Gempa Sulawesi Barat

Teriakan Korban Gempa Bersahutan Saat Tenda Pengungsi Beterbangan, Angin Kencang Landa Majene

Akibat musibah itu, ratusan tenda pengungsi gempa di Kelurahan Rangas, Kecamatan Banggae, Kabupaten Majene, Sulawesi Barat, porak poranda.

(KOMPAS.com/SUDDIN SYAMSUDDIN)
Pascagempa, Majene dilanda angin kencang. 

BANJARMASINPOST.CO.ID, MAJENE - Kehebohan dan kepanikan melanda para pengungsi gempa di Majene, Provinsi Sulawesi Barat. Tenda pengungsian yang mereka tempati beterbangan diterjang angin kencang.

Akibat musibah itu, ratusan tenda pengungsi gempa di Kelurahan Rangas, Kecamatan Banggae, Kabupaten Majene, Sulawesi Barat, porak poranda.

Para pengungsi makin merana, tak hanya akibat dampak gempa. Pengungsi yang jumlahnya ribuan terpaksa berhamburan sambil berteriak panik dan menangis menyelamatkan diri.

"Anging kencang terjadi saat kami makan siang di tenda pengungsian. Makanan belum habis kami dikagetkan dengan tenda terpal kami beterbangan," kata Samsiah (56), Minggu (17/1/2021), sambil menggendong cucunya.

Baca juga: Banjir di Kalsel 2021, BBM Eceran di Pelaihari Kabupaten Tala Mulai Sulit Didapat

Baca juga: Korban Longsor Sumedang Terus Bertambah, BNPB: 11 Orang Masih Dinyatakan Hilang

Ia hanya bisa menyelematkan cucunya tanpa jaket dan sarung melekat di badan.

Cucu Samsiah menangis saat ia digendong berlari dari tenda pengungsian sekitar Sport Center Kabupaten Majene.

"Semua baju, selimut dan sarung basah, Tenda kami beterbangan. Entah di mana kami lagi akan berlindung," lirih Samsiah.

Hujan deras dan angin kencang melanda Kabupaten Majene. Angin sempat berputar tiga kali di lokasi pengungsian korban gempa.

"Tiga kali berputar dari arah utara angin berputar-putar di area tenda penungsi korban gempa. Kami panik, mau berlindung ke Gedung Sport Center takut gedung runtuh, mau lari ke tanah lapang anginya kencang," kata Apit, warga lainnya.

Saat kejadian, Apit sedang bersantai bersama kedua anaknya yang masih kecil.

Apit menggendong kedua anaknya dengan satu tangan, tangan yang satu menyambar sarung dan menyelimuti anaknya sambil berlari.

Baca juga: Banjir di Kalsel, Terobos Genangan Kirim Bahan Pangan ke Beruntung Baru dan Bumi Makmur

Baca juga: VIDEO Banjir di Kalsel, Ribuan Warga Pesayangan Mengungsi ke Masjid Al Karomah Martapura

* Pengungsi Majene Keluhkan Bantuan Hanya di Tenda Besar

Tiga hari pascagempa berkekuatan magnitudo 6,2 di Majene, warga masih mengungsi di tenda-tenda darurat yang didirikan.

Sebagian warga mengungsi di posko yang disediakan pemerintah tetapi ada juga yang mendirikan di dekat rumah mereka.

Ramli (50), warga Desa Kayuangin, Kecamatan Malunda, Kabupaten Majene salah satu pengungsi yang mendirikan tenda di dekat rumahnya.

Ramli bercerita, warga yang memilih mengungsi di dekat rumah jarang tersentuh bantuan.

Kebanyakan warga yang mendapat bantuan merupakan pengungsi di posko-posko resmi.

Padahal, kata Ramli, sebagian warga tidak mengungsi di posko resmi karena menjaga barang-barangnya di rumahnya.

"Kekurangan air bersih. Kalau bantuan ada juga mi sama beras. Tapi jarang, banyak bantuan yang di tenda-tenda besar," kata Ramli saat diwawancara Kompas.com, Sabtu (16/1/2020) sore.

Pascagempa, Majene dilanda angin kencang.
Pascagempa, Majene dilanda angin kencang. ((KOMPAS.com/SUDDIN SYAMSUDDIN))

Penerangan di Desa Ramli juga masih belum stabil. Pasalnya listrik masih padam. Selain itu lilin dan minyak tanah untuk lampu pelita juga tidak ada. Terpaksa warga menggunakan senter atau ponsel yang sudah diisi dayang di tempat lain.

Di desa yang lebih terpencil kata Ramli, ada juga warga yang masih belum menerima bantuan. Warga tersebut berada di Desa Salutahungab, area pegunungan di Kecamatan Malunda.

Padahal rumah mereka banyak yang rata dengan tanah.

"Jadi ada yang bilang kenapa cuma dibawa di sini saja bukan ke Lombong," kata Ramli.

Senada dengan Ramli, Nurul Zaskia (22), warga Desa Mekkatta juga masih mengaku kesulitan mendapatkan air bersih. Selain itu peralatan dan perlengkapan untuk bayi seperti susu dan popok juga sangat kurang.

Padahal, Zaskia punya 8 keluarga yang masih balita ikut mengungsi. Jarak rumah Zaskia dengan lokasi posko induk pengungsian cukup jauh.

"Perlengkapan bayi seperti popok, susu sangat kurang. Padahal ada anak bayi yang baru berusia 20 hari tinggal di dalam (lokasi pengungsian)," ujar Zaskia.

Sementara itu Abdul Khair (31), warga Desa Tubo Tengah, Kecamatan Sendana harus pergi ke posko induk di Kecamatan Malunda untuk mendapatkan susu untuk anaknya.

Khair mengaku, masih banyak lokasi pengungsian di Desa Tubo Tengah yang belum terjamah. Beruntung dia memiliki kerabat yang mengungsi di posko induk di Kecamatan Malunda.

Keluarganya itu lah yang langsung mengambil susu untuk anaknya begitu bantuan tiba. Khair lalu dihubungi keluarganya itu untuk mengambil susu anaknya yang baru berusia 6 bulan.

"Tidak ada susu. Masih kurang bantuan. Kalau air minum sudah dapat. Kalau untuk mandi cukup air sumur," kata Khair yang mendirikan tenda di halaman rumahnya.

Dari pantauan Kompas.com, posko induk yang berada di halaman sekolah SMK Kota Tinggi juga terendam lumpur. Hujan yang sering turun membuat sebagian tanah yang ditempati warga menjadi lembek.

Dari data BPBD Majene, ada sekitar 17 ribu warga yang mengungsi akibat gempa besar yang mulai terjadi pada Kamis (14/1/2021) lalu.

* Korban Meninggal Dunia Gempa Majene Jadi 73 Orang, 27.850 Warga Mengungsi

Sementara itu update data dari BNPB jumlah korban meninggal dunia akibat gempa di Majene, Sulawesi Barat, Minggu (17/1/2021) sore bertambah.

Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Raditya Jati mengatakan, saat ini total jumlah korban meninggal dunia akibat peristiwa tersebut mencapai 73 orang.

"Korban meninggal gempa bumi di Kabupaten Majene 9 orang, Kabupaten Mamuju 64 orang. Jadi total 73 orang meninggal dunia. Ini akan kami update lagi," ujar Raditya dalam konferensi pers BNPB secara daring, Minggu.

Saat ini, dari informasi terakhir yang diterima BNPB terdapat 27.850 pengungsi korban gempa di wilayah tersebut.

Sementara itu, dari kondisi mutakhir di lokasi dilaporkan bahwa jalur darat dari arah Mamuju menuju Kabupaten Majene belum dapat dilalui karena jembatan kuning yang masih rusak.

Selain itu, masih terdapat longsoran yang menutup jalan sehingga masih belum bisa dilalui.

Khusus di Kabupaten Mamuju, kata dia, terdapat 3 rumah sakit yang saat ini aktif untuk pelayanan kedaruratan.

Ketiga rumah sakit itu adalah RS Bhayangkara, RS Regional Provinsi Sulawesi Barat, dan RSUD Kabupaten Mamuju.

"Pasien yang dirawat di rumah sakit terdampak untuk sementara dievakuasi di RS Lapangan," kata dia.

Di lokasi juga diketahui saat ini stok alat perlindungan diri (APD) sudah menipis.

Meskipun demikian klaster kesehatan untuk pelayanan kesehatan kepada pengungsi sudah aktif.

"Logistik memang menjadi tantangan. Tapi kami komunikasi dengan Provinsi Sulawesi Barat bahwa masih dalam proses dan kondusif. Jadi belum ada kendala yang disampaikan pemerintah daerah," ucap dia.

Diketahui, Gempa di Majene terjadi pada Jumat (15/1/2021) bermagnitudo 6,2 dan meluluhlantakkan bangunan-bangunan di wilayah tersebut.

Gempa juga berdampak ke Mamuju dan terasa hingga ke Makassar dan Palu.

Baca juga: Arus Kendaraan ke Kota Pelaihari Kembali Mengalir, Jalur Alternatif Atilam-Kunyit Dibuka

Baca juga: Gunung Semeru Erupsi, Hujan Abu Vulkanik Guyur Probolinggo hingga Bikin Mata Warga Perih

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Angin Kencang Landa Majene, Tenda Pengungsi Beterbangan, Korban Gempa: Di Mana Lagi Kami Berlindung?", dan "Jeritan Pengungsi Majene: Bantuan Hanya di Tenda Besar, Air Bersih dan Susu Bayi Kurang" dan "UPDATE BNPB: Korban Meninggal Dunia Gempa Majene Jadi 73 Orang, 27.850 Warga Mengungsi"

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved