Pilkada Banjarbaru 2024

Perdebatan Ahli di Sidang Sengketa Pilkada Banjarbaru di MK, Pencetakan Surat Suara Jadi Dilema

Keputusan KPU Kota Banjarbaru yang tidak mencetak ulang surat suara, usai mendiskualifikasi salah satu paslon, menjadi materi perdebatan di MK

Editor: Hari Widodo
Tangkapan Layar Youtube M
SAKSI AHLI - Saksi Ahli, Zainal Arifin Mochtar memberikan pandangan terkait fenomena Pilkada Banjarbaru 2024 dalam sidang perdana sengketa di MK, Jumat (7/2/2025). 

BANJARMASINPOST.CO.ID, JAKARTA  – Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Banjarbaru yang tidak mencetak ulang surat suara, usai mendiskualifikasi salah satu pasangan calon, menjadi materi perdebatan pada sidang perdana sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Wali Kota dan Wakil Wali Kota Banjarbaru di Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (7/2).

Awalnya pakar hukum tata negara, Zainal Arifin Mochtar, menyoroti kejanggalan dalam pemungutan suara Pilkada Banjarbaru 2024.

Menurut dosen Universitas Gadjah Mada (UGM) ini, pilkada yang digelar bukan lagi pemilihan, melainkan sekadar penetapan.

Dalam perkara bernomor 05 PHPU.WAKO-XXIII/2025 ini, pemohon, Lembaga Studi Visi Nusantara (LS Vinus) Kalimantan Selatan, menghadirkan tiga saksi ahli, salah satunya Zainal.

Zainal Arifin menilai keputusan KPU yang tetap mencantumkan dua pasangan calon dalam surat suara, meskipun salah satunya telah didiskualifikasi, bertentangan dengan prinsip dasar demokrasi.

“Pemilu itu harus ada pilihan, minimal dua. Jika hanya ada satu kandidat, itu bukan pemilihan, tapi penetapan,” tegas Zainal dalam persidangan.

Dalam Pilkada Banjarbaru 2024, pasangan calon nomor urut 2, Aditya Mufti Arifin-Said Abdullah, telah didiskualifikasi. Namun, namanya tetap tercantum dalam surat suara.

Sementara berdasarkan Keputusan KPU Nomor 1774 Tahun 2024, menyatakan suara untuk pasangan calon yang didiskualifikasi dianggap tidak sah, meskipun tetap tercantum dalam surat suara.

Hal ini dinilai menguntungkan pasangan calon nomor urut 1, Lisa Halaby-Wartono, karena secara otomatis menjadi satu-satunya kandidat yang sah dalam pemilihan.

Kondisi tersebut yang dikritik Zainal. Menurutnya, aturan ini berpotensi menghilangkan esensi demokrasi karena membuat hasil pemilu seolah telah ditentukan sejak awal.

Sebagai ilustrasi, Zainal menggambarkan skenario di mana 999 dari 1.000 pemilih memilih pasangan nomor urut 2, tetapi karena aturan yang berlaku, pasangan nomor urut 1 tetap dimenangkan.

 “Pemilihan macam apa ini? Jika 99,99 persen rakyat tidak setuju, tapi tetap saja hasilnya ditetapkan sepihak,” kritiknya.

Dengan hanya satu pasangan yang tersisa, Lisa-Wartono dipastikan sebagai pemenang sesuai pedoman KPU RI. Berbeda dengan skema “kotak kosong,” paslon tunggal ini tidak perlu mencapai lebih dari 50 persen suara sah untuk menang, sehingga persaingan tidak relevan.

Pada sidang ini, pasangan calon nomor urut 1, Lisa Halaby-Wartono, sebagai pihak terkait, menghadirkan Heru Widodo sebagai ahli.

 Heru menjelaskan, diskualifikasi pasangan Aditya Mufti Ariffin-Said Abdullah pada 31 Oktober 2024 memicu persoalan teknis dan anggaran bagi KPU Kota Banjarbaru.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved