Pelemahan Rupiah Terhadap Dollar AS
Eksportir di Kalsel Nikmati Kenaikan Pendapatan, Gapki Genjot Ekspor Olahan Sawit
Beberapa waktu belakangan harga batu bara di pasar dunia sempat alami kenaikan harga hingga melebihi USD 100 per metrik ton.
BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARMASIN - PARA pengusaha crude palm oil (CPO) dan batu Bara di Kalsel merasakan kenaikan pendapatan selama momen apresiasi nilai dollar AS terhadap rupiah.
Solihin, Ketua Asosiasi Pemegang Izin dan Kontraktor Tambang (Aspektam) Kalimantan Selatan tak menampik beberapa pengusaha batu bara Kalsel yang berorientasi ekspor mengalami peningkatan pendapatan.
Apalagi, sebut dia, beberapa waktu belakangan harga batu bara di pasar dunia sempat alami kenaikan harga hingga melebihi USD 100 per metrik ton.
Meski begitu, lanjut dia, pengaruh ini cukup terbatas karena tidak terlalu banyak anggota Aspektam Kalsel berorientasi ekspor. "Hanya sekitar 20 persen pasarnya ekspor, kebanyakan kawan-kawan yang dulu aktif tidak perpanjang izin usaha pertambangan (IUP)," ujar Solihin kepada BPost, Rabu (5/9/2018).
Hal itu, sebut dia, disebabkan setelah perubahan aturan soal perizinan banyak anggota Aspektam kesulitan memenuhi persyaratan perizinan baru.
Baca: Pengusaha Tambang Kalsel Siap Simpan Rupiah, Lakukan Penarikan Dana Hasil Ekspor
Baca: Gapki Kalsel: 20 Persen Dollar AS Dana Ekspor Buat Bayar Utang, Sisanya Dikonversi ke Rupiah
Baca: Eksportir Perikanan Kalsel Sebut Pelemahan Rupiah Tak Pengaruhi Penjualan
Melihat peluang keuntungan besar sektor ekspor, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) pun menargetkan menggenjot 10 hingga 20 persen ekspor produk-produk hasil olahan kelapa sawit
Kata Totok Dewanto, Ketua Gapki Kalsel hal ini sejalan dengan komitmen pemerintah yang berusaha genjot neraca ekspor Nasional perkuat perekonomian Indonesia ditengah bayangan ancaman krisis perekonomian di negara-negara regional Asia.
"Dolar tinggi memang kawan-kawan yang ekspor menikmati keuntungan. Untuk pasar baru, kalau bisa tembus diprediksi bisa genjot 10 sampai 20 persen ekspor produk kita," kata Totok.
Namun menurut Totok masih ada tantangan dalam strategi ini, khususnya di Afrika. Dimana Maroko yang berminat atas produk minyak goreng curah meminta produk minyak goreng yang disuplai berupa minyak goreng merah.
Baca: Petambak Kotabaru Tak Nikmati Untung Dollar, Justru Cemas Harga Kebutuhan Pokok Ikut Naik
Baca: Rupiah Melorot ke Level Psikologis Rp 15 Ribu, Terungkap Fakta & Ini 5 Penyebabnya
Baca: Harga Dollar Kian Melejit, Presiden Jokowi Sebutkan Dua Hal Untuk Meningkatkan Ekonomi Indonesia
Selain Afrika, Rusia juga menjadi negara potensial yang berminat serap produk-produk CPO dan turunannya asal Indonesia. "Sambutan mereka saat kami expo di sana sangat positif, bahkan diminta buka kantor perwakilan di sana," kata Totok.
Walaupun belum merasakan adanya insentif langsung dari sisi kebijakan pemerintah yang berkomitmen genjot ekspor, Totok mengaku bekerjasama dan dibantu oleh Kedutaaan Besar Indonesia di Afrika dan Rusia dalam promosi produknya.
Hal ini menurutnya sangat strategis dalam usahanya menambah cakupan negara tujuan ekspor yang selama ini di dominasi pembeli lama seperti Cina, India, Pakistan dan beberapa negara lainnya di Eropa.
Di luar fenomena apresiasi nilai Dolar Amerika yang dominan saat ini, Totok mengaku peningkatan ekspor memang menjadi tujuan Gapki secara umum.
Karena selama ini penyerapan produk olahan CPO dalam negeri masih kecil dibandingkan ekspor, dimana dari rata-rata produksi produk olahan CPO di kisaran 40 juta ton lebih, hanya sekitar 10 juta ton yang diserap dalam negeri.
Berbanding terbalik dengan para pengusaha dua komoditas ekspor tersebut, pengusaha di sektor rotan Kalsel justru masih belum bisa ekspor ke luar negeri.
