Tajuk
Menimbang Bacaleg Mantan Napi
Komisioner KPU Kalsel Nida Guslaili Rahmadina menyatakan tidak ada bacaleg dewan provinsi yang merupakan mantan narapida
BANJARMASINPOST.CO.ID - Ada perasaan senang saat mendengar Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kalimantan Selatan, Nida Guslaili Rahmadina menyatakan tidak ada bakal calon anggota legislatif (bacaleg) dewan provinsi yang merupakan mantan narapidana.
Hal itu disampaikannya setelah KPU Kalsel melakukan penelitian terhadap 690 bacaleg dari 18 partai politik yang masuk Daftar Calon Sementara (DCS).
Demikian pula disampaikan Ketua KPU Banjarmasin Hj Rusnaillah mengenai 629 bacaleg yang masuk DCS anggota dewan kota.
Tapi tunggu dulu. Benarkan KPU telah meneliti secara cermat? Soalnya Indonesian Corruption Watch (ICW) menemukan 15 nama dalam DCS DPR RI yang diumumkan KPU RI pernah menjadi narapidana korupsi.
Memang mereka telah bebas murni sejak lima tahun lalu sehingga bisa mencalonkan diri.
Namun berdasarkan aturan Mahkamah Agung (MA), bacaleg tersebut harus mengumumkan jejak rekamnya di media massa. Terutama yang terlibat kasus korupsi, narkoba dan kejahatan seksual.
Pertanyaannya, apakah mau bacaleg mengumumkan dirinya adalah mantan narapidana korupsi. Partai politik pengusung tentu juga tidak mau mengumumkan bacalegnya mantan narapidana. Itu sama saja bunuh diri.
Semestinya yang harus cermat meneliti dan mengumumkannya adalah penyelenggara pemilu yakni KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Namun itu tidak dilakukan keduanya hingga publik mengetahuinya dari ICW.
ICW bahkan meminta KPU dan Bawaslu mengumumkan bacaleg yang merupakan mantan narapidana. Ini agar masyarakat mengetahui jejak rekam bacaleg tersebut dan bisa menilai serta mempertimbangkannya saat pencoblosan. Dengan demikian masyarakat juga bisa menilai partai politik yang mencalonkannya.
Kita memang tidak bisa membatasi hak seseorang selama dia telah menjalankan kewajibannya. Mantan napi juga punya hak untuk dipilih, karena mereka punya hak memilih. Mereka juga punya hak politik karena telah menjalani hukuman.
Namun yang perlu dipikirkan, apakah partai politik tidak punya orang lain yang bisa dicalonkan dan disodorkan kepada masyarakat. Masih banyak orang yang lebih baik dari mereka.
Jadi semestinya parpol tidak mencalonkan mantan napi dan masyarakat jangan sampai memilih mantan napi sebagai wakil rakyat. Hal ini karena bukan tidak mungkin mereka mengulangi perbuatannya.
Saat ini saja banyak anggota dewan yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), apalagi jika anggotanya banyak mantan napi korupsi. Oleh karena itu sebagai masyarakat, mari kita melacak jejak rekam caleg yang akan kita pilih. (*)

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.