Prabowo Vs Jokowi

Oleh: Pramono BS

BEDA Prabowo Subianto dan Joko Widodo (Jokowi) cukup banyak. Prabowo dari kalangan atas, Jokowi dari kalangan menengah ke bawah. Ayahnya Prabowo seorang menteri, bahkan pernah tinggal di istana semasa menjadi menantu Presiden Soeharto. Sementara ayah Jokowi adalah pedagang bambu, tinggal di pinggir sungai  dan kerap pindah kampung.

Prabowo sudah tampak bakal menjadi orang besar dengan masuk ke Akabri (sekarang Akmil). Konon bacaannya pun tentang tokoh-tokoh dunia sehingga dunia mimpi yang ada padanya adalah dunianya orang besar. Benar juga, dia bisa menjadi seorang jenderal. Jokowi ‘hanya’ masuk Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada (UGM), mimpinya ingin seperti sang ayah.

Selepas dari dinas militer, Prabowo menjadi pengusaha besar dengan kekayaan sekarang (yang diumumkan Komisi Pemilihan Umum/KPUPU) Rp 1,6 triliun dan sejumlah valuta asing. Selepas dari bangku kuliah Jokowi usaha kayu dengan kekayaan sekarang Rp 29 miliar, terkecil di antara kedua capres-cawapres.

Prabowo membayangkan menjadi presiden sudah sejak lama, antara lain pernah menjadi cawapresnya Megawati (2009). Untuk mendekatkan diri dengan rakyat ia juga pernah menjadi Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI).

Iklan tentang dirinya melalui televisi bertahun-tahun ditayangkan agar masyarakat mengenal lebih dekat. Ia juga membekali diri dengan gaya berpidato yang berapi-api bagaikan orator ulung.

Jokowi mengaku sejak awal tidak pernah mempersiapkan diri menjadi pejabat. Ia tidak bisa pidato, bicaranya sering gagap. Ia kali pertama  masuk ke PDIP (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan) ketika didaulat menjadi calon wali kota Solo pada 2005.

Ketua DPC PDIP Solo, Hadi Rudyatmo, yang memperkenalkannya dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Jokowi dipasangkan dengan Hadi dalam Pilkada. Menang. Tahun 2010 Jokowi maju lagi dan menang dengan perolehan lebih dari 90 persen suara.

Jokowi kabarnya juga ragu-ragu saat hendak ‘dibawa’ ke Jakarta,guna mengikuti pemilihan gubernur. Ternyata kepemimpinannya diterima rakyat (meski banyak pula yang bersikap sebaliknya). Namanya meroket, popularitasnya nomor satu dibanding tokoh nasional mana pun termasuk Megawati. Wajahnya setiap hari menghiasi media.

Ketika ia dicapreskan, strateginya beda dengan Prabowo. Prabowo memilih koalisi gemuk dengan menampung semua partai yang mau bergabung. Jokowi memilih koalisi ramping karena tidak mau tersandera oleh partai-partai koalisi seperti yang dialami Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

***

Visi dan misi Prabowo dan Jokowi relatif sama, hanya penekanannya yang berbeda. Misalnya Prabowo menjanjikan Rp 1 miliar tiap desa tiap tahun, Jokowi Rp 1,4 miliar sesuai UUD Desa. Prabowo akan membuat sawah-sawah baru, Jokowi akan bikin bendungan-bendungan baru, sehingga sawah yang dicetak ada jaminan dapat air.

Kalau Prabowo yang menang tentu kabinetnya akan meriah dengan warna-warni khas pembawaan para pendukungnya. Kalau Jokowi yangmenang kabinetnya akan ramping karena hanya koalisi kecil.

Hari penentuan untuk memilih semakin dekat. Kedua pasangan capres-cawapres juga sudah tuntas menyampaikan janji dan gagasan pada rakyat calon pemilih. Kelompok silumannya juga sudah tuntas menjelek-jelekkan pasangan capres-cawapres pesaing. Mantan Ketua PP Muhammadiyah Syafi’i Maarif menyebut aksi itu sebagai kampanye najis.

Para capres/cawapres kini bisa beristirahat sejenak sambil berdoa. Hanya tim siluman yang masih perlu diwaspadai, mereka ada di mana-mana, di TPS, KPPS atau berbaur dengan rakyat.

Lantas siapa kira-kira bakal unggul? Kalau kekuatan kandidat ditotal, yang legal maupun ilegal, Prabowo vs Jokowi seperti durian musuh mentimun.

Kalau duriannya pas menghujam ke mentimun maka si mentimun akan lumat. Tapi kalau mentimunnya bisa berkelit maka dia selamat dan si durian akan jatuh terbelah. Tunggu tanggal 9.... (*)