Opini Publik

Problematika Optimalisasi Zakat di Indonesia

Zakat produktif merupakan model penyaluran dana zakat yang mendorong penerimanya untuk menggunakan dana tersebut sebagai modal usaha.

Editor: Elpianur Achmad
banjarmasinpost.co.id/ghanie
Ilustrasi - Ketua Baznas Kalsel, H Gusti Pangeran Rusdi Effendi saat menyerahkan secara simbolik penyaluran zakat kepada Kepala Kanwil Kemenag Kalsel, Drs Noor Fahmi. 

Berbagai riset di atas, sebagai wakil dari ratusan penelitian lainnya yang membahas tentang zakat, menunjukkan betapa besarnya perhatian masyarakat, khususnya akademisi, terhadap pengelolaan zakat di Indonesia. Artinya, ide untuk mengoptimalkan zakat baik dalam hal pengumpulannya melalui zakat profesi maupun penyalurannya melalui zakat produktif, secara konseptual sudah matang dan bahkan jenuh. Lantas, bagaimana dengan praktek dan penerapannya di lapangan?

Problem Optimalisasi Zakat

Belum hilang dari ingatan, dimana pada tahun 2018 silam, pemerintah khususnya kementerian agama, sempat melemparkan isu untuk mewajibkan zakat profesi bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan kementerian agama dengan sistem auto debet atau potong gaji.

Penolakan pun bermunculan dari masyarakat, khususnya sebagian umat Islam berpendapatan sedang yang merasa telah cukup terbebani dengan potongan pajak dan BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial), yang mempertanyakan landasan filosofis hingga tataran teknis penerapan kebijakan ini.

Sayangnya, isu ini tenggelam bersamaan dengan gejolak pemilihan presiden yang menghabiskan energi seluruh rakyat Indonesia dari pertengahan 2018 hingga 2019.

Selanjutnya dalam hal penyaluran, lembaga penyalur zakat, khususnya perbankan syariah yang menyalurkan zakatnya secara produktif melalui Qardhul Hasan, masih kesulitan menghadapi rendahnya kesadaran penerima zakat untuk mengembalikan modal usaha yang telah diberikan.

Hal ini dikarenakan penerima zakat umumnya beranggapan bahwa dana zakat yang telah diterima tidak perlu dikembalikan, padahal secara konseptual zakat produktif harus dikembalikan agar bisa disalurkan kepada calon penerima zakat lainnya.

Pengembalian yang rendah ini kemudian berpengaruh kepada tingkat pembiayaan macet alias NPF (Non-Performing Finance), hingga akhirnya menurunkan reputasi sekaligus membatasi aktivitas bank syariah yang bersangkutan.

Dua masalah di atas hanyalah sebagian kecil dari berbagai macam problematika yang harus dihadapi umat Islam untuk mengoptimalkan peran zakat dalam memberantas kemiskinan di Indonesia. Mudah-mudahan diskusi mengenai dana ZISWAF dalam kegiatan Festival Ekonomi Syariah ini mampu memberikan solusi nyata terhadap setidaknya satu dari sekian banyak masalah tersebut. (*)

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved