Pemilu 2024

Dewan Guru Khawatir Ganggu Pelajaran, Mahkamah Konstitusi Bolehkan Kampanye di Sekolah

Dewan Pengurus Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mengkhawatirkan kampanye di lingkungan pendidikan dapat mengganggu proses pembelajaran.

Editor: Alpri Widianjono
DOKUMENTASI WARTA KOTA
Gedung Mahkamah Konstitusi di Jalan Medan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat. 

Iman menilai siswa, guru, dan warga sekolah akan sangat rentan dimobilisasi sebagai tim kampanye atau tim sukses para kandidat.

Kondisi demikian juga membuat rentan terjadinya perundungan di sekolah, saat sekolah jadi ruang kampanye Pemilu.

“Sebagai contoh, siswa yang pilihan politiknya berbeda dari pilihan mayoritas murid lain, rentan akan dirundung oleh teman-temannya, apalagi jika materi kampanye kandidat atau parpol sudah mengarah pada isu politik identitas,” ungkap Iman.

Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) juga menyayangkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperbolehkan peserta pemilu berkampanye di fasilitas pendidikan.

Ketua Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti, mengatakan, fasilitas pendidikan adalah ruang netral untuk kepentingan publik.

“Padahal selama ini, tempat pendidikan, dan fasilitas pemerintah menjadi ruang netral untuk kepentingan publik, sehingga dilarang menggunakan fasilitas Pendidikan dan fasilitas pemerintah dijadikan tempat kampanye saat pemilu,” kata Retno Listyarti.

Ia juga menyayangkan keputusan MK memperbolehkan peserta pemilu berkampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan (sekolah dan kampus) sepanjang tidak menggunakan atribut kampanye.

“Secara teknis, nantinya juga akan sulit bagi sekolah saat lembaganya digunakan untuk tempat kampanye di saat proses pembelajaran sedang berlangsung. Hal ini juga berpotensi membahayakan keselamatan peserta didik nantinya”, ujarnya.

Seharusnya, lanjut Retno, kampanye di TK, SD dan SMP tidak diperbolehkan. Karena, siswa di tingkat tersebut belum termasuk usia memilih atau belum memiliki hak pilih.

“Bahkan di SMA dan SMK pun, hanya sebagian peserta didik yang sudah memiliki hak pilih karena sudah berumur 17 tahun, mereka adalah pemilih pemula yang jumlahnya cukup besar dan menjadi target banyak caleg, cabup/cawalkot, cagub dan capres,” urai dia.

Lebih lanjut, kata Retno, tempat pendidikan memang boleh menjadi tempat untuk mempelajari ilmu politik.

Namun, tidak untuk kepentingan politik elektoral tertentu. (Tribun Network/fah/mar/wly)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved