Berita Viral

Turun dari Mobil Lalu Mengemis di Lampu Merah, Kakek Berbaju Lusuh Itu Bikin Publik Merasa Tertipu

Viral di media sosial, kakek turun dari mobil lalu mengemis di lampu merah. Aksi kakek berpakaian lusuh itu praktis membuat publik merasa tertipu.

|
Editor: Murhan
Instagram @jambisharing
SOSOK PENGEMIS VIRAL - Tangkapan layar video pengemis turun dari mobil lalu minta-minta di lampu merah kawasan Sipin, Kota Jambi. Publik pun merasa tertipu. 

BANJARMASINPOST.CO.ID - Sedang viral di media sosial, seorang kakek turun dari mobil lalu mengemis di lampu merah.

Aksi kakek berpakaian lusuh itu praktis membuat publik merasa tertipu.

Adanya peristiwa ini terlihat di lampu merah kawasan Sipin, Kota Jambi.  Video yang merekam kejadian itu diantaranya diunggah akun Instagram @jambisharing.

Awalnya, seorang kakek turun dari mobil, lengkap dengan topi dan karung.

Dia kemudian langsung beraksi meminta-minta kepada pengguna jalan di lampu merah.

Momen 'pindah profesi' kakek tersebut terekam jelas, memicu keheranan massal. 

Baca juga: Nasib Harta Sandra Dewi yang Disita Imbas Korupsi Harvey Moeis, Hakim Jelaskan Perkembangan Kasusnya

Masyarakat terkejut melihat seseorang yang datang dengan kendaraan roda empat, yang lazimnya dimiliki oleh kelas menengah ke atas, justru meminta belas kasihan.

"Terlihat seorang kakek turun dari mobil dan kemudian meminta-minta di lampu merah kawasan Sipin, Kota Jambi," tulis keterangan pada unggahan, Selasa (28/10/2025), melansir dari TribunJambi.

Video ini menunjukkan secara sekilas proses kakek tersebut turun dari mobil, berjalan menuju kerumunan kendaraan yang berhenti, dan mulai mengemis. 

Fenomena pengemis bermobil ini langsung menjadi perbincangan panas.

Unggahan tersebut sontak dibanjiri beragam respons dari warganet, yang mayoritas bernada heran, skeptis, hingga pengakuan pernah 'tertipu'.

Salah satu komentar menyoroti bahwa kakek tersebut kemungkinan besar memiliki kondisi finansial yang lebih baik ketimbang pemberi sedekah.

"Lebih berduit dari yg ngasih duit," tulis akun @umm***.

"Nampaknya mengemis bisa jadi pilihan karier," sindir @ari***.

"Pake topi , bawa karung datang pake mobil," kata @rif**.

Bahkan, ada warganet yang mengaku pernah memberikan uang kepada kakek tersebut sebelum mengetahui fakta 'bermobil' ini:

"Lah, kakek ini pernah ado d jlan lampu merah dekat rumah sayo di kenali bawah... sangkin sayo kasian sm kakek ni, laju sayo ksh duit... trnyata kakek ini ado mobil ????, bukan org susah pengemis asli rupo ny ????????????, ktipu sayo, dak po la, yg penting sayo ikhlas," tulis @mik***.

Warganet lain juga sempat fokus pada stiker di mobil, dan mengomentari bahwa profesi mengemis seolah telah menjadi pekerjaan yang terorganisir.

Fenomena "pengemis bermobil" ini memicu perdebatan mengenai pentingnya bersedekah kepada orang terdekat yang kita ketahui kondisinya secara pasti.

Hingga berita ini ditayangkan, belum ada konfirmasi resmi dari pihak terkait, seperti Dinas Sosial Kota Jambi, mengenai identitas kakek tersebut dan apakah aksinya merupakan bagian dari sindikat atau hanya modus pribadi.

Sebelumnya, fenomena pengemis marah karena tak diberi uang juga menjadi sorotan.

Beberapa waktu lalu, beredar video yang memperlihatkan seorang pengemis di Kota Probolinggo, Jawa Timur, menoyor kepala seorang perempuan gara-gara tak diberi uang.

Hal serupa juga terjadi di Kota Semarang, Jawa Tengah. Seorang pengemis melempar sandal ke mobil pengendara karena tak diberi uang.

Menurut sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Drajat Tri Kartono, dua fenomena tersebut menggambarkan adanya pergeseran perilaku dari filantropi menjadi transaksional.

Awalnya, fenomena pengemis berkaitan dengan perilaku filantropi, yang mana saat orang bersedekah bertujuan untuk meringankan beban orang lain.

“Kita bersedekah dengan harapan orang yang tidak mampu bisa tertolong,” ujarnya, Senin (27/6/2022), melansir dari Kompas.com.

Selain itu, perilaku filantropi erat kaitannya dengan nilai-nilai religius. Ketika orang bersedekah, dia berharap bisa memperoleh pahala.

Namun, seiring waktu berjalan, ditambah dengan makin tingginya tuntutan ekonomi, perilaku mengemis mengalami pergeseran menjadi transaksional.

Bahkan, terang Drajat, pergeseran ini menjadikan tindakan mengemis tak lagi sekadar meminta-meminta, melainkan jadi sebuah pekerjaan.

Karena adanya pergeseran perilaku ini, para pengemis meminta kepada masyarakat untuk mengakui dan menghargai pekerjaan tersebut.

Oleh karena itu, mereka akan marah bila tak diberi uang. Atau dalam beberapa kasus, pengemis merasa tidak dihargai ketika diberi uang receh Rp 100 atau Rp 500.

“Pengemis meminta harus dihargai, bahwa mengemis harus diberi,” ucapnya.

Anggapan mengemis adalah pekerjaan, dapat membuat seorang pengemis bertindak agresif bila tak diberi uang.

“Mereka menganggapnya itu adalah penghinaan dan tidak dihargai. Perilaku transaksional ini basisnya perilaku timbal balik, dasarnya terkait dengan penghargaan-penghargaan yang lebih bersifat instrumental, berupa uang, dan lain-lain,” ucapnya.

Di samping itu, Drajat juga memandang bahwa pergeseran perilaku ini disebabkan oleh semakin tingginya tuntutan ekonomi.

“Sementara itu, persaingan antarpengemis juga semakin besar, sehingga menuntut mereka segera mendapatkan uang tak hanya Rp 2.000 maupun Rp 4.000, tapi lebih,” ungkapnya.

Adanya tekanan di perkotaan juga mendorong pengemis bertindak agresif.

Tekanan yang dimaksud Drajat adalah dipersempitnya ruang gerak pengemis lantaran di beberapa daerah mulai menerapkan larangan memberikan uang kepada pengemis.

“Ini membuat peluang hidup mereka di perkotaan makin dibatasi. Mereka dilarang di keramaian. Larangan ini mengurangi ruang dia mendapat peluang ekonomi,” tuturnya.

Tingginya tuntutan ekonomi dan terbatasnya ruang gerak menjadikan pengemis berharap lebih kepada masyarakat agar memberikan uang.

“Mereka menuntut standar tingkat kesalehan yang lebih tinggi,” jelas dosen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) UNS ini.

Hukum Mengemis

Fenomena orang yang gemar meminta-minta tanpa usaha sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam sebuah tayangan video di kanal YouTube @buyayahyaofficial, KH Yahya Zainul Ma'arif atau Buya Yahya menjelaskan pandangan Islam tentang sikap meminta.

Buya Yahya menyebutkan bahwa ada orang yang menjadikan meminta-minta sebagai kebiasaan. 

Mental seperti ini, menurutnya, tidak mencerminkan mental seorang Muslim yang diajarkan dalam Islam. 

Rasulullah mengajarkan umatnya untuk hidup mandiri dan tidak bergantung pada orang lain.

“Orang yang suka meminta-minta tanpa usaha itu seperti benalu. Mentalnya mental peminta-minta, dan itu bukan mental Islami,” ujar Buya Yahya dalam video tersebut.

Ia menegaskan pentingnya bekerja keras dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Islam memandang bahwa tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. 

Dalam hal ini, tangan di atas melambangkan orang yang memberi, sementara tangan di bawah melambangkan orang yang meminta.

Rasulullah mengajarkan umatnya untuk menjadi pemberi, bukan penerima.

Menurut Buya Yahya, menjadi pemberi membutuhkan usaha dan kerja keras. 

Dengan berusaha, seseorang tidak hanya mencukupi kebutuhan dirinya, tetapi juga dapat membantu orang lain.

Mentalitas seperti ini seharusnya menjadi tujuan hidup seorang Muslim.

Namun, bukan berarti Islam melarang meminta tolong.

Dalam keadaan darurat, meminta bantuan adalah hal yang wajar. 

Islam justru mendorong umatnya untuk saling membantu dan mendukung, tetapi dengan catatan bahwa meminta tolong tidak menjadi kebiasaan.

(Banjarmasinpost.co.id/TribunJatim.com)

 

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved