Tajuk

Menghargai Pejalan Kaki

Setiap tanggal 22 Januari diperingati sebagai Hari Pejalan Kaki Nasional di Indonesia. Hari ini diciptakan oleh aktivis dari Koalisi Pejalan Kaki

Editor: Edi Nugroho
Banjarmasinpost.co.id/Helriansyah
Seorang pelajar berjalan di bahu jalan. Tidak bisa memanfaatkan trotoar karena ditempatkan pot bunga di tengah fasilitas umum tersebut, Selasa (24/10/2023). 

Setiap tanggal 22 Januari diperingati sebagai Hari Pejalan Kaki Nasional di Indonesia. Hari ini diciptakan oleh aktivis dari Koalisi Pejalan Kaki dalam rangka memperingati kecelakaan maut yang menewaskan sejumlah pejalan kaki di kawasan Tugu Tani, Kota Jakarta.

Meski tidak begitu banyak diketahui, peringatan Hari Pejalan Kaki Nasional juga bermaksud untuk memperjuangkan keberadaan kawasan khusus yang ramah bagi pejalan kaki, untuk memberikan rasa aman dan nyaman.

Dan berbicara tentang pejalan kaki, tentu tak lepas dari masalah akses, dalam hal ini trotoar.

Masalahnya adalah trotoar yang ideal hanya di sebagian ruas jalan, utamanya di Banjarmasin. Masih banyak yang justru berubah fungsi, sehingga memakan hak pejalan kaki.

Baca juga: Trotoar di Banjamasin Ada Beralih Fungsi Jadi Parkir, Ibnu Sina Minta Dinas Perhubungan Tertibkan

Baca juga: Puluhan Anggota Pengawas TPS Batulicin Dilantik, Akan Bertugas di 68 Titik TPS

Mulai dari trotoar yang jadi tempat parkir, disulap jadi lokasi pedagang kaki lima, dibiarkan rusak sehingga membahayakan warga yang melintas, dipakai lewat pengendara, atau terbaru trotoar tertutup baliho calon anggota legislatif (caleg).

Jadi, sudah trotoarnya sempit, begitu banyak ‘cobaan’ bagi pejalan kaki di negeri ini.

Di sisi lain sebenarnya pemerintah sudah mulai sadar akan hal ini dengan memberi porsi pembangunan kawasan bagi pedestrian. Termasuk bagaimana agar trotoar juga bisa dimanfaatkan oleh mereka yang memiliki keterbatasan.

Salah satu yang sudah ‘berjalan’ yaitu trotoar yang memberi akses bagi penyandang disabilitas. Terdapat bagian trotoar yang dipasang ubin berwarna kuning cerah bernama ubin taktil atau guiding block yang berguna untuk menjadi panduan berjalan untuk pejalan kaki penyandang disabilitas tunanetra.

Nah sekarang tinggal kesadaran pemerintah ini disusun dalam kerangka yang komprehensif, jadi tak sekadar berbicara proyek pembangunan trotoar, tapi juga pemeliharaan, pengawasan dan menjaga kualitas atau mutu bangunan.

Contoh paling sederhana pembangunan jembatan di Jalan A Yani Km 5 Banjarmasin beberapa waktu lalu yang opritnya justru menutup trotoar. Proyek tersebut menunjukkan terputusnya koordinasi dan pembangunan yang tidak tersusun secara linear antar satu bidang dengan bidang lain.

Ada lagi temuan banyaknya guiding block yang justru berkelok-kelok. Ujung-ujungnya bukannya membantu tunanetra, kondisi ini malah membingungkan.

Dalam konteks ini, tak ketinggalan kesadaran masyarakat juga perlu untuk sama-sama menjaga, jangan justru menjadikan trotoar yang bukan haknya sebagai sarana yang tak semestinya.

Jadi, di tengah berbagai hiruk pikuk persoalan kota, paling tidak ketika ada peringatan Hari Pejalan kaki, masyarakat juga harus mengingat akan hak-hak dari warga lain yang sama-sama memanfaatkan jalan.

Jalan tak sekadar buat pengendara, tapi di sisinya ada juga hak bagi pejalan kaki yang harus dihormati dan dijaga keamanan serta kenyamanannya. (*)

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

Akhir Bahagia

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved