Haji 2021

Ini Alasan Pemerintah Indonesia Tak Berangkatkan Haji Tahun Ini, Tak Cuma Soal Kuota

Tak hanya soal kuota yang belum diberikan Pemerintah Arab Saudi, ternyata ada alasan lain pemerintah Indonesia tidak memberangkatkan jemaah haji 2021

Penulis: Mariana | Editor: Anjar Wulandari
AFP/HO/SAUDI MINISTRY OF MEDIA
Umat Muslim mengitari Kabah saat melakukan tawaf ibadah haji dengan penerapan protokol kesehatan di Masjidil Haram, Kota Mekah, Arab Saudi, Minggu (2/8/2020). 

Editor : Anjar Wulandari

BANJARMASINPOST.CO.ID - Tak hanya soal kuota yang belum diberikan Pemerintah Arab Saudi, ternyata ada alasan lain mengapa pemerintah Indonesia memutuskan tidak memberangkatkan jemaah haji 2021 tahun ini.

Seperti diketahui pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama (Kemenag) RI akhirnya memutuskan tak memberangkatkan jemaah Haji 2021.

Dalam penyelenggaraan ibadah Haji 2021, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas memastikan bahwa jemaah haji Indonesia tak diberangkatkan.

Dikutip Banjarmasinpost.co.id dari press rilis kemenag.go.id, Menag Yaqut pun mengurai sejumlah alasan yang melatari keputusan itu.

Baca juga: BREAKING NEWS: Indonesia Tak Berangkatkan Haji 2021

Baca juga: Hari Ini Kemenag Berikan Kepastian Soal Haji 2021, Menag Yaqut Cholil Choumas Minta Publik Sabar

Selain soal kuota yang tak kunjung diberikan Pemerintah Arab Saudi, alasan pembatalan haji oleh Kemenag tak lain adalah karena pandemi Covid-19 yang belum kunjung melandai.

Menurut Menag, di tengah pandemi Corona Virus Disease-19 (Covid-19) yang malanda dunia, kesehatan, dan keselamatan jiwa jemaah lebih utama dan harus dikedepankan.

"Karena masih pandemi dan demi keselamatan jemaah, Pemerintah memutuskan bahwa tahun ini tidak memberangkatkan kembali jemaah haji Indonesia," ucap Yaqut Cholil Qoumas.

Hal itu disampaikan via telekonferensi dengan media, Kamis (3/6/2021), seperti dilansir dari website Kemenag.go.id.

Pemerintah menilai, pandemi Covid-19 yang masih melanda hampir seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia dan Arab Saudi, dapat mengancam keselamatan jemaah.

Terlebih, jumlah kasus baru Covid-19 di Indonesia dan sebagian negara lain dalam sepekan terakhir masih belum menunjukan penurunan yang signifikan.

Kasus harian di Indonesia dari tanggal 26 hingga 31 Mei misalnya, rata-rata masih di atas 5.000. Ada sedikit penurunan pada 1 Juni 2021, tapi masih di angka 4.824.

Umat Muslim melakukan lempar jumrah dengan penerapan protokol kesehatan di Jembatan Jamarat, dalam rangkaian ibadah haji di Mina, Arab Saudi, Jumat (31/7/2020). Pelaksanaan haji yang istimewa tahun ini di tengah pandemi Covid-19 hanya diikuti sekitar 1.000 jemaah, dengan protokol kesehatan yang ketat.
Umat Muslim melakukan lempar jumrah dengan penerapan protokol kesehatan di Jembatan Jamarat, dalam rangkaian ibadah haji di Mina, Arab Saudi, Jumat (31/7/2020). Pelaksanaan haji yang istimewa tahun ini di tengah pandemi Covid-19 hanya diikuti sekitar 1.000 jemaah, dengan protokol kesehatan yang ketat. (AFP/HANDOUT/SPA)

Sementara kasus harian di 11 negara pengirim jemaah terbesar per 1 Juni juga relatif masih tinggi dengan data sebagai berikut: Saudi (1.251), Indonesia (4.824), India (132.788), Pakistan (1.843), Bangladesh (1.765), Nigeria (16), Iran (10.687), Turki (7.112), Mesir (956), Irak (4.170), dan Aljazair (305).

Untuk negara tetangga Indonesia, tertinggi kasus hariannya per 1 Juni 2021 adalah Malaysia (7.105), disusul Filipina (5.166), dan Thailand (2.230). Singapura, meski kasus harian pada awal Juni adalah 18, namun sudah memutuskan tidak memberangkatkan jemaah haji, sementara Malaysia memberlakukan lockdown.

Sesuai Undang-Undang No 8 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah juga memberikan amanah kepada pemerintah untuk melaksanakan tugas perlindungan.

"Ini semua menjadi dasar pertimbangan dalam menetapkan kebijakan. Apalagi, tahun ini juga ada penyebaran varian baru Covid-19 yang berkembang di sejumlah negara,” jelas dia.

"Penyelenggaraan haji merupakan kegiatan yang melibatkan banyak orang yang berpotensi menyebabkan kerumunan dan peningkatan kasus baru Covid-19," lanjutnya.

Di sisi lain, pemerintah Arab Saudi sampai hari ini yang bertepatan dengan 22 Syawal 1442 H, juga belum mengundang Pemerintah Indonesia untuk membahas dan menandatangani Nota Kesepahaman tentang Persiapan penyelenggaraan ibadah haji tahun 1442 H/2021 M.

"Ini bahkan tidak hanya Indonesia, tapi semua negara. Jadi sampai saat ini belum ada negara yang mendapat kuota, karena penandatanganan Nota Kesepahaman memang belum dilakukan," tegas Menag.

Sebelumnya diberitakan, akibat tidak adanya kuota dari Arab Saudi, berdampak pada persiapan penyelenggaraan ibadah haji. Sebab, berbagai persiapan yang sudah dilakukan, belum dapat difinalisasi.

Untuk layanan dalam negeri, misalnya kontrak penerbangan, pelunasan biaya perjalanan ibadah haji (Bipih), penyiapan dokumen perjalanan, penyiapan petugas, dan pelaksanaan bimbingan manasik, semuanya baru bisa diselesaikan apabila besaran kuota haji sudah diterima dari Saudi.

Demikian pula penyiapan layanan di Saudi, baik akomodasi, konsumsi, maupun transportasi, belum bisa difinalisasi karena belum ada kepastian besaran kuota, termasuk juga skema penerapan protokol kesehatan haji, dan lainnya.

Baca juga: KUOTA Haji 2021, Menag Yaqut Cholil Qoumas: Arab Saudi Belum Beri Kepastian

Baca juga: Finalisasi Pelayanan Ibadah Haji 2021 Tunggu Kepastian Arab Saudi, Kemenag akan Buat Keputusan

"Itu semua biasanya diatur dan disepakati dalam MoU antara negara pengirim jemaah dengan Saudi. Nah, MoU tentang persiapan penyelenggaraan ibadah haji tahun 1442H/2021M itu hingga hari ini belum juga dilakukan," tuturnya.

"Padahal, dengan kuota 5% dari kuota normal saja, waktu penyiapan yang dibutuhkan tidak kurang dari 45 hari," lanjut Menag.

Hal lain yang menjadi pertimbangan adalah dampak dari penerapan protokol kesehatan yang diberlakukan secara ketat oleh Saudi karena situasi pandemi. Pembatasan itu bahkan termasuk dalam pelaksanaan ibadah.

Berkaca pada penyelenggaraan umrah awal tahun ini, pembatasan itu antara lain larangan salat di Hijir Ismail dan berdoa di sekitar Multazam. Shaf saat mendirikan salat juga diatur berjarak. Ada juga pembatasan untuk salat jemaah, baik di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.

Masjid Nabawi, musim haji 2017.
Masjid Nabawi, musim haji 2017. (KEMENAG.go.id)

Pembatasan masa tinggal juga akan berdampak, utamanya pada penyelenggaraan Arbain. Karena masa tinggal di Madinah hanya tiga hari, maka dipastikan jemaah tidak bisa menjalani ibadah Arbain.

Menag menambahkan, pembatalan keberangkatan jemaah ini berlaku untuk seluruh warga negara Indonesia (WNI) baik dengan kuota haji Indonesia maupun kuota haji lainnya.

Jemaah haji, reguler dan haji khusus, yang telah melunasi Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) tahun 1441 H/2020 M, akan menjadi jemaah haji pada penyelenggaraan ibadah haji 1443 H/2022 M.

“Setoran pelunasan Bipih dapat diminta kembali oleh jemaah haji yang bersangkutan. Jadi uang jemaah aman. Dana haji aman. Indonesia juga tidak punya utang atau tagihan yang belum dibayar terkait haji. Info soal tagihan yang belum dibayar itu hoax," ungkapnya.

Menag menyampaikan simpati kepada seluruh jemaah haji yang terdampak pandemi Covid-19 tahun ini. Untuk memudahkan akses informasi masyarakat, selain Siskohat, Kemenag juga telah menyiapkan posko komunikasi di Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Kemenag juga tengah menyiapkan WA Center yang akan dirilis dalam waktu dekat. (Banjarmasinpost.co.id/mariana)

Baca juga: Update Covid 19 Kalsel: 34.802 Kasus, Dinkes Tunggu Informasi Resmi Vaksin Calon Haji

Baca juga: Layanan Haji Bank Kalsel, Jadi Mudah ke Tanah Suci dengan Menabung di Tabungan Haji Ar-Rahman

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved