Tahun Baru Islam 2023

Doa Awal Tahun Baru Islam, Simak Penjelasan Buya Yahya dan Khalid Basalamah  Soal Pergantian Tahun

Berikut bacaan Doa Awal Tahun yang biasa dilafazkan. Simak penjelasan Buya Yahya dan Ustadz Khalid Basalamah tentang pergantian tahun baru ini

Penulis: Mariana | Editor: Irfani Rahman
Arrazi Ibrahim
Ilustrasi berdoa. Inilah bacaan doa awal tahun. Hari ini kita telah memasuki Tahun Baru Islam 1445 H/2023 

Dia menambahkan, di Indonesia, setiap orang memiliki hak untuk menyampaikan sesuatu. “Saya juga punya hak untuk menyampaikan apa yang saya pelajari. Kan gitu,” katanya.

Dijelaskan Khalid Basalamah, hal ini belum pernah diriwayatkan bahwa Nabi SAW merayakan, ataupun kiyai dengan alasan apapun.

“Lomba kuda kah, lomba manakah, nggak pernah ada sama sekali,” ucapnya.

Oleh karenanya, tidak perlu diadakan, karena jika hal ini sudah pernah terjadi, maka tahun berikutnya sudah pasti akan diadakan lagi.

“Karena kalau anda buka itu, nanti tahun depan akan ada lagi. Nanti dari cerdas cermat pindah ke ini, pindah ke itu,” ujar Ustadz Khalid Basalamah.

Menurutnya, dia menjelaskan ini agar supaya tetap menjaga kemurnian dari syariat tersebut, namun dia tak bisa melarang untuk melakukannya.

“Anda mau lakukan silahkan saja. Jangan salahkan saya tapi, karena saya punya hak untuk menyampaikan apa yang saya tahu,” jelasnya.

“Karena itu jika dibiarkan saudaraku, maka akan banyak embel-embelnya, banyak bunga-bunganya,” katanya.

Keterangan Muhammad Abduh Tuasikal

Dalam menghadapi tahun baru hijriyah atau bulan Muharram, Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal juga memberikan penjelasan yang dikutip Rumaysho.

Menurutnya, sebagian kaum muslimin salah dalam menyikapi tahun baru Islam.

Bila tahun baru Masehi disambut begitu megah dan meriah, maka mengapa kita selaku umat Islam tidak menyambut tahun baru Islam semeriah tahun baru masehi dengan perayaan atau pun amalan?

Satu hal yang mesti diingat bahwa sudah semestinya kita mencukupkan diri dengan ajaran Nabi dan para sahabatnya.

Jika mereka tidak melakukan amalan tertentu dalam menyambut tahun baru Hijriyah, maka sudah seharusnya kita pun mengikuti mereka dalam hal ini.

Bukankah para ulama Ahlus Sunnah seringkali menguatarakan sebuah kalimat,

لَوْ كَانَ خَيرْاً لَسَبَقُوْنَا إِلَيْهِ

“Seandainya amalan tersebut baik, tentu mereka (para sahabat) sudah mendahului kita melakukannya.”

Inilah perkataan para ulama pada setiap amalan atau perbuatan yang tidak pernah dilakukan oleh para sahabat.

Mereka menggolongkan perbuatan semacam ini sebagai bid’ah. Karena para sahabat tidaklah melihat suatu kebaikan kecuali mereka akan segera melakukannya.

Sejauh yang kami tahu, tidak ada amalan tertentu yang dikhususkan untuk menyambut tahun baru hijriyah. Dan kadang amalan yang dilakukan oleh sebagian kaum muslimin dalam menyambut tahun baru Hijriyah adalah amalan yang tidak ada tuntunannya karena sama sekali tidak berdasarkan dalil atau jika ada dalil, dalilnya pun lemah.

Dia juga membahas amalan yang keliru dalam menyambut tahun baru.

Sebagian orang ada yang mengkhsuskan puasa dalam di akhir bulan Dzulhijah dan awal tahun Hijriyah.

Inilah puasa yang dikenal dengan puasa awal dan akhir tahun. Dalil yang digunakan adalah berikut ini.

مَنْ صَامَ آخِرَ يَوْمٍ مِنْ ذِي الحِجَّةِ ، وَأَوَّلِ يَوْمٍ مِنَ المُحَرَّمِ فَقَدْ خَتَمَ السَّنَةَ المَاضِيَةَ بِصَوْمٍ ، وَافْتَتَحَ السَّنَةُ المُسْتَقْبِلَةُ بِصَوْمٍ ، جَعَلَ اللهُ لَهُ كَفَارَةٌ خَمْسِيْنَ سَنَةً

“Barang siapa yang berpuasa sehari pada akhir dari bulan Dzuhijjah dan puasa sehari pada awal dari bulan Muharrom, maka ia sungguh-sungguh telah menutup tahun yang lalu dengan puasa dan membuka tahun yang akan datang dengan puasa. Dan Allah ta’ala menjadikan kaffarot/tertutup dosanya selama 50 tahun.”

Lalu bagaimana penilaian ulama pakar hadits mengenai riwayat di atas:

Adz Dzahabi dalam Tartib Al Mawdhu’at (181) mengatakan bahwa Al Juwaibari dan gurunya –Wahb bin Wahb- yang meriwayatkan hadits ini termasuk pemalsu hadits.
Asy Syaukani dalam Al Fawa-id Al Majmu’ah (96) mengatan bahwa ada dua perowi yang pendusta yang meriwayatkan hadits ini.

Ibnul Jauzi dalam Mawdhu’at (2/566) mengatakan bahwa Al Juwaibari dan Wahb yang meriwayatkan hadits ini adalah seorang pendusta dan pemalsu hadits.

Kesimpulannya hadits yang menceritakan keutamaan puasa awal dan akhir tahun adalah hadits yang lemah yang tidak bisa dijadikan dalil dalam amalan. Sehingga tidak perlu mengkhususkan puasa pada awal dan akhir tahun karena haditsnya jelas-jelas lemah.

Lalu, Merayakan tahun baru hijriyah dengan pesta kembang api, mengkhususkan dzikir jama’i, mengkhususkan shalat tasbih, mengkhususkan pengajian tertentu dalam rangka memperingati tahun baru hijriyah, menyalakan lilin, atau membuat pesta makan, jelas adalah sesuatu yang tidak ada tuntunannya.

Karena penyambutan tahun hijriyah semacam ini tidak pernah dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakr, ‘Umar, ‘Utsman, ‘Ali, para sahabat lainnya, para tabi’in dan para ulama sesudahnya.

Yang memeriahkan tahun baru hijriyah sebenarnya hanya ingin menandingi tahun baru masehi yang dirayakan oleh Nashrani. Padahal perbuatan semacam ini jelas-jelas telah menyerupai mereka (orang kafir). Secara gamblang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

”Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka”

(Banjarmasinpost.co.id/Mariana)

Dapatkan informasi lainnya di Googlenews, klik : Banjarmasin Post

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved