Religi
Hukum Mengambil Mangga di Tanah Tidak Diurus Pemiliknya, Buya Yahya Imbau Tak Asal Comot
Pendakwah Buya Yahya menjelaskan hukum mengambil mangga di tanah yang tidak diketahui pemiliknya.
Penulis: Mariana | Editor: M.Risman Noor
BANJARMASINPOST.CO.ID - Pendakwah Buya Yahya menjelaskan hukum mengambil mangga di tanah yang tidak diketahui pemiliknya.
Dituturkan Buya Yahya, setiap tempat atau wilayah ada orang yang bertanggung jawab pada lahan tersebut, tak terkecuali pohon mangga.
Buya Yahya menekankan sebaiknya tidak membiasakan diri mengambil sesuatu yang diketahui bukan milik sendiri atau tak merasa memilikinya.
Mangga atau mempelam adalah nama sejenis buah, demikian pula nama pohonnya.
Baca juga: Adab Sampaikan Hajat Kepada Allah SWT, Ustadz Abdul Somad Jelaskan Diawali Shalat 2 Rakaat
Baca juga: Masjid yang Akan Dibangun di Setdaprov Tetap Gunakan Nama Ulama di Kalsel
Uniknya pohon mangga yang sudah besar bisa tetap tumbuh dan berbuah, meski tidak terawat sebagaimana awal-awal tumbuh.
Buya Yahya menjelaskan pohon mangga yang tumbuh di suatu lahan harus diketahui dulu pemilik lahannya.
"Kalau disitu rumah dinas bupati, yang bertanggung jawab adalan bupati, kalau ada pohon mangga ia berhak menikmati selagi menjadi bupati, maka kalau mau ambil mangga izin dulu dengan bupati karena itu wilayahnya," terang Buya Yahya dikutip Banjarmasinpost.co.id dari kanal youtube Al-Bahjah TV.
Karena itu, penting diketahui siapa pemilik lahan yang berhak mengizinkan mangga tersebut boleh diambil atau tidak.
Kaidah dalam Islam yang harus diperhatikan adalah jangan membiasakan diri atau terbiasa mengambil sesuatu yang bukan milik Anda.
Jika ingin menikmati buah mangga sebaiknya bisa membeli mangga di pasar.
Kalaupun terpaksa ingin sekali mencicipi mangga tersebut maka harus meminta izin kepada pemilik atau yang mengurusinya.
"Tidak boleh meniru orang mengambil lalu mengambil juga, tidak boleh seperti itu," imbau Buya Yahya.
Mungkin dari awal yang punya lahan memberikan izin kepada yang menyewa tempat, maka itu boleh namun harus ada ikrar dengan yang punya pohon mangga atau lahan.
Termasuk misalnya kiai punya pondok memiliki pohon buah, meski demikian anak kiai tidak boleh asal ambil buah tersebut.
"Karena itu milik pondok, namun sebagai pemilik, kiai bisa saja mengizinkan santri-santri untuk menikmati buah-buahan tersebut, termasuk kepada seluruh pengurus pondok, kalau salah satu makan sendiri tidak dibenarkan, karena milik semua penghuni pondok," papar Buya Yahya.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/banjarmasin/foto/bank/originals/Buya-Yahya-beri-penjelasan-tentang-Shalawat1.jpg)