Breaking News

Berita Banjarmasin

Polda Kalsel Tetapkan Perempuan Ini Tersangka Penggelapan Dana PT PLJ, Kuasa Hukum Sebut Prematur

Priyoga Sixta Endi, kuasa hukum EY, menilai penetapan kliennya sebagai tersangka penggelepan dana perusahaan PT PLJ terlalu prematur dan dipaksakan

Penulis: Rifki Soelaiman | Editor: Hari Widodo
Banjarmasinpost.co.id/Frans Rumbon
Suasana di depan Kantor Ditreskrimum Polda Kalsel, 6 Januari 2025. Hasil gelar perkara menetapkan EY sebagai tersangka. EY disangkakan melanggar Pasal 374 KUHP tentang penggelapan dalam jabatan, dengan ancaman hukuman penjara maksimal lima tahun. 

BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARMASIN - Penetapan EY, karyawan PT Panggang Lestari Jaya (PLJ), sebagai tersangka kasus dugaan penggelapan uang perusahaan oleh penyidik Subdit I Ditreskrimum Polda Kalimantan Selatan, mendapat tanggapan tegas dari pihak kuasa hukum EY.

Priyoga Sixta Endi, kuasa hukum EY, menilai penetapan kliennya sebagai tersangka terlalu dini dan terkesan dipaksakan. 

“Penetapan status tersangka melalui Pasal 374 KUHP serta Pasal 3 dan 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sangat prematur dan tidak mempertimbangkan kronologi serta fakta hukum,” ujarnya dalam siaran pers, Kamis (9/1/2025) malam. 

Endi menganggap bahwa penetapan ini adalah bentuk kesewenangan dari manajemen PT PLJ yang melempar tanggung jawab kepada bawahan atas buruknya pengelolaan keuangan perusahaan.

Baca juga: Melakukan Penggelapan dalam Jabatan, Perempuan di Banjarmasin Ini Divonis 1,5 Tahun Penjara

Baca juga: Jaksa Limpahkan Berkas Penggelapan Dana Pembangunan Masjid ke PN Pelaihari, Sidang Segera Bergulir

Baca juga: Ditreskrimum Polda Kalsel Tetapkan Perempuan Ini Tersangka, Diduga Gelapkan Uang Perusahaan

Dalam penjelasannya, Endi menegaskan bahwa EY selama bekerja di perusahaan sejak 2007 hingga diberhentikan pada 2019, hanya menjabat sebagai kasir, bukan bendahara seperti yang disebutkan sebelumnya.

“Sebagai kasir, klien kami hanya bertanggung jawab pada arus kas harian. Sedangkan tanggung jawab besar ada di tangan manajer keuangan dan direktur,” ungkap Endi.

Ia juga mengungkapkan bahwa pada periode 2016-2019 terjadi selisih kas yang berujung pada pemecatan EY dan tuntutan pengembalian selisih sebesar Rp865 juta. 

“Klien kami sudah mengganti jumlah tersebut pada Juli 2022, yang diterima oleh pihak manajemen. Saat itu, persoalan ini dianggap selesai,” tambahnya.

Namun, awal 2024, EY kembali dipanggil penyidik Polda Kalsel atas laporan direktur PT PLJ terkait selisih laporan keuangan sebesar Rp12,2 miliar. 

“Klien kami menolak bertanggung jawab atas jumlah tersebut karena itu bukan tanggung jawabnya,” tegas Endi.

Endi juga mengungkap fakta lain bahwa EY pernah dipekerjakan kembali oleh perusahaan pada 2019-2022, tetapi tidak digaji selama masa kerja tersebut.

Atas kasus ini, Kantor Hukum Lyndia Kristanti dan Rekan berencana mengirimkan surat ke Inspektorat Pengawasan Umum Mabes Polri, Komisi Kepolisian Nasional, dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.

“Kami menilai klien kami menjadi korban kesewenangan pihak perusahaan, dan penetapan sebagai tersangka juga terlihat prematur dan dipaksakan,” kata Endi.

Seperti diberitakan sebelumnya, kasus ini mencuat ketika perusahaan melakukan audit internal pada 2022 dan menemukan dugaan penyalahgunaan dana oleh EY. 

Baca juga: Kesandung Kasus Penggelapan Uang Puluhan Juta, Warga HKSN Diamankan Polisi

Hasil audit menunjukkan adanya penggunaan dana yang tidak sesuai peruntukkan, bahkan ditemukan beberapa kegiatan fiktif.

Atas dugaan tersebut, perusahaan melaporkan EY ke Polda Kalsel, dan hasil gelar perkara menetapkan EY sebagai tersangka.

EY disangkakan melanggar Pasal 374 KUHP tentang penggelapan dalam jabatan, dengan ancaman hukuman penjara maksimal lima tahun. (Banjarmasinpost.co.id/rifki soelaiman)

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved