Berita Banjar

Bikin Kaget Bule, Balita Asal Martapura Banjar Kalsel Ini Capai Puncak Rinjani Setinggi 3.726 MDPL

Bikin kaget bule, balita asal Kota Martapura, Kabupaten Banjar, Provin si Kalsel Ini Capai Puncak Rinjani Setinggi 3.726 meter di atas

Penulis: Saiful Rahman | Editor: Edi Nugroho
Yazid untuk BPost
SAMPAI PUNCAK - Wafiq bersama ayah dan ibu di puncak Gunung Rinjani. Bikin Kaget Bule. Balita Asal Martapura Banjar Kalsel Ini Capai Puncak Rinjani Setinggi 3.726 MDPL 


BANJARMASINPOST.CO.ID-Bikin kaget bule, balita asal Kota Martapura, Kabupaten Banjar, Provin si Kalsel Ini Capai Puncak Rinjani Setinggi 3.726 meter di atas permukaan laut (MDPL).

Jam menunjukkan pukul sembilan ketika Muhammad Yazid akhirnya menjejakkan kaki di puncak Gunung Rinjani, Lombok

Di sampingnya, sang istri, Siti Hafizoh, menggenggam tangan kecil Muhammad Wafiq, anak semata wayang mereka yang baru berusia tiga tahun.

Minggu 18 Mei 2025, ketiganya mencapai puncak Rinjani setinggi 3.726 MDPL.

Baca juga: Borneo Berlari 5 Kilometer di Banjarmasin Memang Beda, Usai Finish Peserta Disuguhi Pisang Segar

Baca juga: Borneo Berlari 2025 di Banjarmasin, Suasana Meriah Jadi Motivasi Peserta Hingga ke Garis Finish

Bagi keluarga kecil asal Kelurahan Keraton Kecamatan Martapura Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan ini, pendakian tersebut adalah hadiah ulang tahun untuk Wafiq.

“Itu kado dari kami, supaya dia tahu indahnya alam, supaya dia bisa melihat atap Nusa Tenggara,” kata Yazid kepada BPost, Sabtu (20/9).

Sejak di kaki gunung, perjalanan mereka mengundang perhatian. Saat mendaki, beberapa pendaki asing terkejut melihat bocah kecil berjalan lincah di jalur Rinjani. Ada yang berhenti, ada pula yang meminta foto.

Video singkat keluarga itu kemudian viral di TikTok, memperlihatkan seorang balita mendaki gunung besar tanpa sedikit pun tampak rewel.

“Bule-bule itu tanya, berapa umur anak saya. Kaget waktu tahu baru tiga tahun,” cerita Yazid.

Wafiq memang terlihat berbeda. Bukannya merengek, dia justru bersemangat, seolah menikmati perjalanan panjang.

“Saya malah yang hampir menyerah ketika hujan deras menuju Pelawangan. Tapi anak saya tetap semangat. Dia tidak mengeluh sama sekali,” ungkapnya.

Keputusan membawa balita ke Rinjani tentu bukan tanpa persiapan. Yazid dan istri sudah melatih fisiknya sejak lama. Mereka kerap mengajaknya keluar rumah, masuk hutan, menapaki bukit di Kalsel. “Alhamdulillah dia terbiasa, tidak rewel kalau dibawa ke alam,” bebernya.

Sebulan sebelum berangkat, segala perlengkapan disiapkan. Mulai dari selimut emergensi, penghangat tangan hingga obat-obatan.

Perjalanan menuju Rinjani dimulai pada 11 Mei, dengan singgah terlebih dulu di sejumlah tempat wisata Lombok. Tanggal 16 Mei mereka mulai mendaki dan dua hari kemudian menjejakkan kaki di puncak.

“Mulai mendaki pukul satu malam, jalan santai. Sampai puncak pukul sembilan pagi. Turun pukul 13.30 jam,” ucapnya.

Di titik-titik berat, justru Wafiq yang jadi penyemangat. Yazid mengaku sempat ragu ketika hujan deras menuju camp Pelawangan dan ingin mengajak istri turun.  “Saya takut kalau terjadi apa-apa di atas. Tapi anak saya malah makin semangat,” katanya.

Namun lagi-lagi, Yazid dan Siti kepercayaan dan kekompakan mengalahkan rasa ragu. “Kami saling menguatkan, menjaga suasana tetap seru meski sudah sama-sama capek,” ungkapnya.

Siti mengaku hatinya campur aduk bangga, takut, haru. “Perasaan bawa anak umur tiga tahun naik gunung setinggi itu tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Rasanya luar biasa,” ujarnya.

Di sisi lain, kejutan lain datang saat mereka disambut ramah oleh Tim SAR Lombok Timur. Kebetulan, waktu mereka mendaki bertepatan dengan ajang lari ultra trail Rinjani 100, sehingga banyak personel SAR berjaga.

“Anak saya suka sekali dengan tim SAR. Akhirnya kami diajak main ke kantor mereka,” cerita Yazid.

Tak berhenti di situ, keluarga ini bahkan dijamu dengan tur keliling Lombok menggunakan mobil SAR. Mereka diantar sampai ke Pelabuhan Lembar untuk menyeberang ke Bali.

“Tim SAR bilang, kalau nanti ke Lombok lagi, hubungi saja. Nanti dijemput di bandara atau pelabuhan. Bahkan mereka tawarkan nginap di basecamp, tidak usah cari hotel,” ungkapnya.

Usai Rinjani, Yazid belum ingin berhenti dia sudah merancang perjalanan berikutnya.

“Kalau ada rezeki, dalam beberapa bulan lagi mau ajak anak ke Gunung Merbabu. Kalau Semeru boleh bawa anak, mungkin kami juga ke sana,” katanya.

Bagi Yazid, membawa anak naik gunung bukan sekadar hobi, tapi cara membangun kedekatan keluarga. “Pesan saya untuk orangtua lain, jangan dipaksakan kalau anak tidak kuat. Setiap anak berbeda. Alhamdulillah anak saya tahan dingin. Tapi yang penting, suami istri harus kompak. Itulah kuncinya,” ucapnya.

Di puncak Rinjani, Yazid mengungkapkan Wafiq sempat terdiam. Di hadapannya, lautan awan terbentang. Anak kecilnya, dengan senyum polos, duduk di samping Siti sambil memegang botol minum kecil.

Rinjani sempat menjadi perbincangan internasional setelah seorang pendaki asal Brasil, Juliana Marins, tewas. Dia terjatuh ke lereng pada 21 Juni 2025 dan meninggal di lokasi.

Insiden tersebut memicu upaya evakuasi besar-besaran, yang terbilang sulit karena medannya ekstrem dan cuaca buruk. (Banjarmasinpost.co.id/andra ramadhan)

 

 

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved