Sengketa Tapal Batas
Pemkab dan DPRD HST Minta Gubernur Tinjau Ulang Kesepakatan Batas dengan Kotabaru
Sementara itu, Bupati HST, Samsul Rizal menegaskan, ketidaksesuaian tapal batas tersebut telah menghambat pembangunan infrastruktur dasar
Penulis: Stanislaus Sene | Editor: Ratino Taufik
BANJARMASINPOST.CO.ID, BARABAI - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Hulu Sungai Tengah (HST) bersama 29 anggota DPRD HST resmi melayangkan surat permohonan kepada Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel) untuk meninjau ulang kesepakatan batas wilayah antara HST dan Kotabaru yang disepakati pada 2021 lalu.
Ketua DPRD HST, H. Pahrijani mengatakan, permohonan tersebut merupakan tindak lanjut dari aspirasi masyarakat adat di wilayah perbatasan yang menilai delineasi batas hasil kesepakatan 2021 tidak sesuai dengan batas adat yang telah disepakati para tokoh Balai Adat Juhu, Balai Adat Aing Bantai Datar Tarap, dan Balai Adat Aing Bantai Manggajaya.
"Kami menilai ada banyak ketidaksesuaian dalam hasil kesepakatan batas tersebut. Upaya ini untuk mengembalikan hak ulayat masyarakat adat yang sudah turun-temurun mendiami wilayah itu,” ujar Pahrijani. Jumat, (07/11/2025).
Sebelumnya, 29 anggota DPRD HST telah bersurat kepada Bupati HST tertanggal 24 September 2025. Surat itu kemudian ditindaklanjuti Bupati Samsul Rizal dengan surat resmi kepada Gubernur Kalsel pada 27 Oktober 2025.
Menurut Pahrijani, apabila kesepakatan batas 2021 diberlakukan, maka akan terjadi pengurangan luasan wilayah administrasi HST yang sebelumnya tercantum dalam Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2016.
Baca juga: Siswa Lihat Orang Mencurigakan Masuk Masjid Sebelum Terjadi Ledakan Saat Khatib Khotbah Jumat
Kondisi ini juga berdampak langsung terhadap pembangunan dan pelayanan publik, khususnya di Desa Juhu dan Aing Bantai, Kecamatan Batang Alai Timur.
Sementara itu, Bupati HST, Samsul Rizal menegaskan, ketidaksesuaian tapal batas tersebut telah menghambat pembangunan infrastruktur dasar, terutama akses jalan menuju kawasan perbatasan yang menjadi kebutuhan vital warga.
“Batas yang disepakati pada 2021 membatasi ruang gerak pembangunan, termasuk akses jalan bagi anak-anak menuju sekolah. Padahal kami sudah mengajukan izin pinjam pakai kawasan hutan untuk kepentingan masyarakat,” jelas Bupati Rizal.
Ia menekankan, peninjauan ulang batas ini bukan semata persoalan administratif, tetapi menyangkut keberlangsungan pelayanan publik, akses pendidikan, dan kesejahteraan masyarakat di wilayah terdampak.
Sebagaimana diketahui, kesepakatan batas HST–Kotabaru tahun 2021 yang difasilitasi Pj Gubernur Kalsel Syafrizal ZA menghasilkan pembagian wilayah seluas 34 ribu hektare di kawasan Pegunungan Meratus, di mana HST hanya mendapatkan 11 ribu hektare dan Kotabaru 23 ribu hektare. Kesepakatan itu menuai penolakan karena dianggap tertutup, cacat formil, dan mengabaikan peran masyarakat adat yang terdampak langsung.
Dengan surat permohonan bersama ini, Pemkab dan DPRD HST berharap Pemerintah Provinsi Kalsel dapat meninjau ulang kesepakatan batas secara transparan, partisipatif, dan berpihak pada keadilan masyarakat adat.(Banjarmasinpost.co.id/Stanislaus sene).
| Polemik Tapal Batas HST-Kotabaru, Masyarakat Adat Menilai Kesepakatan Tapal Batas Cacat Formil |
|
|---|
| Bupati Tanahlaut Prioritaskan Sengketa Tapal Batas Selesai Paling Lambat Akhir 2019 |
|
|---|
| Warga Sungai Tabuk Kesulitan Air Bersih, Dinas PUPR Banjar Sarankan ini |
|
|---|
| Perbaikan Jembatan Gantung Jadi Prioritas, Kades Kiram Sebut Belum Terealisasi karena Terganjal ini |
|
|---|
| Keran air Tak Berfungsi, Warga Desa Sungai Tambuk Hanya Mengharapkan ini dari Pemerintah |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.