Berita Tanahlaut

Air Asin Jadi Mudah Masuk Sawah, Gabungan Kelompok Tani di Kurau Tala Minta Sungai Buatan Ditutup

Petani di Desa Kurau, Tanahlaut juga mengalami gagal panen. Penyebabnya tak hanya kekeringan dan tungro namun masuknya air asin ke sawah

Penulis: BL Roynalendra N | Editor: Hari Widodo
Istimewa
PUSO - Wardani Sabri memperlihatkan tanaman padi di kampungnya yang puso diakibatkan kekeringan, tungro, dan intrusi air laut. 

BANJARMASINPOST.CO.ID, PELAIHARI - Kegagalan panen saat ini juga dialami kalangan petani di Desa Kurau, Kecamatan Kurau, Kabupaten Tanahlaut (Tala), Kalimantan Selatan (Kalsel).

Penyebabnya tak cuma dikarenakan dampak kemarau ekstrem dan serangan penyakit tungro. Lebih dari itu juga disebut-sebut akibat masuknya air laut (asin) yang kini kian masif.

"Dulu air asin dari laut masuk ke sawah hanya pada bulan Agustus. Tapi tahun ini hal itu terjadi sejak Februari lalu," sebut Wardani Sabri, ketua Kelompok Tani Barokah 2, Senin (21/8/2023).

Ia mengatakan air asin dari laut kini mudah menjamah persawahan di kampungnya. Termasuk di beberapa desa tetangga seperti di Desa Kurau Utara dan Handilmaluka di Kecamatan Bumimakmur.

Baca juga: Ribuan Hektare Sawah di Kabupaten Tala Dilanda Kekeringan, Distanhorbun Tegaskan Belum Ada Puso

Baca juga: Terdampak Kekeringan dan Serangan Tungro, Padi Lokal di Tambaksarinah Tala Banyak Gagal Panen

Baca juga: Daerah Terdampak Kemarau di Indonesia Capai 63 Persen, Prakiraan BMKG Berlangsung Hingga September

Hal tersebut, paparnya, efek dari pembangunan sungai buatan yang dilakukan pemerintah daerah sekitar tahun 2017 lalu di sekitar lokasi PT STI di wilayah Desa Padangluas Kecamatan Kurau.

"Sungai buatan di STI itu dulu memang sudah lama ada, namun tak sampai ke laut. Nah, sekitar 2017 lalu oleh pemda dilanjutkan hingga tembus ke laut lepas, laut Jawa," papar Wardani.

Akhirnya, air dari laut yang menjangkau sungai alam di Kurau menjadi dekat hanya sekitar dua kilometer. Sedangkan pada jalur alami sungai setempat untuk sampai ke laut mencapai sekitar lima kilometer, ini pun lebih dulu terhubung ke Sungai Barito atau tidak langsung tersambung ke laut lepas.

Kondisi tersebut kian diperparah oleh ganasnya abrasi di alur sungai buatan tersebut. Saat awal dikeruk, lebarnya hanya sekitar sepuluh meter namun saat ini telah mencapai sekitar 25 meter sehingga volume air laut yang merangsek menuju ke sungai di Kurau juga kian berlipat ganda.

"Kalau dulu tidak begitu terasa dampaknya karena walau air laut masuk namun tidak begitu banyak ketika lebar sungai masih 10-an meter. Sekarang sudah mencapai 25 meter, banyak sekali air laut yang masuk sehingga akhirnya dampak air asinnya menjadi nyata merusak tanaman padi kami," sebut Wardani.

Ia mendapat informasi dari temannya sesama petani di Desa Handilnegara dan Kalibesar bahwa saat ini air asin juga mulai masuk. Padahal dua desa itu letaknya di hulu, jauh dari sungai di Kurau.

Wardani mengatakan saat Bupati Tala H Sukamta menghadiri acara Manunggal Tuntung Pandang di Kurau pada Juli lalu, dirinya bersama seluruh ketua kelompok tani di Kurau telah meminta kepada Bupati agar sungai buatan tersebut ditutup kembali.

"Kami minta aliran air dikembalikan seperti semula karena keberadaan sungai buatan itu bagi petani tidak ada manfaatnya, justru merugikan karena menyebabkan air asin menjadi mudah masuk ke sawah," sebutnya.

Namun diakuinya ada manfaatnya bagi nelayan karena untuk mencapai ke laut menjadi lebih pendek jaraknya.

Tapi, menurutnya,  tidak banyak juga nelayan yang melintasi sungai buatan itu. Jadi, kalau pun sungai itu ditutup, nelayan tetap bisa seperti dulu melintasi sungai alam di Kurau untuk menuju laut meski jaraknya lebih jauh.

Saat itu, jelas Wardani, Bupati mengatakan hal tersebut perlu dilakukan kajian teknis oleh tim teknis kabupaten. Namun sejak itu hingga saat ini tim teknis tak kunjung datang melakukan kajian dampak sungai buatan tersebut.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved