Kering atau Basah
SIAPA yang ingin pemerintah mendatang menjadi lahan kering untuk koruptor dan siapa yang ingin pemerintah
SIAPA yang ingin pemerintah mendatang menjadi lahan kering untuk koruptor dan siapa yang ingin pemerintah menjadi lahanbasah?
Hanya ada dua pasang calon pemimpin bangsa yang bisa diharapkan memberi yang terbaik, Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla dan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Silakan diklop-klopkan sendiri mana yang pas dan layak dicoblos pada 9 Juli 2014 mendatang.
Saya tidak mengatakan siapa lebih baik dari dua calon presiden kita. Semua mendambakan pemerintahan yang bersih. Jokowi selama ini terkenal bersih, jujur dan merakyat.
Dia juga tegas, terbukti sikapnya yang kukuh antikorupsi membuat DPRD DKI tak berkutik. Dicari kesalahannya juga tidak bisa karena dia bersih. Preman-preman Tanah Abang pun bertekuk lutut, perambah waduk Pluit atau waduk Ria Rio pasrah. Tapi mereka tidak ditelantarkan karena disediakan rumah susun sebagai pengganti.
Sementara semua tahu Prabowo. Dia jenderal bintang tiga. Banyak pengalaman direguknya. Dia jenderal yang menjadi pemimpin petani. Dia bertekad ingin membangun Indonesia menjadi lebih baik. Karena itu dia berusaha merangkul sebanyak-banyaknya partai politik dalam koalisinya agar ikut berperan. Dia juga antikorupsi dan akan menjadikan pemerintahannya bersih.
Tapi entah disadari entah tidak, salah satu ketua umum partai koalisinya, Ketua Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suryadharma Ali yang juga Menteri Agama (Menag), terlibat masalah korupsi haji. Dia sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi. Bisa dibayangkan seandainya dia masih menjadi menteri lagi jika Prabowo menang.
Partai anggota koalisi Prabowo juga ada yang terkesan anti- KPK. Di Komisi III DPR, dia selalu mendengungkan pengurangan wewenang KPK. Semoga maksud suci Prabowo tidak terjegal oleh sikap dan perilaku teman koalisinya.
Prabowo juga menjadi tempat yang nyaman bagi mereka yang sedang galau atau kecewa. Misalnya Mahfud MD yang gagal jadi cawapresnya Jokowi, seperti janji Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Dia kini menjadi Ketua Tim Sukses Pemenangan Prabowo-Hatta. Alasan bahwa platformnya sama dengan Prabowo tak begitu saja dipercaya. Pasalnya, mengapa ‘mampir’ dulu ke Jokowi?
Sikap Mahfud ini sama dengan raja dangdut Rhoma Irama yang juga menyeberang ke kubu Prabowo karena kecewa tidak dicapreskan oleh PKB. Padahal ia sudah berjuang mati-matian demi menaikkan perolehan suara PKB.
PKB dalam pemilu legislatif hanya nomor urut 5 dengan perolehan 9 persen suara lebih sedikit. Dengan hitungan matematika macam apa pun tak mungkin suara 9 persen dapat mengusung capres. Toh bakal capresnya masih kecewa, apalagi kalau masuk tiga besar.
Ketua Pemenangan Pemilu Partai Hanura, Hary Tanoesoedibyo dan petinggi lainnya, Fuad Bawazier juga ikut bergabung ke kubu Prabowo, tidak mau mengikuti langkah ketua umumnya, Wiranto, yang bergabung ke kubu Jokowi-Kalla
***
Kubu Prabowo cukup ramai, sangat intens mempersiapkankemenangan. Pendukungnya terus berdatangan, mulai jenderal sampai artis. Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie yang saat-saat akhir merapat ke PDIP pun tiba-tiba berbelok ke Prabowo. Ibarat gula, kubu Prabowo banyak dirubung semut yang datang dari mana-mana.
Sebaliknya kubu Jokowi-Kalla kesannya sepi-sepi saja, tidak banyak yang datang. Padahal banyak orang andal sampai jenderal merapat. Termasuk Raktor Universitas Paramadina Anies Baswedan.
Sekarang tinggal menghitung-hitung perolehan suara kedua capres tersebut. Jokowi hanya didukung sedikit partai tapi memiliki elektabilitas tinggi. Prabowo elekbilitasnya selalu di bawah Jokowi tapi didukung banyak partai sehingga di atas kertas dia unggul. Kalau Partau Demokrat bergabung berarti kalau Prabowo menang akan menguasai parlemen. Secara teori pemerintahan akan aman.
Tapi apa betul? Presiden Susilo Bambang Yudhoyono didukung koalisi hampir semua partai, tapi tiap hari digoyang oleh teman koalisinya.
Jokowi sebagai gubernur DKI Jakarta hanya didukung PDIP dan Gerindra, tapi bisa membuat DPRD tak bisa macam-macam. Konon zamannya Gubernur Fauzi Bowo, DPRD DKI makmur, sekarang kering kerontang.
Pada pemilukada DKI, Jokowi juga hanya didukung PDIP dan Gerindra, Fauzi Bowo didukung semua partai sisanya, toh Jokowi yang menang. Jadi bukan dukungan partai yang menentukan, tapi pemilih.
Pemilih paling berkuasa, selera mereka sangat menentukan masa depan bangsa. Termasuk ingin pemerintahan yang seperti apa adalah hak rakyat untuk menentukan. Semuanya sudah digelar, semua bisa dibaca. Tinggal pilih. (*)