Ini Dongeng Gerhana Matahari yang Dipercaya Suku Dayak Wehea Turun Temurun
Dongeng tentang matahari dan bulan diturunkan dari generasi ke generasi di antara keluarga di Suku Dayak Wehea, Kutai Timur, Kalimantan Timur.
Sedikit tentang Dayak Wehea. Suku ini adalah sub-suku Dayak yang mendiami banyak desa di Kutim.
Selain Nehas Liah Bing, ada Long Wehea, Diaq Leway, Dea Beq, dan Bea Nehas.
Populasi masyarakat adat Wehea sekitar 6000 orang. Suku ini semakin dikenal karena menjaga hutan Lindung Wehea.
Akhir kisah, kata Ding, perungguk selalu menatap bulan terlebih saat begitu terang. Bulan tampak bopeng-bopeng, persis seperti punggung Weluen yang rusak akibat luka bakar disiram sayur bikinannya.
Dea Pey sang matahari dan Weluen sang bulan bertemu saat gerhana, baik Gerhana Matahari maupun gerhana bulan. Itu gambaran bagaimana Weluen akhirnya bisa mengejar Dea Pey dan mereka melepas rindu.
“Saat (gerhana) itu terjadi, biasanya warga memukul alu sampai gerhana selesai,” kata Ding.
Sejatinya, kisah ini tidak cuma sekadar cerita belaka. Hutan dan ladang merupakan kekayaan dari alam yang disediakan bagi mereka. Warga dalam kegiatan sehari-hari mengusahakan penghidupan dari ladang dan hutan itu.
Ding mengatakan, pada waktu-waktu tertentu bisa dianggap tepat untuk membersihkan hama pada kekayaan alam yang disediakan bagi mereka.
“Khususnya orang yang memiliki hutan adat dan kebun. Saat gerhana (dipercaya) menjadi waktu yang tepat untuk membersihkannya dari hama,” kata Ding.