Opini Publik

Lebaran Digital, Wajah Baru Berhari Raya

Lebaran digital, demikian saya menyebut fenomena ini sebagai cara baru bagi tidak sedikit kalangan di masyarakat kita dalam berhari raya

Editor: Hari Widodo
Dok BPost Cetak
Prof Widodo Muktiyo, Ketua Dewan Pengawas Perum LKBN Antara. 

Terjadi peningkatan jumlah sebesar 1,17 persen jika dibandingkan dengan data serupa tahun 2022 yang berjumlah 210.026.769 pengguna.

Tingkat penetrasi internet tahun 2023 terhadap laki-laki sebesar 79,32 persen dan terhadap perempuan sebesar 77,36 persen.

Di tingkat global, data dari Statista, sebuah lembaga penyedia data pasar dan konsumen global terkemuka, per Januari 2023 menyebut Indonesia bertengger di ranking ke-4 pengguna internet terbanyak di dunia yakni sebesar 212,9 juta pengguna, setelah Tiongkok (1,050 miliar pengguna), India (692 juta pengguna) dan Amerika Serikat (311,3 juta pengguna).

Sementara jumlah pengguna media sosial di Indonesia menurut laporan We Are Social per Januari 2023 mencapai 167,0 juta pengguna (60,4 persen) dengan jumlah pengguna laki-laki sebesar 53,2 persen dan pengguna perempuan sebesar 46,8 persen.

Agaknya pula, smart phone menjadi platform teknologi komunikasi modern berkoneksi internet paling primadona bagi masyarakat Indonesia yang ikut menyumbang pengaruh signifikan bagi fenomena Lebaran digital ini.

Bisa dikatakan, banyak dari masyarakat Indonesia yang seakan ‘tidak bisa hidup’ tanpa memegang smart phone. Ada gejala nomophobia (no mobile phone phobia). Seolah, mereka ini merasa lebih takut ketinggalan gadget daripada ketinggalan dompet di rumah.

Plus-Minus
Fenomena merebaknya Lebaran ala digital ini tentunya tidak lepas dari ekses plus dan minus-nya. Secara positif, penggunaan beragam teknologi komunikasi digital yang pasti secara faktual banyak mempermudah masyarakat dalam berbagai aktivitas termasuk saat momen Lebaran.

Meski memiliki banyak kemanfaatan, namun Lebaran versi digital ini juga dipandang mengandung sisi-sisi kekurangan dan bisa bersifat tidak terlihat alias laten.

Sebagai salah satu contoh, fenomena saling bermaaf-maafan saat Lebaran yang jika hanya mengandalkan fasilitasi via online sampai batas tertentu bisa mengurangi nuansa “kedekatan dan keakraban”.

Bagi banyak pihak, bertemu fisik langsung secara kejiwaan sampai batas tertentu bisa memunculkan rasa keintiman relasi yang lebih optimal sekaligus memberikan kesan lebih mendalam daripada sekadar bertemu via digital.

Pun, dengan sebagian aktivitas lain khas momen Lebaran yang menggunakan piranti teknologi komunikasi digital, jika secara pribadi tidak berhati-hati bisa rentan menimbulkan problem bagi si penggunanya maupun pihak lain.

Misal saja, saat bertransaksi secara online, jika tidak berhati-hati dalam menjaga identitas pribadi seperti nomor pin rekening bank, maka rentan diretas pihak-pihak lain yang tidak bertanggung jawab. Pada akhirnya kita mungkin bersepakat dengan adagium, teknologi selalu bermata dua.

Teknologi tidaklah netral, demikian deklarasi kaum tekno-realis dalam memandang keberadaan teknologi. Ada banyak manfaat positif dari eksistensi teknologi bagi peradaban manusia, tak terkecuali teknologi komunikasi digital.

Di sisi lain, ada juga sisi-sisi bernuansa negatif yang menyelubungi ekses dari eksistensi teknologi. Memang, teknologi komunikasi digital “bisa mendekatkan yang jauh sekaligus juga bisa menjauhkan yang dekat”.

Meski demikian, di era modern yang serba sangat kompetitif saat ini, kita sungguh tidak bisa menghindarkan diri dari globalisasi teknologi komunikasi digital. Yang dapat kita lakukan adalah berusaha bijaksana dalam meresponsnya sesuai dengan situasi dan kebutuhan diri agar senantiasa tercapai kehidupan berkemajuan yang lebih baik. Selamat Idulfitri 1444 Hijriah. Minal 'Aidin wal-Faizin. Mohon maaf lahir dan batin. (*)

 

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

Akhir Bahagia

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved