Berita Regional

Berjuang Hidupi Keluarga, Tukang Becak di Beringharjo Ini Mengayuh Becak Hanya dengan Satu Kaki

Wawan setiap hari tetap bekerja dengan profesi penarik becak. Satu kaki yang tersisa, menjadi alatnya untuk menjalankan pekerjaanya tersebut

Editor: Hari Widodo
Kompas.com/Yustinus Wijaya Kusuma
Demi keluarga, Tukang Becak di Beringharjo, Wawan Mengayuh Becak dengan Satu Kaki 

"Prinsip saya satu, bekerja apapun asal tidak merugikan orang lain," kata Wawan. Setiap hari, dari pagi sampai siang hari, Wawan mangkal di seberang TBY. Tetapi, saat sore hari ia berpindah tempat di seberang Pasar Beringharjo.

"Saya kadang sampai jam 2 pagi baru pulang. Kadang malam sampai tidur di becak juga, ya sambil nunggu penumpang," bebernya. Penghasilanya sebagai tukang becak pun tidak menentu.Terkadang, di hari libur, ia bisa membawa uang untuk keluarganya.

Namun, terkadang Ia juga harus rela pulang dengan tangan kosong, karena tidak mendapat penumpang.

"Kadang dapat, kadang tidak, Ya kalau ramai liburan sehari bisa dapat Rp 50.000 sampai Rp 100.000. Ya bagi saya, berapapun, cukup tidak cukup tetap harus disyukuri," tandasnya.

Meski demikian, ada juga penumpang yang baik hati. Terkadang ada penumpang yang tidak mau diberi uang kembalian, bahkan memberikan uang lebih kepada Wawan.

Dulu, Wawan menyewa becak untuk mencari nafkah. Ia harus membayar Rp 10.000 untuk sewa becak setiap harinya. Wawan pun bertekad untuk memiliki becak sendiri. Ia akhirnya menyisihkan uang penghasilanya untuk ditabung. Setelah beberapa tahun, uang tabungan itu digunakanya untuk membeli becak.

"Nabung sebisanya mas, kadang Rp 1.000 kadang ya Rp 5.000. Satu tahun lalu, Saya bisa beli becak ini, harganya Rp 700.000," tuturnya sambil tersenyum.

Mandiri sejak kecil Wawan Setiawan dahulu tinggal bersama kedua orang tuanya di Magelang, Jawa Tengah. Di usianya yang masih kecil, kedua orang tuanya meninggal dunia.

"Orang tua meninggal karena sakit. Saat itu saya usia 3 tahun," ungkapnya. Di saat anak-anak seusianya asik bermain, Wawan terpaksa harus mencari nafkah. Ia pun mencari nafkah dengan berjualan koran, menjadi tukang semir sepatu di jalanan Magelang, Jawa Tengah.

"Saya tidak sekolah, umur 7 tahun hidup di jalan, cari uang agar bisa makan. Pokoknya cari uang, tapi yang tidak merugikan orang lain," tegasnya. Kaki diamputasi Wawan mengatakan, musibah hingga kaki kananya harus diamputasi terjadi saat di Magelang.

Musibah

Saat itu, pada malam hari ia hendak menuju Yogyakarta. Saat berjalan kaki, ia terperosok ke dalam lubang sedalam lutut orang dewasa. Lubang tersebut ternyata bekas orang membakar sampah.

"Tahun 2013 Saya jatuh, langsung tidak sadarkan diri, tahu-tahu sudah di rumah sakit. Cerita orang yang menolong, saya jatuh di lubang bekas orang bakar sampah dan masih panas," kata Wawan.

Akibat kejadian itu, kaki kanan dan kirinya mengalami luka bakar. Ia pun harus dirawat di rumah sakit selama beberapa hari. Keluar dari rumah sakit, Wawan langsung menjalankan profesinya sebagai tukang becak.

Sebab, ia harus tetap mencari nafkah. Menurut Wawan, kakinya sering terasa sakit saat mengayuh becak. Namun, karena tidak ada biaya, rasa sakit itu ditahanya dan terus menarik becak.

Baca: Siswi SMP Melahirkan Tapi Sang Pria Merasa Tak Pernah Berhubungan Intim, Ditantang Tes DNA

Baca: Plafon Anggaran Disdikbud Kalsel TA 2020 Diusulkan Rp 419 Miliar

Baca: Diminta Senior ke Kantor, Siswi Ini Langsung Paksa Lakukan Perbuatan Layaknya Suami Istri

Halaman
123
Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved