Ramadhan 2024

Hukum Berhubungan Suami Istri di Bulan Ramadhan, Ustadz Adi Hidayat Beri Penjabaran

Ustadz Adi Hidayat menjabarkan hukum berhubungan suami istri saat siang hari di bulan Ramadhan.

Editor: Mariana
Youtube Audio Dakwah
Ustadz Adi Hidayat menjabarkan hukum berhubungan suami istri di bulan Ramadhan. 

BANJARMASINPOST.CO.ID - Pendakwah Ustadz Adi Hidayat menjabarkan hukum berhubungan suami istri di bulan Ramadhan.

Disampaikan Ustadz Adi Hidayat, di bulan Ramadhan, umat muslim diperintahkan menahan hawa nafsu termasuk berhubungan intim suami dan istri di siang hari.

Bagi pasangan suami istri yang terlanjur bersenggama pada siang hari di bulan Ramadhan, maka ada tiga alternatif kafarat yang harus ditebus sesuai ketentuan Islam, di antaranya puasa dua bulan berturut-turut.

Bulan Ramadhan adalah bulan suci yang mana di dalamnya umat muslim diperintahkan memperbanyak amal ibadah, selain puasa wajib.

Diketahui, Muhammadiyah telah menetapkan 1 Ramadhan 1445 Hijriyah pada Senin (11/3/2024). Sementara itu, pemerintah akan menetapkan awal Ramadhan 2024 melalui sidang isbat.

Baca juga: Resep Menu Sahur Ramadhan 2024, Varian Menu Ayam Pop Mudah Dibuat

Baca juga: Jadwal Buka Puasa dan Imsak Ramadhan 2024 di Banjarmasin untuk Warga Muhammadiyah, Mulai 11 Maret

Selain itu di Bulan Ramadhan yang terpenting adalah menahan hawa nafsu, baik nafsu makan maupun nafsu syahwat.

Bagaimana hukumnya berhubungan suami istri di bulan Ramadhan saat siang hari, dan apa konsekuensinya?

Ustadz Adi Hidayat menjelaskan berhubungan suami istri saat puasa merupakan kesalahan yang harus ditebus.

Demi menentukan jenis kafarat yang harus dibayar ketika terlanjur berhubungan badan ketika puasa, maka harus dilihat terlebih dahulu penyebab terjadinya hal tersebut.

"Harus dilihat itu apakah terjadi karena ketidaktahuan atau penuh pengetahuan dan secara sadar atau yakin mengetahui dan dilakukan," jelas Ustadz Adi Hidayat dilansir Banjarmasinpost.co.id Audio Dakwah.

Ia menguraikan, jika berhubungan suami istri saat puasa dilakukan dengan keadaan sadar tahu hukumnya, maka ada beberapa kafarat yang menjadi alternatif untuk dilakukan.

"Kalau sadar benar itu tahu, hukumnya tahu kemudian dikerjakan, maka ada tiga alternatifnya," kata Ustadz Adi Hidayat.

Tiga alternatif tersebut adalah membebaskan budak, memberi makan 60 orang miskin, dan puasa dua bulan berturut-turut.

Ustadz Adi Hidayat menjelaskan tiga kafarat tersebut bukan pilihan, harus disesuaikan dengan kadar yang ditetapkan bagi pelakunya.

Jika tahu hukumnya berhubungan suami istri saat puasa, maka harus membayar kafarat yang paling berat dulu.

Hal ini dilakukan agar syariat tidak dipermainkan Ustadz Adi Hidayat menekankan.

Ia menceritakan pada zaman dulu, ada seorang raja yang sengaja berhubungan intim di siang hari. Setelah selesai, ia kemudian memanggil pengawal untuk mengumpulkan 60 orang miskin dengan maksud memberi makannya.

Namun, hal tersebut keliru sebab kondisi sang raja pada saat itu sengaja melakukannya dan wajib membayar puasa dua bulan berturut-turut, jika batal ulangi lagi.

Kalau seorang raja berpikir bisa menebusnya dengan memberi makan 60 orang miskin, maka semua raja akan berlaku demikian.

Hal ini untuk menebus kesalahan karena berhubungan suami istri saat puasa, maka minta ampun terlebih dahulu kepada Allah.

"Bertaubat dulu kepada Allah, sampaikan permohonan maaf kepada Allah dengan taubat yang benar, tangisi itu, dan minta ampunan kepada Allah," urainya.

Kemudian, lihat di antara tiga kafarat tadi mana yang mampu dikerjakan. Jika tidak mampu melakukan puasa dua bulan berturut-turut, maka berilah makanan kepada 60 orang miskin.

Baca juga: Daftar Nama-nama Anggota DPD Kalsel yang Lolos di Pemilu 2024, Habib Zakariya Dapat Suara Tertinggi

Untuk membebaskan budak sudah tidak berlaku kata Ustadz Adi Hidayat untuk di zaman sekarang ini.

Kendati demikian ada orang yang dibebaskan dari kafarat, hal ini terjadi di zaman Nabi Muhammad SAW.

Orang tersebut tidak mampu berpuasa selama dua bulan karena fisiknya lemah, dan tidak mampu memberi makan 60 orang fakir miskin, serta tidak sanggup membebaskan budak, justru Rasulullah SAW yang memberi makan orang tersebut.

(Banjarmasinpost.co.id)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved