Predator
TAK ada yang menyangka jika seorang anggota DPR dari Fraksi Hanura, Dewie Yasin Limpo bakal ditangkap personel
Oleh: Pramono BS
TAK ada yang menyangka jika seorang anggota DPR dari Fraksi Hanura, Dewie Yasin Limpo bakal ditangkap personel KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) di Bandara Soekarno-Hatta, saat hendak naik pesawat.
Tak ada yang mengira bahwa Adriansyah, anggota DPR dari Fraksi PDIP ditangkap personel KPK saat mengikuti kongres di Bali.
Juga tak pernah terpikirkan jika tiga hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan diborgol penyidik KPK saat menerima suap dari anak buah OC Kaligis, pengacara kondang yang kini ikut jadi tersangka. Banyak lagi contoh kedigdayaan KPK.
Bayangkan seandainya kewenangan KPK melakukan penyadapan dicabut, atau harus seizin ketua Pengadilan Negeri. Bayangkan seandainya kewenangan KPK melakukan penuntutan dicabut dan diserahkan pada Kejaksaan dan bayangkan pula seandainya KPK yang “dibunuh”. Waktu hidupnya dibatasi 12 tahun lagi seperti usulan legislator PDIP, NasDem, PKB dan Hanura.
Seperti operasi tangkap tangan yang lain, semua berlangsung senyap, tidak ribut-ribut, tak meledak-ledak, tak ada pernyataan yang menakutkan. Semuanya berjalan pasti, efektif, efisien, mulai dari penangkapan sampai penuntutannya. Itulah yang ditunjukkan KPK selama ini. Apa yang seperti ini mau dikebiri?
Dewie Yasin Limpo ditangkap dalam kaitan proyek pembangunan pembangkit listrik di Papua. Semua ada enam orang yang ditangkap.Penangkapan Dewie menambah panjang deretan anggota DPR yang terjerat kasus korupsi.
Beberapa hari sebelumnya angggota DPR dari NasDem, Patrice Rio Capella juga dijadikan tersangka korupsi dalam kasus Bantuan Sosial (Bansos) Sumut yang kini menjerat gubernurnya, Gatot Pujo Nugroho dan istrinya.
Patrice diminta agar kasus tersebut bisa diredam mengingat Jaksa Agung, MPrasetyo, juga kader NasDem.
Ketiga anggota DPR yang jadi pesakitan KPK itu kebetulan berasal dari fraksi pengusul revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, yakni PDIP, Hanura dan NasDem. Mereka tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat (KIH). Satu fraksi anggota KIH lainnya adalah PKB. Fraksi-fraksi inilah yang akan memperkuat (baca: memperlemah) KPK dengan poin-poin usulan seperti disinggung sebelumnya.
Maksud sesungguhnya revisi UU KPK memang tidak secara eksplisit tergambar, tapi masyarakat bisa membaca tanda-tanda. Buat apa bersusah payah menumpulkan pedang KPK kalau tidak ada kasus yang harus diselamatkan. Penangkapan anggota DPR dari KIH membuktikan banyaknya kasus, bahkan mungkin ada yang lebih besar.
Tak ayal Presiden Joko Widodo (Jokowi) bimbang menyikapi. Di depan pimpinan DPR, Presiden bilang revisi ditunda. Tapi dalam wawancara dengan salah satu media televisi, dia tegas menolak revisi.
***
Jokowi berani mengambil risiko tidak populer dengan menaikkan harga BBM agar dana subsidi yang hampir 1 triliun rupiah setiap hari agar bisa dialihkan untuk membangun infrastruktur seperti jalan, pelabuhan, kereta api, dan waduk. Tetapi banyak juri di negeri ini, ada yang menilai dengan damai, ada yang dengan demo.
Mungkin Jokowi sedang bingung. Memilih kepentingan rakyat atau kepentingan partai pendukung. Maka lahirlah kabinet yang tidakprofesional, pergantian Kapolri yang berujung perseteruan Polri vs KPK atau revisi UU KPK.