Berita Nasional

Satu Kebijakan Kontroversial Gubernur Riau Abdul Wahid Sebelum Terjaring OTT KPK

Ini satu kebijakan kontroversial Gubernur Riau Abdul Wahid sebelum terjaring dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang digelar Komisi

Editor: Edi Nugroho
Instagram @wahid_simbar
KONTROVERSI GUBERNUR RIAU - Politisi PKB sekaligus Gubernur Riau, H. Abdul Wahid, S.Pd. Jejak kontroversi Gubernur Riau Abdul Wahid sebelum terjaring dalam OTT KPK, mewajibkan seluruh pelaku usaha menggunakan kendaraan yang terdaftar di Provinsi Riau dan pakai pelat BM, baik milik sendiri maupun melalui pihak ketiga atau vendor. Ingin Dongkrak PAD, Satu Kebijakan Kontroversial Gubernur Riau Sebelum Terjaring OTT KPK 

BANJARMASINPOST.CO.ID- Ini satu kebijakan kontroversial Gubernur Riau Abdul Wahid sebelum terjaring dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang digelar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Provinsi Riau.

Sebelum terjaring OTT KPK, Gubernur Abdul Wahid mengeluarkan kebijakan yang sempat menuai kontroversi.

Yakni, mewajibkan seluruh pelaku usaha menggunakan kendaraan yang terdaftar di Provinsi Riau, baik milik sendiri maupun melalui pihak ketiga atau vendor.

Hal tersebut, kata Abdul, demi meningkatkan penerimaan pajak, sekaligus menjadi bentuk tanggung jawab pelaku usaha terhadap kondisi infrastruktur daerah, khususnya jalan yang menjadi kewenangan provinsi.

Baca juga: Tapin Merangkak, Tanahlaut Masih Perkasa di Puncak

Baca juga: Atletik Sumbang Dua Emas, Kontingen HSS di Porprov XII Kalsel Sementara Raih 19 Medali Emas

Aturan tersebut, menjadi salah satu langkah strategis pemerintah daerah (pemda) untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD)  

Jejak kontroversi Gubernur Riau Abdul Wahid sebelum terjaring dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang digelar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Provinsi Riau.

Ditangkapnya Abdul Wahid dalam operasi senyap tersebut dibenarkan oleh Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto, pada Senin (3/11/2025).

"Salah satunya [Abdul Wahid]," kata Fitroh kepada wartawan, Senin petang.

KPK belum mengungkap dugaan tindak pidana korupsi apa yang melatarbelakangi OTT kali ini

Namun, penangkapan Abdul Wahid ini diduga kuat terkait operasi yang juga menjerat pejabat di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Riau.

Sementara itu, juru bicara KPK Budi Prasetyo mengungkap, total ada 10 orang yang diamankan, sebagian besar merupakan penyelenggara negara.

"Benar, ada kegiatan tangkap tangan yang KPK lakukan di wilayah Provinsi Riau. Saat ini atau sampai dengan saat ini ada sekitar sejumlah 10 orang yang diamankan," kata Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin petang.

"Dari 10 orang tersebut, pihak-pihak yang diamankan dari pihak-pihak penyelenggara negara," tambahnya.

Kesepuluh orang yang terjaring OTT KPK tersebut saat ini masih berada di Riau untuk menjalani pemeriksaan awal. 

Rencananya, mereka akan dibawa ke Gedung Merah Putih KPK di Jakarta besok atau Selasa (4/11/2025).

"Belum, saat ini masih di lokasi. Jadi rencana tim akan membawa ke gedung KPK Merah Putih, kemungkinan dijadwalkan besok," ucap Budi.

Budi juga menjelaskan soal barang bukti yang diamankan, di antaranya adalah sejumlah uang, tetapi jumlah pastinya masih belum terungkap.

"Tentunya ada sejumlah uang juga ya, nanti kami akan update soal itu," lanjutnya.

Sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), KPK memiliki waktu 1x24 jam untuk menentukan status hukum para pihak yang diamankan, apakah dinaikkan statusnya menjadi tersangka atau dilepaskan.

Wajibkan Pelaku Usaha Pakai Kendaraan Pelat Nomor BM

Sebelum terjaring OTT KPK, Gubernur Abdul Wahid mengeluarkan kebijakan yang sempat menuai kontroversi.

Yakni, mewajibkan seluruh pelaku usaha menggunakan kendaraan yang terdaftar di Provinsi Riau, baik milik sendiri maupun melalui pihak ketiga atau vendor.

Hal tersebut, kata Abdul, demi meningkatkan penerimaan pajak, sekaligus menjadi bentuk tanggung jawab pelaku usaha terhadap kondisi infrastruktur daerah, khususnya jalan yang menjadi kewenangan provinsi.

Aturan tersebut, menjadi salah satu langkah strategis pemerintah daerah (pemda) untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD)  

"Kendaraan operasional perusahaan, baik yang dimiliki langsung maupun disewa, harus berpelat BM dan memiliki status pajak yang aktif," tutur Abdul Wahid, Senin (29/9/2025).  

Dia menjelaskan, kepatuhan pelaku usaha terhadap aturan tersebut akan berdampak langsung pada pembangunan daerah. 

"Peningkatan PAD yang bersumber dari pajak kendaraan bermotor akan kami gunakan untuk pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur. Ini manfaatnya akan kembali ke Bapak/Ibu pelaku usaha juga," jelasnya.  

Abdul Wahid menyebutkan, jalan dan jembatan yang terawat serta mulus akan memberikan kemudahan, kenyamanan, dan efektivitas waktu atas mobilitas serta aktivitas usaha yang dilakukan oleh perusahaan.  

Dengan demikian, menurutnya, kepatuhan dalam penggunaan kendaraan berpelat BM dan berstatus pajak aktif adalah investasi bagi kelancaran bisnis itu sendiri. 

Kebijakan ini tertuang dalam Surat Edaran (SE) bernomor 2507/900.1.13.1/Bapenda/2025 yang ditujukan kepada seluruh pimpinan pelaku usaha se-Riau.

SE tersebut, menggarisbawahi pentingnya peran serta perusahaan dalam mendukung pembangunan daerah, khususnya terkait kondisi infrastruktur jalan.  

Landasan hukum kewajiban itu juga merujuk pada Peraturan Gubernur (Pergub) Provinsi Riau Nomor 12 Tahun 2025 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pajak Daerah.  

Secara spesifik, Pasal 9 ayat (3) dalam Pergub tersebut mengatur bahwa seluruh pelaku usaha wajib menggunakan kendaraan yang terdaftar di Provinsi Riau (Nomor Polisi BM).

Aturan itu mewajibkan kendaraan dengan kondisi pajak yang aktif, baik kendaraan milik pribadi perusahaan maupun kendaraan yang berasal dari pihak ketiga (vendor). 

Kebijakan kendaraan usaha wajib pakai pelat BM ini pun membuat Gubernur Riau Abdul Wahid menuai sejumlah kritikan.

Dalam unggahan video di akun media sosial Instagram miliknya, @wahid_simbar pada 16 September 2025, politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini terlihat sedang berbincang dengan seorang sopir truk pengangkut kayu.

“Coba lihat ini, ini perusahaan kayu yang berada di Riau, coba lihat platnya… plat mana ini?” ujar Abdul Wahid dalam video tersebut.

Menurutnya, aturan ini tidak hanya soal administrasi, tapi juga bentuk kontribusi nyata untuk pembangunan infrastruktur di Riau.

Sesuai ketentuan, kalau perusahaan beroperasi di Riau, kendaraan usahanya juga harus terdaftar di Riau. 

"Nanti kasih tahu sama bosnya, ganti plat, platnya BM,” tegasnya.

Kebijakan wajib pelat BM untuk kendaraan usaha ini pun membuat Gubernur Riau Abdul Wahid disamakan dengan aksi Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution yang beberapa waktu lalu menindak kendaraan berplat Aceh saat melintas di wilayah Sumatera Utara.

Kala itu, kebijakan Bobby menuai kecaman dari masyarakat Aceh lantaran dianggap bisa merusak hubungan baik antara Aceh dan Sumut.

Tak heran, publik kemudian membandingkan dua kebijakan serupa yang kini muncul di dua provinsi berbeda.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Sebelum Kena OTT KPK, Gubernur Riau Pernah Tuai Kontroversi: Wajibkan Kendaraan Usaha Pakai Pelat BM,

 

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved