Berita Batola
Kapasitas TPA Tabing Rimbah Batola Sudah Tak Mumpuni, Kirim ke Banjarbaru Biaya Membengkak
Kapasitas TPA Tabing Rimbah, Mandastana, Batola sudah tidak ideal dengan tumpukan sampah yang menggunung
Penulis: Muhammad Tabri | Editor: M.Risman Noor
BANJARMASINPOST.CO.ID, BATOLA - Kapasitas TPA Tabing Rimbah, Mandastana, Batola sudah tidak ideal dengan tumpukan sampah yang menggunung.
Dioperasikan sejak 2012 silam, kondisi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Tabing Rimbah yang berlokasi Desa Tabing Rimbah, Kecamatan Mandastana, Kabupaten Barito Kuala sudah terbilang mengalami over capacity.
Sel sampah yang berukuran minimalis, 80 × 60 meter persegi telah menjadi gunung menjulang. dengan tinggi berkisar 12 hingga meter. Pemandangan ini pun nampak kontras dibandingkan permukaan tanah di sekitarnya, yang merupakan kawasan rawa dan hutan galam.
Disampaikan Supardi Kepala UPT TPA Tabing Rimbah, kondisi sel penampungan sampah yang dikelola sudah kurang ideal. Jika terus dipaksakan menimbun maka akan beresiko besar bagi operator exavator bekerja, karena terlalu curam.
Baca juga: Kabar Terbaru Rektor Universitas Lampung dan Rekan yang Ditangkap KPK, Ditahan Terpisah
Baca juga: Meriahkan HUT-ke-77 Kemerdekaan RI, Gantangan PMC Tabalong Gelar Lomba Burung Berkicau
"Dengan luasan 80 × 60 persegi, maksimal penumpukan setinggi 15 meter, dan itu sukar dilakukan," ungkap Supardi baru-baru tadi.
Lelaki ramah ini pun menuturkan, sejak Mei 2022 lalu, pihaknya telah menerapkan skema pengiriman sampah dari Batola ke TPA Regional Banjarbakula, di Banjarbaru.
Hal ini berkenaan tidak memungkinkannya penampungan di TPA Tabing Rimbah, sehingga mencari solusi lain agar sampah di Batola tetap terkelola dengan baik.
Per hari, angkutan sampah sebanyak empat ret dibawa ke TPA Banjarbakula dengan rata-rata mencapai 20 ton. Angka ini merupakan seperlima produksi sampah di Batola yang mencapai 25 hingga 30 ton per hari.
Menanggapi kapasitas sel yang sudah tidak sepadan, Supardi juga berharap adanya penambahan sel baru. Agar pengelolaan di TPA Tabing Rimbah bisa berlangsung normal.
Alasan tersebut juga dimaksudkan sebagai solusi bahwa pengiriman sampah ke TPA Banjarbakula juga memakan biaya yang tidak sedikit.
"Per bulan itu bisa mencapai 23 juta rupiah, untuk biaya menampung dan transportasi pengangkutan," bebernya.
Kondisi ini tentunya tidak bisa dipertahankan selamanya, harus ada upaya penambahan sel baru agar bisa di kelola di tempat sendiri.
Masih dari cerita Supardi, wacana penambahan sel baru memang sudah terpikirkan sejak 2017 lalu, bahkan pihak konsultan telah mengkaji terkait Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) dan kelengkapan lainnya. Namun rencana tersebut belum terealisasi hingga saat ini.
Salah satu yang menjadi pertimbangan adalah lahan yang ada merupakan kawasan rawa, sehingga memerlukan anggaran yang lebih besar. Untuk ukuran 100 × 100 meter persegi, setidaknya diestimasi 10 milyar rupiah.
Terbaru, 2 Agustus 2022 tadi pihak terkait dan konsultan kembali disosialisasikan terkait Amdal TPA Tabing Rimbah di Kecamatan Mandastana.
"Setelah langkah ini rampung berikutnya akan diajukan ke Kementerian melalui Balai Pelaksana Wilayah," terang Supardi.
Terkait melimpahnya produksi sampah di Batola dari pantauan yang ada di TPA Tabing Rimbah dikarenakan masyarakat tidak begitu jeli dalam memilahnya.
Pengalaman ini dituturkan Muh, petugas yang bekerja di kawasan TPA Tabing Rimbah saat dijumpai reporter Bpost, Minggu (21/8) pagi.
"Nampaknya pengelolaan sampah rumah tangga masih kurang selektif dan tidak dipilah. Semua dibuang dan akhirnya mempercepat penumpukan," ujar Muh.
Warga asal Karawang Jawa Barat ini pun mengatakan, dari ribuan ton sampah yang ia sortir selama ini, masih banyak sampah yang bernilai ekonomis dan dibuang begitu saja.
Menurut Muh, seharusnya sampah telah dipilah sebelum dibuang, termasuk sampah organik yang bisa dimanfaatkan sebagai pupuk alami. Sehingga volumenya berkurang dan tidak sebanyak yang biasa diangkut.
Di samping itu, ia juga menyayangkan produksi sampah berupa plastik yang mendominasi, selain tidak dihargai untuk diuangkan, sampah yang satu ini sukar terurai bahkan dengan waktu yang lama.
Terpisah, diungkapkan Mety Monita, Kabid Pengelolaan Sampah Dinas Lingkungan Hidup Batola, hingga saat ini
Produksi sampah di Batola keseluran mencapai 80 per hari. Sedangkan yang terkelola hanya sekitar 30 hingga 40 ton, dengan pengangkutan dari 12 kecamatan.
"Sejauh ini hanya 30 sampai 40 ton itu yang terkelola, karena kita keterbatasan armada dan petugas di lapangan," ujar Mety.
Ia pun membeberkan, penyumbang sampah terbanyak masih didominasi dari Kecamatan Alalak, terutama kawasan Handil Bakti. Ia pun memberikan gambaran, dari 30 ton sampah yang diangkut, 20 ton berasal dari Kecamatan Alalak.
Hal ini dinilai sepadan dengan padatnya penduduk yang ada di perbatasan Banjarmasin ini, belum lagi ditambah pengoperasian rumah makan dan lainnya.
"Jadi untuk Kecamatan Alalak, delapan dari 14 armada truk itu fokus pengangkutannya dari sana, sisanya banyu menyebar di 11 kecamatan," ucapnya.
Menyikapi kondisi ini Mety pun berharap, selain armada pengangkut, petugas kebersihan juga idealnya ditambah. Karena jelas pengelolaan sampah masih belum maksimal, meskipun harus menyesuaikan lagi dengan anggaran yang ada. (banjarmasinpost.co.id/muhammad tabri)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/banjarmasin/foto/bank/originals/tumpukan-sampah-setinggi-12-meter-di-tpa-tabing-rimbah-batola.jpg)