Pilkada Banjarbaru 2024

Perdebatan Ahli di Sidang Sengketa Pilkada Banjarbaru di MK, Pencetakan Surat Suara Jadi Dilema

Keputusan KPU Kota Banjarbaru yang tidak mencetak ulang surat suara, usai mendiskualifikasi salah satu paslon, menjadi materi perdebatan di MK

Editor: Hari Widodo
Tangkapan Layar Youtube M
SAKSI AHLI - Saksi Ahli, Zainal Arifin Mochtar memberikan pandangan terkait fenomena Pilkada Banjarbaru 2024 dalam sidang perdana sengketa di MK, Jumat (7/2/2025). 

“KPU menghadapi tantangan besar, mulai dari pencetakan ulang surat suara hingga pendistribusiannya yang memerlukan waktu lama. Bahkan, pencetakan ulang berpotensi melampaui hari pemungutan suara serentak nasional pada 27 November 2024,” ujar Heru.

Dalam dokumen jawaban yang disampaikan KPU Kota Banjarbaru, pengadaan surat suara awal menghabiskan Rp 21 juta, penyortiran dan pelipatan Rp 40 juta, serta pengepakan logistik Rp 4,8 juta.

Alur distribusi surat suara pun cukup panjang, dengan pencetakan 13 hari, pengiriman 6 hari, dan penyortiran serta pengecekan logistik memakan waktu tambahan.

Ahli lainnya, Khairul Fahmi, menekankan waktu yang tersisa setelah diskualifikasi terlalu sempit untuk mencetak ulang surat suara yang hanya menampilkan satu pasangan calon.

Ia merujuk pada Pasal 54C UU Pilkada, yang menyebutkan pemilihan calon tunggal melawan kolom kosong hanya bisa dilakukan jika ada waktu cukup sebelum hari pemungutan suara.

Namun, pihak pemohon, Muhamad Arifin menilai keputusan KPU Kota Banjarbaru sebagai bentuk malpraktik pemilu.

Dalam sidang, pemohon menghadirkan Titi Anggraini sebagai ahli. Titi menegaskan, KPU tidak boleh menggunakan alasan biaya dan waktu untuk mengabaikan aturan.

“Pilwalkot Banjarbaru telah menghilangkan opsi kolom kosong bagi pemilih. Ini manipulasi aturan yang mengorbankan hak rakyat,” tegas Titi.

Ahli lain, Bambang Eka Cahya Widodo, mengkritik keputusan KPU RI Nomor 1774 Tahun 2024 yang menetapkan suara pemilih yang mencoblos pasangan yang didiskualifikasi sebagai suara tidak sah.

 Ia menilai KPU Kota Banjarbaru telah menempatkan keputusan administratif di atas hukum yang lebih tinggi, yakni Pasal 54C ayat (1) dan (3) UU Pilkada. (msr)

 

 

Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved