TAJUK
Memagar Laut, Memagari Nalar
Menteri ATR/BPN Nusron Wahid akhirnya mengungkapkan sejumlah fakta mengenai sertifikat HGB dan SHM di kawasan perairan yang dipagar di Tanggerangi
BANJARMASINPOST.CO.ID - SETELAH sepekan lebih heboh pemasangan pagar bambu di laut, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional atau ATR/BPN Nusron Wahid akhirnya mengungkapkan sejumlah fakta mengenai sertifikat hak guna bangunan (HGB) bahkan sertifikat hak milik (SHM) di kawasan perairan yang dipagari di Kabupaten Tangerang, Banten, dalam konferensi pers, Senin (20/1/2025).
Nusron mengonfirmasi bahwa terdapat 263 bidang tanah di perairan yang dipagari dengan bambu di Tangerang, Banten, yang telah diterbitkan sertifikatnya.
Dari jumlah tersebut, 234 bidang tercatat atas nama PT Intan Agung Makmur, 20 bidang atas nama PT Cahaya Inti Sentosa, 9 bidang atas nama perseorangan, dan 17 bidang lainnya berupa SHM.
Pernyataan Nusron ini sudah menjawab sebagian dari kehebohan publik atas temuan pagar bambu di laut. Ini sekaligus mengklarifikasi atas klaim bahwa bambu dipasang oleh nelayan untuk mencegah abrasi. Sebuah klaim yang menabrak nalar awam.
Bagaimana mungkin mereka membiayai pemasangan bambu yang sangat besar, bisa mencapai miliaran rupiah, sementara untuk hidup sehari-hari masih kekurangan. Metode anti-abrasi dengan bambu pun juga dipertanyakan efektifitasnya.
Tentu jawaban Nusron ini baru menjawab sebagian pertanyaan. Pertanyaan lain tentang siapa yang menjadi cukong, bagaimana sertifikat bisa terbit, siapa yang terlibat dan lain sebagaimana masih ditunggu di episode selanjutnya.
Karena pada awal-awal episode kasus ini, terlihat ada banyak pagar-pagar birokratis atau bisa juga disebut pagar politis.
Saat benda berupa bambu tersebut terpasang sepanjang 30 km dan bisa dilihat dengan mata telanjang, tak ada satupun instansi yang bisa memberikan jawaban. Semua kompak menjawab tidak tahu dan berjanji akan mengecek lebih lanjut.
Betapa karut marutnya perizinan dan koordinasi antarlembaga di negeri ini. Atau, ada juga pengamat yang menyebut, bukan tidak tahu tetapi takut berstatemen.
Ini tentunya lebih lucu lagi. Mereka diberi kekuasaan, diberi jabatan dan otoritas untuk mengatur tetapi takut bersuara.
Aneh lagi saat TNI AL membongkar pagar bambu tersebut bersama nelayan, tetapi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) justru meminta agar jangan dicabut terlebih dahulu, karena merupakan barang bukti.
Memang Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono kemudian meralat dan mempersilakan pembongkaran dilanjutkan. Tetapi pernyataan di awal lagi-lagi menunjukkan betapa kacaunya koordinasi antarlembaga pemerintah.
Kini bambu sudah sebagian dibongkar. ‘Pemilik’ atau sebut saja tukang kaveling laut juga sudah diungkap oleh Kementerian ATR.
Sekarang tinggal pengusutan lebih lanjut, apakah ada pelanggaran baik hukum ataupun administrasi sehingga HGB dan SHM bisa terbit untuk wilayah laut tersebut.
Bila itu memang dilakukan secara illegal, tentu saja pemerintah harus menindak tanpa menunggu viral.
Semoga tak ada lagi saling lempar masalah, atau muncul kambing hitam dari kasus ini. Nalar warga juga berbicara. Netizen dan media akan riuh bila kasus ini tidak benar-benar dituntaskan. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.