Berita Banjarmasin
Korupsi Kalsel - Sidang Gratifikasi Pengadaan Alkes RSUD Ulin, Penuntut Umum Hadirkan Saksi Ahli
Sidang perkara dugaan korupsi gratifikasi pengadaan alat kesehatan (alkes) RSUD Ulin Banjarmasin menghadirkan saksi ahli
Penulis: Achmad Maudhody | Editor: Hari Widodo
BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARMASIN - Sidang perkara dugaan korupsi gratifikasi pengadaan alat kesehatan (alkes) RSUD Ulin Banjarmasin dengan terdakwa Subhan dan Suriawan Halim kembali digelar di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Senin (10/1/2021).
Dipimpin Ketua Majelis Hakim, Yusriansyah, kedua terdakwa yang ditahan di Direktorat Tahti Polda Kalsel hadir secara daring dalam sidang dengan agenda permintaan keterangan saksi ahli ini.
Saksi Ahli Pidana yang merupakan Guru Besar Universitas Pancasila, Agus Surono dihadirkan secara daring pula oleh Jaksa Penuntut Umum.
Menjawab pertanyaan dari Jaksa Penuntut Umum, Adi Suparna, Saksi Ahli dalam keterangannya menjabarkan terkait delik dan klasifikasi gratifikasi yang masuk dalam jenis tindak pidana korupsi.
Baca juga: Korupsi Kalsel : Divonis 1 Tahun dan Denda Rp 100 Juta, Mantan Sekda Tanbu Langsung Banding
Baca juga: Kasus Dugaan Gratifikasi Pengadaan Alkes RSUD Ulin, Polda Kalsel : Alkes Berupa Tempat Tidur Pasien
Baca juga: Polda Kalsel Mintai Keterangan 11 Saksi Kasus Dugaan Gratifikasi Pengadaan Alkes RSUD Ulin
Agus menyebut, gratifikasi pada dasarnya adalah pemberian hadiah kepada seseorang yang merupakan pegawai negeri atau penyelenggara negara agar melakukan kewajibannya atau tidak melakukan kewajibannya.
"Tidak ada batas nominal atau nilai untuk diklasifikasikan sebagai gratifikasi. Bahkan pemberian janji pun dapat dikualifikasikan sebagai gratifikasi," kata Agus.
Kepada Saksi Ahli, tim penasihat hukum terdakwa, Hendra Fernadi, Aditya Nugraha dan Hidayatullah menggali lebih dalam terkait kualifikasi gratifikasi.
Mereka menanyakan, apakah jika penerima hadiah meskipun merupakan seorang pegawai negeri namun tidak memiliki kewenangan untuk membuat suatu keputusan dalam bidang kerjanya juga dikualifikasikan sebagai gratifikasi.
Atas hal ini, Saksi Ahli mengatakan, bahwa dalam hukum pidana ada yang disebut sebagai penyertaan tindak pidana seperti yang dimaksud dalam Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP.
Saksi Ahli memaparkan, merujuk pada konstruksi Pasal 55, barang siapa yang menyuruh melakukan sesuatu, melakukan sesuatu atau turut serta melakukan sesuatu perbuatan yang masuk dalam kualifikasi pidana dalam hal ini gratifikasi maka ini dikualifikasi sebagai pelaku.
"Nah kalau Pasal 56 itu sifatnya meskipun penerima tadi tidak mengetahui pasti apa maksud dari pemberi melakukan pemberian ini sudah terkualifikasi sebagai deelneming (penyertaan tindak pidana)," kata Saksi Ahli.
Pasca menggali substansi hukum terkait perkara yang disidangkan, Majelis Hakim selanjutnya kembali menunda persidangan untuk dilanjutkan dengan agenda selanjutnya pada Senin (17/1/2022).
Ditemui pasca persidangan, Tim Kuasa Hukum terdakwa menyebut, pihaknya tak sepakat dengan keterangan Saksi Ahli yang dihadirkan Penuntut Umum.
"Klien kami ini bukan sebagai pemegang kebijakan dalam struktur kerjanya. Apalagi pelaksanaan pengadaan juga menggunakan e-katalog, artinya tidak ada proses lelang konvensional semua mengikuti sistem yang sudah ada," kata Hendra Fernadi.
Baca juga: VIDEO Korupsi Banjarmasin, Sidang Tipikor Dugaan Gratifikasi Pengadaan Alkes RSUD Ulin
"Tapi bagaimanapun kami tetap menghormati pendapat Saksi Ahli," timpal Aditya Nugraha.
Pada sidang selanjutnya, Tim Kuasa Hukum berencana pula akan menghadirkan saksi.
Meskipun hal itu kata dia akan lebih dulu dikonsultasikan dengan kliennya. (Banjarmasinpost.co.id/Achmad Maudhody)