Korupsi di Kalsel
Jadi Saksi Sidang Korupsi Proyek Irigasi HSU, Abdul Wahid Sebut Setor Dana ke Oknum Kemenkeu
Bupati HSU Non-Aktif, Abdul Wahid hadir di Pengadilan Tipikor Banjarmasin sebagai saksi kasus Korupsi Proyek Irigasi HSU
Penulis: Achmad Maudhody | Editor: Hari Widodo
BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARMASIN - Mengenakan rompi oranye bertulisan Tahanan KPK, Bupati Hulu Sungai Utara (HSU) Non-Aktif, Abdul Wahid tiba di Pengadilan Tipikor Banjarmasin sekitar pukul 11.50 Wita, Rabu (9/3/2022).
Dijaga ketat petugas termasuk personel Sat Brimob Polda Kalsel bersenjata lengkap sejak tiba di Bandara Internasional Syamsuddin Noor di Banjarbaru, Abdul Wahid langsung menuju ruang sidang saat tiba di Pengadilan Tipikor.
Ia dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum KPK sebagai saksi dalam sidang perkara korupsi proyek irigasi di Kabupaten HSU dengan terdakwa Mantan Plt Kepala Dinas PUPRP HSU, Maliki.
Pada sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim, Jamser Simanjuntak ini, sejumlah pertanyaan dilontarkan penuntut umum, penasihat hukum dan Majelis Hakim untuk menggali kesaksian Abdul Wahid atas perkara tersebut.
Baca juga: Sidang Korupsi Proyek Irigasi HSU, Penerima Dana Fee Berkode A.1 adalah Bupati Non-Aktif Abdul Wahid
Baca juga: Jadi Saksi Sidang Korupsi Proyek Irigasi HSU, Plt Kepala PUPRP Akui Setor Rp 500 Juta ke Bupati
Baca juga: Sidang Korupsi Proyek Irigasi HSU, Jaksa Ungkap Terdakwa Setor Fee 15 Persen Kepada Bupati Non Aktif
Dalam kesaksiannya, Abdul Wahid tetap membantah telah meminta fee kepada para pejabat di Dinas PUPRP HSU dari setiap proyek pekerjaan di dinas tersebut.
Ia menyebut, memang meminta kepada terdakwa sebagai Plt Kepala Dinas PUPRP HSU dan para Kepala Bidang di dinas tersebut untuk menyiapkan dana untuk diserahkan kepada seorang oknum Kementrian Keuangan (Kemenkeu).
Menurutnya, di pemerintah pusat, biasanya Kementrian Keuangan. Biasanya, melakukan lobi dengan Kemenkeu untuk mendapatkan tambahan anggaran dari pusat untuk daerah.
"Jadi kalau terkait itu biasanya (ditanya). Misal HSU perlu kah tambahan anggaran, saya bilang perlu. Ditanya, bisa kah membayar komitmen, saya bilang saya usahakan. Ini lah yang kami bicarakan dengan para kepala bidang ini termasuk Pak Maliki," lanjutnya.
Namun ketika ditanya siapa nama oknum yang dimaksud, Abdul Wahid mengaku lupa nama orang tersebut.
Meski demikian, Abdul Wahid tak membantah pernah beberapa kali menerima uang yang diserahkan oleh Maliki melalui perantara termasuk ajudan atau petugas jaga di rumah dinasnya.
Dimana penuntut umum juga menunjukkan foto-foto barang bukti berupa uang tunai dengan total lebih dari Rp 3 miliar yang disita penyidik dari kediaman dinas Abdul Wahid.
Abdul Wahid mengaku, kepadanya Maliki menyebut bahwa uang tersebut merupakan honor untuk Bupati.
"Pernah tahun 2019 kami pernah didatangi Maliki, dia menyampaikan Rp 120 juta dan dia bilang uang itu honor untuk saya. Kemudian 2020 ada menyerahkan 100 juta lewat anak buah, disampaikan juga itu honor. Lalu setengah bulan setelahnya ada lagi Rp 20 juta. Saya tidak tahu honor apa, tidak saya tanyakan itu apa," ujar Abdul Wahid.
Sedangkan saat ditanya apakah Ia juga menerima uang senilai total Rp 500 juta dari Maliki untuk memberi restu kepada Maliki untuk ditunjuk menjabat sebagai Plt Kepala Dinas PUPRP HSU, Abdul Wahid membantah.
Sejumlah kesaksian Abdul Wahid dalam sidang ini langsung dinyatakan tidak benar oleh terdakwa Maliki saat Ia diberi kesempatan oleh Majelis Hakim memberikan tanggapan.