga sama atau di bawah KUR, plafon maksimal Rp 50 juta, dan jangka waktu maksimal 36 bulan.
Dengan model ini, harapannya dapat mengurangi ketergantungan UMKM terhadap entitas kredit informal atau ilegal.
Per Juli 2020, tercatat ada 186 TPAKD yang telah terbentuk di 32 provinsi dan 154 kabupaten/kota.
Sebanyak 128 di antaranya telah dikukuhkan demi memajukan dan mengembangkan pelaku UMKM di 32 provinsi dan 96 kabupaten/kota.
Ia memaparkan, ada 306 klasifikasi rencana program kerja di 2020 ini.
Sebanyak 56 persen di antaranya untuk perluasan akses keuangan, 19 persen asistensi dan pendampingan, 13 persen peningkatan literasi keuangan, dan 12 persen sisanya peningkatan infrastruktur keuangan.
Kristrianti menambahkan, TPAKD terbentuk atas latar belakang literasi dan inklusi keuangan yang masih rendah.
Dari Hasil Survei Nasional Literasi Keuangan yang dilakukan oleh OJK pada 2019 lalu, menunjukkan tingkat pemahaman masyarakat terhadap produk serta layanan jasa keuangan masih rendah 38,03 persen, sementara tingkat inklusi keuangan mencapai 76,19 persen.
• Tingkatkan Kinerja, OJK Usulkan BPR HSS dan BPR HST Merger
• VIDEO OJK Regional 9 Dorong Pemulihan Ekonomi Nasional, Restrukturisasi Kredit Capai Rp 5,85 Triliun
Kemudian, kesenjangan akses keuangan desa dan kota berupa jarak pemukiman dengan lembaga jasa keuangan, jaringan telekomunikasi, pemahaman terkait produk jasa keuangan.
Lalu, Perpres No.82/2016 yang menargetkan tingkat inklusi keuangan diatas 90 persen pada tahun 2023.
Akses pembiayaan kepada UMKM relatif rendah yakni hanya 18,64 persen kredit perbankan yang disalurkan ke UMKM menurut data statistik perbankan Indonesia tahun 2017. Serta, kebutuhan pengembangan ekonomi daerah. (Banjarmasinpost.co.id/Mariana)