Putusan Mahkamah Konstitusi

MK Tolak Gugatan PHPU Demokrat di Dapil Kalsel I, Denny Indrayana: Memalukan

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ekspresi Kuasa Hukum Pemohon usai MK tolak gugatan sengketa PHPU Partai Demokrat di Dapil Kalsel I, Senin (10/6/2024).

BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARMASIN - “Memalukan”. Satu kata ini yang keluar dari Denny Indrayana usai Mahkamah Konstitusi (MA) membacakan putusan sengketa PHPU, Senin (10/6/2024).

Dalam putusannya, MK menolak permohonan Partai Demokrat untuk membatalkan Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 sepanjang Daerah Pemilihan Kalimantan Selatan I.

“Dari saya komentar atas putusan MK itu satu kata saja; ‘Memalukan’,” kata Kuasa Hukum Partai Demokrat ini.

Putusan Majelis Hakim MK tersebut tidak sesuai harapan Partai Demokrat.

Kuasa Hukum lain dari Demokrat yaitu Muhammad Raziv Barokah mengaku kecewa dengan pertimbangan MK yang dinilai sangat buruk.

“Bagaimana mungkin MK lebih yakin terhadap bukti Pihak Terkait yang penuh coretan, angka-angkanya diganti semua, direnvoi dengan paraf yang sama padahal untuk TPS yang berbeda-beda,” tuturnya.

Sebaliknya, kata Raziv, bukti Pemohon adalah versi bersih dan original. Ditambah ada saksi kunci dari pihak Bawaslu yang mengaku diperintahkan dan melakukan langsung perubahan-perubahan form di luar prosedur.

Baca juga: BREAKING NEWS - MK Tolak Gugatan Sengketa PHPU PDIP di Dapil Kalsel II

Baca juga: Setelah PDIP, MK juga Tolak Gugatan Sengketa PHPU Demokrat di Dapil Kalsel I

“Keterangan saksi ini justru sama sekali tidak masuk pertimbangan,” ujarnya.

Menurut Raziv, 1.347 bukti yang disajikan ditambah keterangan saksi kunci oleh pihaknya, sudah lebih dari cukup menunjukan bahwa ada manipulasi formulir oleh oknum penyelenggara pemilu.

“Tapi MK dengan enteng menyatakan “bukti pemohon tidak meyakinkan” tanpa memberikan penjelasan, di mana kurang meyakinkannya?,” ucapnya.

“Ini kiamat bagi demokrasi, bukan hanya di Kalsel, tapi juga di Indonesia. Pola kecurangan yang begitu vulgar dan telanjang ini, justru dilindungi oleh MK. Ke depan, para mafia demokrasi akan menggunakan cara yang sama,” tambah Raziv.

Diketahui, Partai Demokrat mempersoalkan pengurangan satu suara bagi Pemohon dan penggelembungan sebesar 6.066 suara bagi PAN di Dapil Kalsel I untuk perolehan kursi DPR RI.

Dalil ini tertuang dalam permohonan Pemohon yang teregistrasi dengan Nomor 196-01-03-22/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024.

Sebaliknya, terdapat pengurangan satu suara untuk Pemohon (Partai Demokrat). Selisih suara antara versi Termohon dan Pemohon dikarenakan adanya penambahan suara yang terjadi di tujuh kecamatan pada Kabupaten Banjar dan satu kecamatan pada Kabupaten Barito Kuala yang menguntungkan PAN dan merugikan Demokrat, serta memengaruhi hasil Pemilu terhadap pengisian kursi DPR di Dapil Kalsel 1.

Untuk itu, dalam petitumnya, Pemohon meminta pembatalan Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 sepanjang Daerah Pemilihan Kalsel I.

Pemohon juga meminta agar Mahkamah menetapkan perolehan suara Dapil Kalsel I bagi Demokrat sebesar 89.980 suara, sementara PAN sebesar 88.536 suara.

Saat persidangan sebelumnya, seorang saksi bernama Sulaiman yang merupakan anggota Panitia Pemungutan Suara (PPS) di Desa Tanipah, Kecamatan Aluh-aluh, Kabupaten Banjar mengakui melakukan penggelembungan suara untuk PAN.

Di hadapan Majelis Hakim MK yang diketuai Suhartoyo, Sulaiman mengaku diperintah seorang anggota Panitia Pemungutan Kecamatan (PPK) setempat untuk menambah perolehan suara PAN. Total penambahan itu sebanyak 634 yang berasal dari suara tidak sah.

Sulaiman yang dihadirkan Demokrat juga mengaku diberi bayaran Rp100 ribu untuk setiap satu suara yang pindah ke PAN.

(Banjarmasinpost.co.id/Muhammad Syaiful Riki)

Berita Terkini