Kolom
Hakikat Halalbihalal
Berikut ini hakikat halalbihalal yang ada di Indonesia saat ini, berawal dari usulan KH Abdul Wahab Chasbullah
Oleh: KH Husin Naparin Lc MA
Ketua MUI Provinsi Kalsel
HALALBIHALAL adalah suatu istilah yang dalam perbendaharaan Bahasa Arab tidak ditemukan. Tradisi halalbihalal awalnya bermula dari gejolak yang terjadi pascakemerdekaan Indonesia yang mana Indonesia menghadapi banyak tantangan, mulai dari kembalinya Belanda hingga persoalan politik.
Di tengah situasi yang bergejolak ini, salah seorang tokoh ulama yakni KH Abdul Wahab Chasbullah mengusulkan untuk mempersatukan elite bangsa, dengan cara saling menghalalkan, memaafkan, menjadikan perbedaan sebagai kekuatan untuk bersama-sama membangun bangsa dan negara.
Demikianlah sehingga dari latar tersebut kata halalbihalal menjadi sebuah tradisi sampai sekarang ini. Halalbihalal artinya adalah saling mengihklaskan segala kekeliruan yang barang kali pernah terjadi antar sesama.
Saling mengikhlaskan tersebut dimaksudkan adalah yang bersifat kerohanian, bukan masalah menyangkut harta benda atau utang piutang; yang artinya kalau ada utang piutang bukan berarti utang piutang itu lunas.
Istilah halalbihalal ini juga menjadi suatu istilah yang merujuk pada upaya untuk menyambung dan mempererat tali silaturrahmi hubungan antarsesama umat Islam dan juga dengan masyarakat lainnya.
Demikanlah acara halalbihalal yang lazim biasanya diadakan sesudah hari Raya Idul Fitri; dimana pada bulan Ramadan kita umat Islam melaksanakan ibadah puasa Ramadan, dengan pengertian umat Islam mengentalkan hubungan dirinya masing-masing dengan Allah SWT dan setelah Idulfitri mereka memperbaiki hubungan antarsesama umat Islam yaitu yang dikenal dengan istilah “Ukhuwah Islamiyah”. Dan juga hubungan antarpersaudaraan sebangsa dan setanah air yang dikenal dengan istilah “Ukhuwah Wathaniyah serta mempererat hubungan antarseluruh umat manusia yang dikenal dengan istilah “Ukhuwah Basyariyah”.
Namun demikian, saling mengikhlaskan jika ada kekeliruan sebaiknya tidak hanya dilakukan menunggu datangnya momentum hari Raya Idulfitri tetapi dilakukan setiap saat, begitupun mempererat tali silaturrahmi minimal jika tidak bisa berkunjung ketempat saudara-saudara kita maka doakanlah mereka. Karena mendoakan yang baik-baik terhadap sesama itu merupakan sebuah ibadah yang paling mudah untuk dilakukan.
Ada satu faidah, apabila ada di antara saudara kita yang seiman meninggal maka antarkanlah jenazahnya ke kuburnya dan doakanlah dia. Dalam hal mengantar mayat atau jenazah ke kuburnya setelah disalatkan; ada dua versi umat Islam.
Pertama ada yang dibacakan talqin di atas kuburnya dan yang kedua, ada yang langsung mendoakan mayat baik dengan Bahasa Arab atau dengan Bahasa Indonesia. Ada juga setelah mayat dikuburkan, kuburannya ditunggu selama tiga hari tiga malam oleh orang-orang yang sengaja diminta untuk membacakan Al-Qur’an selama itu.
Hal ini barang kali memang tidak ada pada zaman Rasulullah Saw tetapi dipandang baik oleh umat Islam karena dibacakan Al-Qur’an diatas kubur yang itu tidak ada larangan sehingga tidak perlu untuk dipertentangkan. Setelah jenazah dikuburknan dianjurkan dibacakan surah tabarak dengan harapan dia dapat menjawab pertanyaan munkar dan nakir.
Kepada kita juga sangat dianjurkan berziarah ke kubur khususnya kuburan orang tua minimal satu minggu sekali dan lebih bagus dilakukan sesudah salat Jumat. Menurut keterangan bahwa kubur yang dibacakan Al- Qur’an di atasnya, khususnya Surah Yasin maka jika jenazah di dalam kubur itu disiksa niscaya siksanya diringankan.
Demikianlah hakikat halalbihalal sebagai sebuah sarana bagi kita untuk saling mengikhlaskan dan mempererat tali silaturahmi antarsesama umat Islam serta saling mendoakan, baik doa mendoakan dengan sesama yang masih hidup dan juga mendoakan saudara-saudara seiman yang mendahului kita berpulang ke sisi Allah SWT. (*)
Dapatkan informasi lainnya di Googlenews, klik : Banjarmasin Post

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.