Berita Viral

Warga Tionghoa Geleng-geleng Kepala, Puluhan Guci Kuningan di Kelenteng Diangkut Maling Pakai Motor

Maling boyong puluhan guci logam di altar sembahyang kelenteng Desa Bakit, Kecamatan Parittiga, Bangka Barat, Bangka Belitung

dok polres bangka barat
MALING GUCI - Personel unit Reskrim Polsek Jebus berpose bersama tersangka maling guci di kelenteng bersama barang bukti, Kamis (13/11/2025) malam. 
Ringkasan Berita:
  • Sejumlah guci logam di altar sembahyang kelenteng di Desa Bakit, Kecamatan Parittiga, Bangka Barat, Bangka Belitung (Babel), hilang dicuri
  • Guci-guci yang raib tersebut diperkirakan bernilai mencapai Rp 30 juta.
  • Hanya berselang 10 jam setelah laporan kehilangan. polisi menangkap pelaku berinisial A (32). Saat diperiksa, dia mengakui perbuatannya
 

 

BANJARMASINPOST.CO.ID - Maling sekarang makin edan, kalau tak bisa dibilang aneh.

Barang yang diembat bisa apa saja, asalkan bisa dijual dan hasilkan uang dalam jumlah lumayan.

Seperti yang terjadi di Desa Bakit, Kecamatan Parittiga, Bangka Barat, Bangka Belitung (Babel) 

Sejumlah guci logam di altar sembahyang kelenteng setempat,jadi sasaran aksi pencurian. 

Baca juga: Sembahyang di Kelenteng Soetji Noerani, Ini Harapan Umat Buddha di Banjarmasin Hari Raya Imlek 2576

Tapi hanya berselang 10 jam setelah laporan kehilangan polisi menangkap pelaku berinisial A (32). 

"Masyarakat harus merasa aman saat beribadah dan setiap gangguan terhadap rumah ibadah akan kami tindak tegas," ucap Kasi Humas Polres Bangka Barat, Iptu Yos Sudarso di Mapolres Bangka Barat, Jumat (14/11/2025). 

Yos menuturkan, pengungkapan kasus bermula pada Kamis (13/11/2025) pukul 08.00 WIB ketika pelapor R (52), seorang buruh harian lepas, mendapat informasi dari saksi A bahwa sejumlah guci kuningan yang digunakan untuk sembahyang di kelenteng telah hilang.

Setelah dicek ke lokasi, diketahui bahwa guci-guci tersebut tidak ada lagi dengan total kerugian diperkirakan mencapai Rp 30 juta.

Usai menerima laporan tersebut, unit Reskrim Polsek Jebus yang dipimpin Panit Reskrim Ipda Eko Prasetyo bersama Katim Buser Brigadir Hamzah Adi Nugraha, langsung melakukan penyelidikan. 

Kemudian, sekitar pukul 18.00 WIB, tim mendapatkan informasi keberadaan tersangka di Desa Bakit dan berhasil menangkap A (32), warga setempat yang mengakui perbuatannya. 

Barang bukti yang diamankan antara lain guci kuningan bercorak naga besar dan sedang, guci kuningan polos berbagai ukuran, serta kaki dudukan guci. 

Selain itu, juga diamankan logo naga kuningan, karung putih, serta dua unit sepeda motor tanpa nomor polisi, yaitu Kawasaki Ninja 150 RR dan Yamaha Mio Sporty.

Semua barang bukti dibawa ke Mako Polsek Jebus untuk proses penyidikan lebih lanjut. 

Tersangka yang kini ditahan di Mapolsek Jebus dijerat Pasal 363 KUHP tentang pencurian dengan pemberatan.

Macam-macam Kelenteng

Klenteng atau kelenteng adalah tempat ibadah warga keturunan Tionghoa di Indonesia. 

Bagi masyarakat Tionghoa, klenteng tidak hanya sebagai tempat beribadah saja, tapi juga punya peran sangat besar dalam kehidupan. 

Di Indonesia, klenteng mengalami pasang-surut dalam penggunanya, karena sempat mengalami kemunduran saat masa orde baru.

Kelenteng adalah istilah umum untuk tempat ibadah yang bernuansa arsitektur Tionghoa

Sebutan "klenteng" hanya dikenal di pulau Jawa, tidak di wilayah lain di Indonesia.

Sementara di Sumatra, kebanyakan masyarakatnya menyebut klenteng pekong. 

Sedangkan di Kalimantan, khususnya orang Hakka yang banyak ditemukan di Pontianak dan Banjarmasin menyebut klenteng dengan istilah thai pakkung, pakkung miau atau shinmiau.

Tapi dengan waktu seiring, istilah ‘kelenteng’ menjadi umum dan mulai meluas penggunaannya.

Klenteng dibangun pertama kali pada tahun 1650 oleh Letnan Kwee Hoen dan dinamakan Kwan Im Teng. 

Hal itu sebagai persembahan kepada Kwan Im atau Dewi Kwan Im (Dewi welas asih atau Avalokitesvara bodhisatva). 

Dari kata Kwan Im Teng inilah orang Indonesia akhirnya lebih mengenal kata Klenteng daripada Vihara.

Pada mulanya, klenteng adalah tempat penghormatan pada dewa atau leluhur masing-masing marga Tionghoa

Seiring perkembangan zaman, penghormatan kepada dewa-dewi kemudian dibuatkan ruangan khusus yang dikenal sebagai klenteng yang dapat dihormati oleh berbagai macam marga dan suku. 

Di dalam klenteng, selain sebagai tempat beribadah, juga disediakan tempat untuk mempelajari ajaran-ajaran atau agama leluhur seperti ajaran-ajaran Konghucu, Taoisme, dan bahkan ada pula yang mempelajari ajaran Buddha.

Klenteng adalah sebutan umum bagi tempat ibadah orang Tionghoa sehingga klenteng  terbagi atas beberapa kategori yang mewakili agama Taoisme, Konghucu, Buddhisme. 

Adapun beberapa klenteng berdasarkan tempat beribadah:

Konghucu Klenteng bagi umat yang beragama Konghucu dinamakan Miao, Kongmiao, dan Wenmiao.

Taoisme Klenteng yang digunakan oleh umat Toisme biasanya disebut sebagai Gongguan.

Namun pada mulanya, nama yang digunakan bukan Gongguan. Awalnya disebut dengan Jing yang berarti damai dan She yang berarti gubuk. 

Istilah Gongguan  baru dipakai pada masa Dinasti Tang sekitar abad ke-7 M. 

Buddhisme Klenteng yang digunakan oleh umat Buddha sering disebut dengan Siyuan. 

Siyuan memiliki arti luas sebagai tempat beribadah dan juga tempat pendidikan.

(kompas.com)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved