Opini Publik
Bapak Pembangunan dan Intelektual Religius (Mengenang H Muhammad Said)
Di masa Pak Said banyak sekali dibangun bangunan strategis yang masih bisa kita nikmati hingga sekarang.
Oleh: Ahmad Barjie B (Penulis Buku Mengenang Ulama dan Tokoh Banjar)
BANJARMASINPOST.CO.ID - WAFATNYA Ir H Muhammad Said, Kamis 17 Februari 2022, tidak hanya duka bagi keluarga besar, melainkan juga masyarakat Kalsel umumnya. Dari deretan gubernur Kalimantan dan Kalimantan Selatan selama ini, Pak Said paling lama menorehkan pengabdiannya.
Dimulai dari Gubernur Kalimantan Ir PM Noor, 1945-1950, Dr Murjani 1950-1956, RT Arya Milano 1956-1957. Selanjutnya Kalimantan dibagi menjadi empat provinsi dengan Gubernur Kalsel selanjutnya H Syarkawi (1957-1959), H Maksid (1957-1963), H Abrani Sulaiman (1963-1968), M Yamani (1968-1970), H Soebardjo Surjosaroso (1970-1980), Mistar Tjokrokoesoemo (1980-1984), HM Said (1984-1995), Gt Hasan Aman (1995-2000), Sjachriel Darham (2000-2005), Rudy Ariffin (2005-2015), dan Sahbirin Noor (2015-2025).
Sebelum menjadi gubernur, Pak Said menduduki wakil gubernur, sehingga ketika Pak Mistar wafat (1984) otomatis beliau menggantikannya untuk sisa masa jabatan dan gubernur definitif dua periode sesudahnya.
Jauh sebelumnya, Pak Said kelahiran Kandangan 8 September 1936, setelah lulus Fakultas Teknik Sipil UGM Yogyakarta 1963 langsung menjadi pegawai di lingkungan PU Kabupaten HSS 1964 dan kemudian di tingkat Kalsel sampai karier puncaknya sebagai gubernur.
Usai menjadi gubernur dan ketika masih sehat, Pak Said juga sempat menjadi anggota DPD-RI bersama H Ahmad Makkie dan beberapa tokoh Kalsel lainnya.
Komitmen Membangun
Banyak hal perlu digarisbawahi ketika mengenang kepemimpinan Pak Said sebagai kepala daerah. Para tokoh, mantan pejabat, wartawan dan orang-orang yang pernah dekat dengan beliau tentu memiliki catatan masing-masing.
Beliau patut disebut sebagai Bapak Pembangunan Kalsel, sesudah predikat yang sama pernah diberikan kepada gubernur pertama dan pahlawan nasional asal Kalsel Ir PM Noor (1901-1979).
Pengabdian Pak Said membangun Kalsel tidak mudah, sebab di masa lalu selain dana pembangunan kurang, juga masih bercampur dengan aroma dan kepentingan politik.
Sekian lama Kalsel dianggap daerah perlawanan terhadap pusat, karena salah seorang tokoh Kalsel yang juga pahlawan nasional Brigjen TNI Purn H Hassan Basry sebagai Pangdam X Lambung Mangkurat dulu cenderung beroposisi terhadap Presiden Bung Karno.
Masuk era Ordebaru, Kalsel juga menjadi lumbung suara Partai NU yang kemudian menjadi PPP yang dipusat diketuai tokoh Kalsel yang belakangan juga menjadi pahlawan nasional DR KH Idham Chalid.
Akibatnya, perolehan suara Golkar sebagai partai pemerintah, di Kalsel cenderung stagnan bahkan kalah dibanding Partai NU dan PPP.
Akibatnya sejumlah gubernur Kalsel dan bupati/walikota direkrut dari kalangan tokoh militer dari Jawa dan sisi lain pembangunan cenderung terabaikan.
Pak Said sebagai tokoh Kalsel agaknya menjadi taruhan. Apabila berhasil menaikkan suara Golkar, maka selain gubernur-gubernurnya ke depan akan diberikan kepada putra-putra daerah, pembangunan juga akan lebih ditingkatkan.
Dalam posisi sulit ini, Pak Said menghadap DR KH Idham Chalid di Jakarta. Idham Chalid sebagai tokoh nasional dan putra Banjar pun memaklumi keadaan ini.