UMP KALSEL 2025
Buruh Kotabaru Tuntut UMK Rp3,9 Juta, Kadin Kalsel Dukung UMP Pertimbangkan Inflasi
Saat ini besaran Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026 rencananya diumumkan pemerintah pusat pada Jumat (21/11).
BANJARMASINPOST.CO.ID, KOTABARU - Patokan besaran Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026 rencananya diumumkan pemerintah pusat pada Jumat (21/11). Menyambut pengumuman tersebut, sejumlah federasi buruh dan puluhan Pimpinan Unit Kerja (PUK) di Kabupaten Kotabaru pun bersiap menghitung kenaikan Upah Minimum Kabupaten (UMK).
Sekjen Konfederasi Serikat Buruh Kelapa Sawit Kalimantan (Serbusaka), Rutqi, bahkan mengungkapkan pihaknya menjadwalkan aksi damai penyampaian aspirasi di DPRD Kotabaru pada Selasa (18/11). “Aksi melibatkan enam federasi dan 51 PUK, dengan massa berkisar 1.000 orang,” ujarnya, Senin (17/11).
Ada beberapa tuntutan yang akan dilayangkan. Di antaranya mendesak pemerintah kabupaten dan dewan pengupahan Kotabaru untuk segera membahas dan menetapkan UMK 2026 tanpa penundaan.
Dikatakannya, penetapan UMK harus berlandaskan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168 Tahun 2024, yang mengatur bahwa perhitungan UMK wajib mempertimbangkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, serta indeks tertentu 1,0 – 1,4 persen dengan berorientasi pada kehidupan yang layak.
Baca juga: Lowongan Kerja Terbaru Indofood, Buka Untuk Banyak Posisi, Tamatan SMA hingga S2 Bisa Daftar
Baca juga: Lowongan Kerja Terbaru PT Konimex, Terbuka Bagi Lulusan SMA, SMK, D3 dan S1, Cek Lokasi Penempatan
“Dari perhitungan objektif tersebut, kami menuntut kenaikan UMK 2026 sebesar 8,5 persen sampai 10,5 persen. Itu angka yang rasional dan menggambarkan realitas kebutuhan hidup buruh di Kotabaru,” sebutnya.
Untuk diketahui di 2025, UMK Kotabaru sebesar Rp 3.643.004 dan menjadi yang tertinggi di Kalimantan Selatan. Dengan kenaikan 8,5 persen saja, akan terjadi kenaikan Rp 309.655. Artinya UMK Kotabaru pada 2026 akan menjadi Rp 3.952.659.
Wakil Ketua Aliansi Gerakan Buruh Kalimantan Selatan (Gebraks) ini juga menolak rencana keputusan Menteri Ketenagakerjaan yang menetapkan indeks tertentu hanya 0,2 sampai dengan 0,7 persen, karena bertentangan dengan Putusan MK Nomor 168/2024 dan tidak mencerminkan nilai Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
Menurutnya, indeks serendah itu akan semakin menjauhkan buruh dari kehidupan yang layak dan justru memperlebar kesenjangan.
Tuntutan lain, meminta penetapan Upah Minimal Sektoral Kabupaten (UMKS) tidak berbasis nominal. Karena sistem nominal terbukti tidak mengikuti perkembangan inflasi maupun kenaikan biaya hidup. “Karena itu, kami mendesakkan penetapan UMSK dengan mekanisme persentase, dengan usulan sebesar 17 persen,” ucap Rutqi.
Persentase tersebut dinilai sesuai hasil survei KHL yang dilakukan Serbusaka dan Gebraks
UMSK berbasis persentase dinilai lebih adil serta memastikan pekerja mendapatkan upah yang layak.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kalsel, Hj Shinta Laksmi Dewi SE, menyatakan, pihaknya mendukung penetapan UMP 2026 yang proporsional, rasional, dan berbasis data makro ekonomi.
“Kami menunggu hasil final dari Dewan Pengupahan. Namun secara garis besar Kadin telah memiliki pandangan yang sama, yaitu kenaikan UMP 2026 harus mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi, inflasi daerah, serta kemampuan riil dunia usaha untuk membayar,” ujarnya.
Meski demikian, diakui Shinta, ada beberapa anggota yang keberatan karena alasan biaya operasional dan perekonomian. “Betul, masih ada sebagian anggota yang menyampaikan keberatan. Faktor utamanya adalah tekanan biaya operasional, terutama pada sektor yang baru pulih pasca perlambatan ekonomi,” jelasnya.
Keinginan pengusaha, menurut Shinta, sederhana yakni realistis dan tidak menyebabkan perusahaan kesulitan membayar. “Bagi kami, penting memastikan kenaikan UMP menjaga keberlanjutan usaha,” tukasnya.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/banjarmasin/foto/bank/originals/unjuk-rasa-menuntut-kenaikan-upah-di-depan-gedung-dprd-kalsel-rabu-10112021.jpg)