Pemilu 2024

Pemilu 2024 - Kepsek Khawatir Dituduh Tak Netral, KPU Kalsel Tunggu Juknis Kampanye di Sekolah

Menjelang Pemilu 2024. Kampanye di sekolah di Kalsel bisa membuat pemilih pemula melek politik, tapi di sisi lain akan mengganggu belajar mengajar.

Penulis: Eka Pertiwi | Editor: Alpri Widianjono
BANJARMASINPOST.CO.ID/EKA PERTIWI
Wakil Ketua 1 Musyawarah Kerja Kepala Sekolah Provinsi Kalimantan Selatan (MKKS Kalsel), Mukhlis Takwin. 

BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARMASIN - Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) memperbolehkan kampanye politik di sekolah menimbulkan pro-kontra. Tidak terkecuali di Kalimantan Selatan (Kalsel).

Wakil Ketua 1 Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) Kalsel, Mukhlis Takwin, berpendapat, kampanye partai politik, calon anggota legislatif (caleg) dan peserta pemilihan umum (pemilu) lainnya di sekolah ada plus dan minusnya.

Menurut Kepala SMAN 5 Banjarmasin ini, dengan kampanye di sekolah, pemilih pemula menjadi melek politik.

Namun hal ini bisa membuat sekolah tidak netral karena tidak bisa adil melayani semua peserta pemilu. Tentunya yang terdekat adalah Pemilu 2024.

Kalau dilayani semua, lanjut Ketua MKKS Kalsel Mukhlis, maka akan mengganggu proses belajar mengajar.

Baca juga: Dewan Guru Khawatir Ganggu Pelajaran, Mahkamah Konstitusi Bolehkan Kampanye di Sekolah

Baca juga: Rencana Pilkada Dimajukan ke September 2024, Sekda Kalsel: Semakin Cepat Semakin Bagus

Terlebih, siswa kelas XII yang harus belajar untuk menghadapi kelulusan.

“Khawatirnya dituduh mendukung kelompok tertentu. Apalagi jika ada semacam intervensi. Khususnya sekolah negeri, tentu akan merasa bersalah,” kata Sekretaris MKKS Banjarmasin ini, Selasa (22/8/2023).

Oleh karena sudah diputuskan MK, dia berharap ada rambu yang kelas.

“Misalnya, hanya boleh menyampaikan program, tidak boleh membagi sesuatu. Hanya semacam fokus grup diskusi sehingga pemilih pemula lebih leluasa tanya jawab,” ujarnya.

Sementara itu, Evangeline Amanda, siswi SMAN 2 Banjarmasin, mengaku tak keberatan bila caleg atau parpol berkampanye di sekolah.

Baca juga: Komisi Pemilihan Umum Kalsel Harapkan Milenial Terlibat sebagai Penyelenggara Pemilu 2024

Baca juga: Pemilu 2024 Didominasi Pemilih Milenial, Bisakah KPU Kalsel Siapkan TPS di Setiap Kampus?

Hal itu, menurutnya, bagus untuk pendidikan politik pelajar dan pemilih pemula. “Namun tetap harus mengacu aturan,” ujarnya.

Mengenai aturan, anggota KPU Kalsel, Fahmi Failasopa, mengaku masih menunggu petunjuk teknis (juknis) kampanye di sekolah.

“Kami akan lihat putusannya lebih lanjut. Tapi kalau aturan itu diperbolehkan, sebagai penyelenggara kami akan melaksanakan perintah MK,” ujarnya saat mengikuti sosialisasi pemilu serentak 2024 di Kantor Banjarmasin Post Group, Selasa.

Sementara ini, menurut Fahmi, MK membolehkan kampanye di sekolah sepanjang pihak sekolah mengizinkan. Selain itu, calon maupu parpol tetap tak boleh memasang atribut.

Di acara yang sama, Komisioner Bawaslu Kalsel, Akhmad Muklis, menyatakan, menunggu aturan dari KPU. “Intinya, Bawaslu hanya bersifat mengawasi,” ujarnya.

Baca juga: Baliho Bacaleg Bertebaran, Forkopimda Banjarmasin Sepakat Ditertibkan

Baca juga: Komisi Pemilihan Umum Kalsel Imbau Pemilih Cek Rekam Jejak Kontestan Pemilu 2024

MK mengizinkan peserta pemilu berkampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan selama tidak menggunakan atribut kampanye dan atas undangan pengelola.

Hal ini termuat dalam Putusan MK Nomor 65/PUU-XXI/2023 yang dibacakan pada Selasa (15/8).

Dalam perkara itu, dua pemohon, Handrey Mantiri dan Ong Yenni, menilai ada inkonsistensi aturan terkait aturan itu dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Larangan kampanye di tempat ibadah, tempat pendidikan, dan fasilitas pemerintah tercantum tanpa syarat dalam Pasal 280 ayat (1) huruf h. Namun, pada bagian Penjelasan, tercantum kelonggaran yang berbunyi, “Fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan dapat digunakan, jika peserta pemilu hadir tanpa atribut kampanye pemilu atas undangan dari pihak penanggung jawab fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.”

Ketua Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Retno Listyarti, menyampaikan, persyaratan “tanpa atribut” dalam berkampanye di fasilitas pendidikan tidak serta-merta menghilangkan relasi kuasa dan uang.

Baca juga: Hampir Setiap Hari Dilanda Karhutla, Kualitas Udara di Kota Banjarbaru Masuk Kategori Tak Sehat

Baca juga: Karhutla Kalsel - Luas Lahan Terbakar di Kabupaten HST Capai 22,28 Hektare, Warga Khawatirkan ISPA

Sebab, dua hal itu bisa saja disalahgunakan oleh institusi pendidikan untuk mengomersialkan panggung politik di dalam tempat pendidikan.

“Kondisi tersebut jelas berbahaya bagi netralitas lembaga pendidikan ke depannya. Apalagi jika yang berkampanye adalah kepala daerah setempat, relasi kuasa ada dan bahkan bisa menggunakan fasilitas sekolah tanpa mengeluarkan biaya,” ujar Retno dalam keterangannya kepada Kompas.com, Senin (21/8).

(Banjarmasinpost.co.id/Eka Pertiwi/Muhammad Syaiful Riki)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved