Pemberani dan “Pemberani”
Dari PN Jaksel, Hakim Tatik Hardiyanto menolak permohonan mantan Menteri Agama Suryadharma Ali terkait penetapan tersangka oleh KPK
Oleh: Pramono BS
PADA terbitan 3 Mei 2015 saya menurunkan kisah pahlawan praperadilan. Yang saya maksud adalah para hakim yang menolak permohonan praperadilan para tersangka kasus kriminal. Mereka adalah lima hakim dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan seorang lagi dari PN Purwokerto.
Satu-satunya yang dari luar wilayah PN Jaksel adalah Hakim Kristanto Sahat Hamonangan Sianipar yang menolak permohonan praperadilan seorang pedagang sapi asal Purwokerto bernama Mukti Ali yang jadi tersangka dalam kasus bantuan sosial.
Dari PN Jaksel, Hakim Tatik Hardiyanto menolak permohonan mantan Menteri Agama Suryadharma Ali terkait penetapan tersangka oleh KPK untuk kasus korupsi haji.
Kemudian Hakim Asian Sembiring menyatakan gugatan praperadilan mantan anggota DPR Sutan Batugana gugur karena perkara sudah dilimpahkan ke pengadilan.
Hakim Handayani Effendi menggugurkan gugatan mantan Kepala Dinas Perhubungan DKI Udar Pristono yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung karena pokok perkaranya sudah disidangkan.
Permohonan mantan Menteri ESDM Jero Wacik yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK ditolak Hakim Sihar Purba.
Sedang Hakim Baktiar Jubri Nasution tidak perlu memutus perkara karena yang bersangkutan sudah mencabut sendiri gugatannya.
Saya sebut mereka pahlawan praperadilan (khususnya bagi yang sudah menjatuhkan putusan) karena telah memutus perkara sesuai dengan undang-undang. Menurut pasal 77 KUHAP tersangka bukanlah obyek praperadilan sehingga tidak seharusnya dipraperadilankan.
Putusan-putusan itu dibacakan setelah Hakim Sarpin Rizaldi, juga dari PN Jaksel, memutus sebaliknya. Mereka berani melawan arus besar yang ada saat itu. Mereka hakim-haim pemberani.
Kala itu Sarpin memenangkan permohonan Komjen Budi Gunawan (sekarang bintang empat) atas penetapan tersangka dalam kasus korupsi oleh KPK. Putusan disambut sujud syukur oleh para anggota Polri yang saat itu berjaga di pengadilan. Dunia hukum Indonesia geger. Para pimpinan KPK dikriminalisasi.
Lebih mengejutkan lagi karena tak lama setelah itu Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan permohonan uji materi Bachtiar Abdul Fatah, karyawan CV Cevron Pasific Indonesia yang menguji Pasal 1 angka (14), Pasal 17, Pasal 21 (ayat (1) Pasal 77 Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). MK mengabulkan dan penetapan tersangka pun masuk obyek praperadilan.
Tiga hakim MK berbeda pendapat, di antaranya Hakim MK Aswanto. Dia mengatakan, penetapan tersangka sebagai obyek praperadilan yang sebelumnya tidak terdapat dalam KUHAP adalah membuat norma baru yang bukan kewenangan MK, melainkan kewenangan pembentuk UU. Hakim lain yang beda pendapat adalah Dewa Palguna dan Muhammad Alim.
***
Sejak putusan itu praperadilan ibarat tempat berlindung bagi koruptor. Sejumlah tersangka korupsi mengajukan praperadilan, seperti mantan Walikota Makassar Ali Arif Sirajuddin yang dijerat pasal korupsi rehabilitasi PDAM. Hakim Yuningtyas memenangkannya. Tapi KPK mengeluarkan sprindik baru lagi dan menang.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/banjarmasin/foto/bank/originals/20080725_pramono-bs_20170326_005705.jpg)