Ekonomi dan Bisnis
Asita Kalsel Sebut Pemberlakuan PCR Jadi Penghambat Pulihnya Pariwisata
Menurut Boy Rahmadi Nafarin, Sekretaris DPD Asita Kalsel, RT PCR dirasakan menjadi penghambat untuk industri pariwisata di Kalsel
Penulis: Salmah | Editor: Hari Widodo
BANJARMASINPOST.CO.ID - Pemberlakukan RT PCR bagi penumpang pesawat dirasakan para pebisnis travel dirasakan menjadi kendala menuju pulihnya jasa usaha perjalanan wisata.
Menurut Boy Rahmadi Nafarin, Sekretaris DPD Asita Kalimantan Selatan, RT PCR dirasakan menjadi penghambat untuk industri pariwisata di Kalsel.
Meski harga test PCR diturunkan, tapi jika ketentuan ini diberlakukan untuk semua moda transportasi, akan membuat biaya perjalanan wisata jadi membengkak.
"Ini yang akan membuat orang-orang berpikir dua kali untuk berwisata," jelasnya, Rabu (27/10/2021).
Baca juga: Presiden Jokowi Minta Harga PCR Turun Rp 300 Ribu, di Kalsel Masih Rp 500 Ribu
Baca juga: Harga Tes PCR Diminta Turun Menjadi Rp 300 Ribu, Dinkes Banjarmasin Tunggu Surat Resmi
Boy mempertanyakan kebijakan penerapan PCR ditengah pelaksanaan protokol kesehatan.
Mereka juga bertambah bingung, karena seseorang yang sudah divaksin masih wajib melakukan PCR untuk berpergian ke luar provinsi
"Mestinya pemerintah janganlah terlalu cepat membuat aturan baru, mesti dipikirkan dulu dengan matang, bisa dengan solusi yang terbaik," jelasnya.
Memang pemerintah katanya sudah melakukan kajian, melihat, belajar dari kejadian covid gelombang ketiga di negara lain yang melonggarkan protokol kesehatan.
"Hingga saat ini masih diberlakukannya tes PCR bisa dikatakan tidak ada pergerakan untuk menghidupkan pariwisata, dengan aturan yang terbaru ini," jelasnya.
Pihaknya berharap segera pemerintah mencari solusi terbaik khususnya untuk industri pariwisata yang sudah lama mati suri.
Baca juga: UPDATE Covid-19 Kalsel: Dinkes Tegaskan Syarat PCR untuk Lindungi Masyarakat
Pihaknya melalui DPP Asita pusat kemarin mencoba memberikan masukan untuk industri pariwisata, agar bisa bergerak dan bisa bejalan kembali dengan menerapkan protol kesehatan yang tidak memberatkan di sisi finansial.
Karena kebijakan aturan protokol kesehatan itu melalui pusat, sehingga pemerintah daerah juga tidak bisa berbuat banyak, sebagaimana penerapan PPKM berlevel. (banjarmasinpost.co.id/salmah saurin)
