Madrasah dan Jalan-jalan Dewan

HARIAN Banjarmasin Post edisi Jumat (3/3) menurunkan foto master sebuah bangunan sekolah madrasah ibtidaiyah di Kabupaten Banjar

Editor: BPost Online
BPost Cetak
Ilustrasi 

HARIAN Banjarmasin Post edisi Jumat (3/3) menurunkan foto master sebuah bangunan sekolah madrasah ibtidaiyah di Kabupaten Banjar yang kondisinya memprihatinkan. Sejumlah murid baik di lantai satu maupun dua seolah tak merasakan ancaman bahaya mengincar mereka.

Ya, bangunan sekolah itu lebih mirip gudang ketimbang sebuah lembaga pendidikan. Sekolah itu nyaris ambruk. Bangunan nyaris tidak lagi berdinding lantaran papan-papannya sudah tidak ada lagi di tempatnya.

Siapa saja akan selalu mengalihkan pandangannya ke bangunan sekolah yang berada di Desa Sungai Pinang Baru, Kecamatan Sungai Tabuk, Kabupaten Banjar, itu karena memang letaknya tepat berada di pinggir jalan.
Kalau boleh mengurai catatan harian ini, kondisi sekolah seperti ini bisa dikatakan tidak sedikit.

Setidaknya ada belasan bahkan puluhan sekolah yang kondisinya memprihatinkan bahkan memilukan. Tidak saja di Kabupaten Banjar, tapi juga tersebar hampir di semua daerah (kabupaten/kota) di Kalimantan Selatan. Terlepas lembaga pendidikan itu milik pemerintah atau swasta, semestinya persoalan itu tidak kemudian dianggap sederhana, bahkan hal yang biasa oleh pengampu kebijakan di daerah.

Kita melihat kondisi bangunan Madrasah Ibtidaiyah (MI) Taufiqurrahman di Desa Sungai Pinang Baru itu amat kontras dengan apa yang terjadi di lingkungan para wakil rakyat di kabupaten Banjar. Hitung-hitungan finansial untuk memperbaiki bangunan itu ditaksir mungkin hanya puluhan juta rupiah.

Tapi, coba kita bandingkan anggaran jalan-jalan para wakil rakyat di Kabupaten Banjar yang menguras dana sampai Rp 24 miliar untuk 2016. Tahun sebelumnya (2015) uang rakyat yang dipakai mereka yang katanya mengaku terhormat, untuk jalan-jalan itu sebesar Rp 16.388.200.000. Tahun 2017 ini, anggaran untuk dolan masih di angka Rp 24 miliar.

Sejauh ini, tidak jelas azas kemanfaatan jalan-jalan para wakil rakyat itu. Studi banding yang kerap jadi rujukan mereka, seolah hanya sebuah sebutan yang sejatinya tidak punya makna dan manfaat apa-apa.

Faktualnya anggaran untuk teknologi informasi atau pembelian gadget canggih yang semestinya bisa dimanfaatkan maksimal menggali pengetahuan di luar sana. Namun, para wakil rakyat tetap menilai jalan-jalan sesuatu yang prioritas, sebab mereka bisa berwisata ke luar daerah dimana semuanya difasilitasi oleh negara.

Dan, bukan asal cerita biasa kalau anggaran jalan-jalan selalu menjadi fokus utama dalam setiap pembahasan anggaran di parlemen. Padahal, seperti kabar yang berkembang saat ini, aparat kejaksaan di sana tengah mengusut penggunaan anggaran jalan-jalan tahun 2016 sebesar Rp 24 miliar. Konon, masih kata kabar yang berkembang, ada dugaan praktik perjalanan fiktif yang sengaja direkayasa oleh sejumlah wakil rakyat di Kabupaten Banjar. Terlepas apakah itu masuk ruang pidana khusus (korupsi) atau bukan, tergantung bagaimana kelihaian kejaksaan mengurai kasus tersebut seusai aturan hukum yang ada.

Pendek kata, jangan sampai persoalan ini tak berujung pada akhirnya hanya lantaran sebuah kepentingan politik semata. Kita tidak ingin seperti kasus jalan-jalan para wakil rakyat di DPRD Kalsel yang hingga kini tidak jelas juntrungannya.

Bagaimanapun dana Rp 24 miliar itu tidak sedikit. Kalau saja sedikit dana itu dialokasikan untuk memperbaiki madrasah di Desa Sungai Pinang Baru, tentu para siswa tak perlu dihantui rasa takut tertimpa bangunan. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

Aneh Tapi Waras

 

Politik Bansos

 

Mengejar Syafaat

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved