BTalk
BTalk, Ketua Prodi Pendidikan Bahasa UM Banjarmasin: Lunturnya Karakter Anak Akibat Pandemi
Penggunaan gadget yang intens oleh anak di masa pandemi menurut Ketua Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia UM Banjamasin dapat mengubah karakternya.
Penulis: Salmah | Editor: Alpri Widianjono
BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARMASIN - Tak bisa dipungkiri, kemajuan teknologi membuat semua terlihat mudah. Namun di sisi lain, teknologi informasi membuat anak lebih aktif dengan gadget.
Bermain dan belajar pun kini serbaonline. Terlebih di saat pandemi Covid-19. Keterpakuan ini akhirnya memberi dampak negatif dalam pembentukan karakter anak.
Silaturahmi, penerapan budaya timur serta agama pun tergerus. Disiplin anak juga mulai sulit dibangun. Bagaimana mengatasi hal ini?
Pada BTalk Banjarmasin Post Bicara Apa Saja, Sabtu (24/7/2021) hal di atas dibahas dalam tema Lunturnya Nilai Karakter Anak di Era Pandemi.
Menurut Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Muhammadiyah (UM) Banjarmasin, Akhmad Syakir MPd, salah satu penyebab perubahan karakter anak itu adalah penggunaan gadget atau gawai.
Baca juga: Divonis PPKM Level IV, Wali Kota Banjarmasin Berharap Tidak Diterapkan Secara Ekstrem
Baca juga: Wakapolres Kotabaru Cek Pos Penyekatan PPKM di Pamukan Barat Perbatasan Kalsel-Kaltim
Memang selama pandemi ini anak lebih akrab dengan gawai. Pertama, gawai untuk keperluan sekolah secara online.
Kedua, gawai menjadi komunikasi dengan teman dan keluarga. Ketiga, gawai menjadi media hiburan atau alat bermain.
"Kita sebagai orangtua harus rajin mengawasi penggunaan gawaia, apakah di saat jam belajar digunakan memang untuk belajar atau malah main game, nonton video atau apa," ulas dosen UM Banjarmasin tersebut.
Saat pakai gawai untuk belajar, maka betul-betul gunakan sesuai peruntukan. Jika anak diberi kesempatan bermain games, maka orangtua jangan biarkan begitu saja, tetapi amati apa games tersebut.
"Saat ini banyak games interaktif yang membuat para pemainnya bisa berkomunikasi satu sama lain. Nah, dari situ kadang muncul kata atau kalimat yang tidak layak, tidak sesuai, kasar. Bagi mereka itu hal biasa, tapi tentunya bagaimana pun itu tidak boleh diucapkan," papar Syakir.

Adapula games yang bernuansa kekerasan, sehingga memengaruhi prilaku anak. Apalagi anak itu biasanya suka mencoba atau meniru sesuatu dari yang ia lihat.
"Begitupula media sosial atau aplikasi hiburan yang kerap kita lihat dalam komunikasi teks, chat atau video menggunakan bahasa gaul, bahasa daring yang konotasinya kasar, ini juga dapat membentuk karakter," kata dosen di UM Banjarmasin ini.
Dengan penggunaan gawai yang tidak tepat akhirnya membentuk cara bersikap, cara berbahasa anak terhadap orangtua dan orang lain.
"Hal penting bagi orangtua adalah. Awasi penggunaan gawai dan periksa isi gawai anak. Jika ada yang tidak tepat, maka orangtua berikan bimbingan agar anak terpandu dan tepat dalam penggunaan gawai," terang Syakir.
Sinergi antara orangtua, guru dan anak juga harus diintensifkan. Sebaiknya pula ada sesi konsultasi antara orangtua dan guru secara online. Orangtua bisa bertanya bagaimana pemberlakuan atau pola-pola di sekolah dalam pembentukan karakter.
Baca juga: Banjarmasin Masuk PPKM Level 4, PTM Terbatas Terancam Dihentikan
Baca juga: Utamakan untuk Rumah Sakit, Satgas Oksigen Kalsel Setop Suplai untuk Industri