Serambi Ummah
Tanggungjawab Menikahi Janda atau Duda: Anak Tiri Juga Berhak Dapat Perhatian, Wajib Berlaku Adil
Meskipun tidak ada hubungan darah, tapi tanggung jawab anak tiri itu biasanya juga diemban orangtua sambung.
Penulis: Dony Usman | Editor: Rahmadhani
Apalagi ketika si anak yang tinggal serumah dengan orangtua sambung masih dalam kategori di bawah umur atau masih bayi, otomatis kewajiban itu akan berlaku walaupun tidak semua.
Artinya orangtua sambung berhak di dalam hal pengurusan, pemeliharaan dan pengasuhan. Tapi untuk kewajiban memberi nafkah tetap ada pada orangtua kandung atau ayah.
“Tanggung jawab orangtua kandung atau khususnya ayah, meskipun tidak serumah tetap memiliki kewajiban untuk menafkahi. Dan secara kedekatan emosional menjadi hak dari orangtua sambung untuk memberikan perlindungan,” katanya.
Dijelaskan Hj Fajriatan, dalam perspektif agama Islam, anak tiri memiliki kedudukan yang berbeda dari anak kandung, terutama dalam hal nasab, warisan, dan mahram.
Namun, tetap memiliki hak untuk diperlakukan dengan adil, penuh kasih sayang, dan tanggung jawab moral.
Berdasarkan Hukum Positif di Indonesia, Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, khususnya Pasal 42 dan 45, yang menjadi tanggung jawab memelihara dan menafkahi anak adalah orangtua kandung.
Anak tiri tidak serta merta menjadi tanggungan hukum dari ayah atau ibu tirinya, kecuali jika ada adopsi atau pengakuan hukum tertentu.
Sedangkan dalam Islam, menafkahi dan memelihara anak tiri, termasuk amal yang sangat mulia dan berpahala besar jika dilakukan dengan niat ikhlas serta kasih sayang.
“Jika anak tiri tinggal serumah dan tidak mendapat nafkah dari orangtua kandungnya, maka memberikan nafkah dapat menjadi bagian dari kewajiban moral dan sosial,” ucapnya.
Walaupun tidak wajib menurut hukum, secara moral dan kemanusiaan, adalah baik dan bijak jika orangtua tiri ikut berperan dalam pemeliharaan anak tiri. Terutama bila anak tersebut masih kecil dan membutuhkan perhatian.
“Islam memang memberikan aturan yang jelas terkait dengan pola pengasuhan dan pemeliharaan anak yang orang tuanya bercerai,” katanya.
Dalam hal ini, ketika si anak masih bayi atau masih kecil maka otomatis akan menjadi hak ibunya terkait dengan pengasuhannya.
Sebaliknya bila anak itu sudah besar dan sudah dewasa, agama mempersilahkan kepada si anak untuk memilih siapa, ayah atau ibunya.
Di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) disebutkan (Sebagai rujukan bagi keluarga Muslim) Pasal 105 KHI, dalam hal terjadi perceraian, maka pemeliharaan anak yang belum mumayyiz (belum dapat menentukan pilihan sendiri) diserahkan kepada ibunya.
Lalu, anak yang sudah mumayyiz berhak memilih untuk diasuh ayah atau ibunya dan biaya pemeliharaan anak menjadi tanggung jawab ayahnya.
| Aturan Mahar Pernikahan dalam Islam, KUA Kalumpang: Penghormatan bagi Wanita |
|
|---|
| Mahar Pernikahan Sesuai Kesepakatan, Bukan Syarat Sah Akad Nikah |
|
|---|
| Adab Makan Sesuai Syariat Islam, MUI Balangan: Jadikan Makanan Pembawa Berkah dan Tidak Mubazir |
|
|---|
| Tokoh Agama Berperan Jaga Keharmonisan, Tanamkan Nilai-nilai Segar Membangun |
|
|---|
| Kiprah Ustadz Muhammad Syafiq SHI MH di Bidang Dakwah, Sebar Ilmu hingga ke Pegunungan Meratus |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.