BANJARMASINPOST.CO.ID - Ahli pengobatan Thibbun Nabawi, Ustadz Abdurrahman Dani menjelaskan penderita diabetes dan obesitas berisiko lebih tinggi menderita impoten.
Kemunculan risiko mengalami impoten ini dikatakan Ustadz Abdurrahman Dani terjadi lantaran api di ginjal yang sudah melemah dan banyaknya pembuluh darah di perut yang tertindih.
Akibat dari tindihan pada pembuluh darah tersebut, maka menyebabkan tersumbatnya aliran ke bagian alat vital bagi penderita obesitas.
Hal ini seperti yang dipaparkan Ustadz Abdurrahman Dani lewat unggahan video di akun instagram @abdurrahmandaniofficial.
Lantaran hal tersebut, Ustadz Abdurrahman Dani pun menyarankan untuk selalu menjaga kondisi tubuh yang ideal.
Baca juga: dr Zaidul Akbar Sarankan Pangan Alami untuk Penderita Anemia, Bisa Tingkatkan Hemoglobin
Baca juga: Biaya Makan Siang Gratis Program Presiden Terpilih Prabowo akan Dipangkas, Jadi Rp 7.500 Per Porsi
Hal ini bisa dilakukan dengan cara menjaga pola makan.
"Bagi yang gemuk pakai pola makan panas dingin biar turun ke ideal, anda yang kurus pakai pola makan panas dingin biar naik ke berat badan ideal," jelasnya.
Impoten sendiri merupakan ketidakmampuan laki-laki mencapai atau mempertahankan ereksi yang cukup untuk berhubungan seksual.
Terdapat tiga kondisi yang bisa menjadi tanda-tanda disfungsi ereksi, yaitu sulit ereksi, bisa ereksi tetapi tidak dapat mempertahankan, dan kurang keras untuk penetrasi.
Menurut spesialis Urologi dari Siloam Hospitals Sentosa Bekasi, dr. Andre Lazuardi Harahap, Sp.U, faktor penyebab disfungsi ereksi ada dua hal, yakni faktor psikogenik dan organik.
"Disfungsi ereksi disebabkan faktor penyakit (organik) lalu disusul oleh faktor psikologis (psikogenik). Penyakit ini dapat ditangani secara maksimal dan komprehensif, di mana pasien diharapkan berkonsultasi kepada dokter," tutur dr. Andre Lazuardi Harahap, Sp.U., melalui edukasi bincang sehat yang digelar manajemen Siloam Hospitals Sentosa Bekasi via Instagram.
Timbulnya gairah seksual pria ditandai terjadinya ereksi pada alat kelamin merupakan rangkaian proses yang tidak sederhana.
Proses tersebut melibatkan kerja saraf pada otak dan otot, pembuluh darah, hormon, dan faktor psikologis (keinginan dan emosi).
"Disfungsi ereksi biasanya terjadi jika hal-hal tersebut mengalami masalah," lanjut dokter Andre .
Ragam kondisi yang menyertai disfungsi ereksi umumnya, yaitu:
Faktor metabolik, pada pasien yang juga menderita penyakit jantung, hipertensi, kolesterol, ginjal, diabetes, obesitas, cedera kepala berat dan lainnya.
Faktor Neurogenik, pada pasien parkinson, cedera tulang belakang, alzheimer.
Faktor Hormonal, yang mempengaruhi gairah seksual atau disebut libido.
Faktor Psikologis, yaitu pada pasien dalam keadaan stres, kecemasan, depresi.
"Dan yang tidak boleh diabaikan adalah faktor gaya hidup, yaitu pada pasien perokok, konsumsi minuman beralkohol, pengguna narkoba hingga pasien yang mengalami gangguan tidur, " tutur dokter Andre.
Menurut dr Andre, beberapa tahapan tindakan dalam mendiagnosa, tentunya diawali dengan wawancara atau konsultasi dengan pemeriksaan fisik yang juga akan dilakukan pemeriksaan.
"Proses tindakan penyembuhan dilakukan melalui tes darah, USG bahkan NPT atau Noctural Penite Tumescence," lanjutnya.
Pengobatan disfungsi seksual bertujuan guna mengatasi masalah utama dan dipastikan melibatkan kerjasama beberapa ahli medis seperti: Spesialis Urologi, Endokrin, Andrologi, Saraf, dan bahkan Psikiater.
Maka dengan persetujuan dokter akan diberikan dan dilaksanakan tindakan lanjutan seperti: Pemberian obat dengan resep, Psikoterapi, penanganan gangguan hormon dan faktor fisik dan anjuran penerapan pola hidup sehat pada pasien.
"Terkait konsumsi obat obatan, akan lebih baik jika di konsultasi dengan dokter, terkait jumlah dosis, jenis dan efek samping. Terutama konsumsi 'obat kuat',"pungkas dr. Andre Lazuardi Harahap.
(Banjarmasinpost.co.id/Danti Ayu)