Sesat Pikir

KALAU kita amati pada sidang paripurna DPR Jumat lalu ada yang aneh, tidak seperti biasanya. Pada kursi pimpinan, ketua dan wakil ketua mengenakan

Editor: BPost Online
zoom-inlihat foto Sesat Pikir
dokbpost
H Pramono BS

Oleh: Pramono BS

KALAU
kita amati pada sidang paripurna DPR Jumat lalu ada yang aneh, tidak seperti biasanya. Pada kursi pimpinan, ketua dan wakil ketua mengenakan masker untuk menutupi hidung dan mulutnya, layaknya masyarakat yang tengah menderita akibat paparan asap yang sudah berlangsung lama di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan terakhir Maluku dan Papua.

Terasa aneh memang, di dalam ruang yang nyaman, udara bersih, sejuk dan serbaistimewa, orang memakai masker. Apakah tujuannya untuk menyindir pemerintah yang gagal memadamkan api atau bentuk peringatan pada pemerintah.

Menurut Ketua DPR Setya Novanto, pemakaian masker itu hanya bentuk solidaritas kepada rakyat yang tengah dirundung malang. “Jangan dibesar-besarkan,” katanya.

Pada saat yang bersamaan Presiden Joko Widodo (Jokowi)sedang berada di di Ogan Komering Ilir, Sumsel, melihat lahan gambut yang terbakar dengan tidak memakai masker, mendatangi rumah-rumah singgah untuk yang membutuhkan bantuan alat pernapasan, mengecek tempat-tempat pengobatan dan menemui penduduk. Jokowi datang sejak Kamis, langsung dari Amerika Serikat.

Hari Jumat, dia ke Jambi menemui suku terasing yang kehilangan lahan penghidupannya karena terbakar. Jokowi menjanjikan rumah yang layak kalau mereka mau pindah dari hutan. Ternyata mereka menurut. Sabtunya, Jokowi langsung terbang ke Palangkaraya, Kalteng untuk tujuan sama. Kunjungan ini untuk kesekian kalinya sejak terjadi kebakaran lahan. Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti dan sejumlah menteri juga pernah blusukan ke ladang-ladang yang terbakar bersama Jokowi.

Apa yang dilakukan Jokowi bukan sekadar solidaritas tapi tanggung jawab. Ia sudah menunjukkan tanggung jawabnya sebagai kepala negara. Sementara solidaritas yang dilakukan pimpinan DPR tidak lebih dari banyolan yang tidak lucu.

Mestinya refleksi diri apa yang sudah dilakukan sejak terjadi kebakaran. Tidak ada yang signifikan, malah-malah akan membentuk Pansus (Panitia Khusus) Asap untuk menyelidiki pemerintah yang dinilai gagal memadamkan api.

Bahkan, anggota DPR Benny K Harman mengatakan, pembentukan Pansus Asap jauh lebih penting daripada Pansus Pelindo II yang menyelidiki kecurangan di perusahaan pelabuhan terbesar di tanah air itu.

Ketika awal-awal terjadi kebakaran lahan dan hutan, DPR tidak bereaksi sebagai masukan untuk pemerintah. Ketua dan Wakil Ketuanya, Setya Novanto dan Fadli Zon justru berlama-lama di AS setelah acara resmi selesai untuk menemui bakal calon Presiden AS Donald Trump. Sementara itu negara-negara Malaysia, Singapura, Australia dan Rusia mengirim pesawat untuk membantu memadamkan api.

Malahan kepergian Jokowi ke AS yang dihujat. Fadli Zon, misalnya, menilai kunjungan itu tidak ada manfaatnya buat rakyat. Bandingkan dengan manfaat kunjungan Fadli dan Setya Novanto ke Donald Trump.

***

Bencana asap tidak datang tiba-tiba. Ini berkait juga kebijakan masa lalu yang sudah terakumulasi sejak pembabatan hutan pada akhir 1960-an. Kebijakan berikutnya juga kurang memperhatikan lingkungan, misalnya diperbolehkannya membersihkan lahan dengan membakar atau sawit boleh ditanam di lahan gambut.

Sekarang ini akibat yang ditimbulkan sangat berat. Kebetulan ada El Nino (gejala penyimpangan pada suhu yang lebih tinggi dari keadaan normal) sehingga iklim menjadi kering dan suhu udara panas. Apa saja mudah terbakar, apalagi gambut atau semak.

Kebetulan banyak perusahaan sawit membuka lahan baru dan seperti sebelumnya, membersihkan kebunnya cukup dengan dibakar. Mudah, cepat tapi kali ini tanpa diharapkan, melumat jutaan hektare lahan yang lain. Di permukaan terlihat aman tapi tiga meter di bawahnya api membara sehingga menimbulkan asap.

Ketegasan pemerintah amat diperlukan. Janji mengumumkan pembakar lahan, perorangan atau perusahaan harus ditepati. Orang-orang yang jadi tersangka harus segera diproses ke pengadilan.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

Akhir Bahagia

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved